Mengapa Pemberian Oralit pada Anak Diare Belum Optimal – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Anastasia Feliciana

What Drives Poor Quality of Care for Child Diarrhea? Experimental Evidence from India

Wagner Z, Mohanan M, Zutshi R, et al. What drives poor quality of care for child diarrhea? Experimental evidence from India. Science. 2024;383(6683). doi:10.1126/science.adj9986

studiberkelas

Abstrak

Latar belakang: diare merupakan salah satu penyebab kematian balita terbanyak di India akibat dehidrasi dan gangguan elektrolit berat yang disebabkannya. Sebagian besar tenaga kesehatan India memahami bahwa oralit atau oral rehydration salts (ORS) adalah terapi yang mampu menyelamatkan nyawa dan tidak mahal bagi anak dengan diare, tetapi tetap jarang digunakan (hampir setengah kasus diare tidak diberikan ORS). Kesenjangan antara hal yang diketahui dan yang dilakukan ini membingungkan para ahli selama beberapa dekade ini dan bahkan menyebabkan banyak jiwa melayang.

Tujuan: tujuan utama studi ini adalah mengetahui apa yang menjadi alasan pemberian ORS kepada pasien anak diare belum optimal (underutilization) oleh tenaga kesehatan.

Metode: peneliti melakukan uji acak terkontrol melibatkan pasien terstandar (aktor yang dilatih untuk mencari pertolongan medis bagi anak berusia 2 tahun dengan diare) yang mengunjungi 2.282 penyedia layanan kesehatan swasta di India. Penyedia layanan kesehatan swasta tersebut tersebar di 253 kota di Karnataka dan Bihar.

Uji acak ini didesain untuk mengidentifikasi tiga alasan yang diasumsikan menyebabkan ORS tidak diberikan kepada pasien, yaitu: asumsi tenaga kesehatan bahwa pasien tidak tertarik dengan ORS, adanya insentif untuk meresepkan obat lain yang lebih ‘menguntungkan’ (tetapi tidak sesuai), dan adanya insentif untuk meresepkan obat selain ORS ketika stok ORS kosong.

Pasien terstandar secara acak menyampaikan apakah mereka menyatakan preferensi ORS, preferensi antibiotik, atau tidak menyatakan preferensi. Setelah itu, untuk dapat mengukur efek insentif finansial, beberapa pasien terstandar (yang tidak menyatakan preferensi terapi) diminta mengatakan bahwa mereka akan membeli obat dari lokasi berbeda, sehingga menghilangkan alasan ‘insentif dengan meresepkan obat yang lebih menguntungkan’ pada penyedia layanan.

Terakhir, untuk memperkirakan efek stok ORS habis, peneliti menugaskan secara acak petugas kesehatan di setengah dari 253 kota untuk mendapat suplai ORS selama 6 minggu.

Hasil: pasien terstandar yang menyampaikan preferensi ORS mengalami kenaikan peresepan ORS sebanyak 27 poin persentase apabila dibandingkan pasien yang tidak menyampaikan preferensi. Sebanyak 28% tenaga kesehatan memberi ORS ketika pasien terstandar tidak memilih ORS. Sebanyak 55% tenaga kesehatan memberi ORS ketika pasien terstandar menyatakan preferensi terhadap ORS (peningkatan 96%).

Sebagian besar penyebab ORS tidak diberikan adalah tenaga kesehatan yang berpikir bahwa hanya 18% pasien menginginkan ORS, padahal kenyataannya ORS adalah terapi yang paling dipreferensi oleh pasien (berdasarkan survei rumah tangga).

Upaya menghilangkan masalah “stok ORS habis” juga meningkatkan penggunaan ORS sebanyak 7 poin persentase (rerata keseluruhan) dan 17 poin persentase pada klinik yang menjual obat (tidak hanya meresepkan obat). Upaya menghilangkan alasan “insentif finansial untuk menjual obat selain ORS yang lebih menguntungkan” ternyata tidak memberikan efek terhadap rerata peresepan ORS tetapi meningkatkan peresepan ORS di farmasi sebesar 9 poin persentase.

Apabila dikombinasikan, estimasi menunjukkan bahwa mispersepsi tenaga kesehatan (bahwa pasien tidak menginginkan ORS) merupakan 42% alasan mengapa ORS jarang diresepkan pada anak diare, sedangkan alasan stok ORS habis dan alasan insentif finansial hanya berkontribusi sebesar 6% dan 5% berturut-turut.

Kesimpulan: miskonsepsi tenaga kesehatan akan pasien yang tidak menginginkan ORS merupakan alasan terbesar yang menyebabkan ORS jarang diresepkan dan hal ini 6-10 kali lebih penting daripada alasan insentif finansial dan kehabisan stok ORS. Kesalahan persepsi ini perlu dieksplorasi karena berpotensi meningkatkan penggunaan ORS secara signifikan. Pasien juga dapat didorong untuk menyampaikan preferensi terhadap ORS.

oralitanakdiare

Ulasan Alomedika

Diare merupakan salah satu penyebab utama kematian pada anak-anak karena dapat menimbulkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. Sebagian besar kasus diare dan dehidrasi ini dapat ditangani dengan pemberian oralit, yang bersifat mudah dipakai, tersedia secara luas, dan berbiaya terjangkau. Namun, karena alasan yang selama ini belum diketahui secara pasti, penggunaan oralit masih underutilized. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi alasan underutilization oralit tersebut.[1]

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan uji acak terkontrol single blind, dengan metode yang cukup lugas dan efektif untuk mencocokkan skenario alasan yang melatarbelakangi belum adekuatnya peresepan ORS. Penelitian ini dilakukan pada berbagai kota di dua bagian negara di India dengan jumlah tempat pelayanan kesehatan swasta yang cukup banyak (mencapai 2.282).[1]

Tiga alasan yang diasumsikan menyebabkan ORS kurang diberikan kepada pasien adalah asumsi oleh tenaga kesehatan bahwa pasien tidak tertarik dengan ORS, adanya insentif untuk meresepkan obat lain yang lebih “menguntungkan”, dan adanya insentif untuk meresepkan obat selain ORS ketika stok ORS kosong.[1]

Pasien terstandar adalah aktor yang dilatih untuk mencari pertolongan medis bagi anak berusia 2 tahun dengan diare. Pasien terstandar secara acak menyatakan preferensi ORS, menyatakan preferensi antibiotik, atau tidak menyatakan preferensi.[1]

Beberapa pasien terstandar yang tidak menyatakan preferensi terapi diminta untuk mengatakan bahwa mereka akan membeli obat di lokasi lain, sehingga menghilangkan alasan ‘insentif dengan meresepkan obat yang lebih menguntungkan’ pada penyedia layanan. Lalu, untuk memperkirakan efek stok ORS habis, peneliti menugaskan secara acak petugas kesehatan di setengah dari 253 kota untuk mendapat suplai ORS selama 6 minggu.[1]

Ulasan Hasil Penelitian

Dari 2.282 kunjungan pasien terstandar ke beberapa layanan kesehatan swasta yang tersebar di dua negara bagian di India, hanya sebanyak 42% pasien yang mendapat resep oralit, sedangkan 57% tidak mendapatkan resep oralit. Dari 57% pasien yang tidak mendapat resep oralit tersebut dianalisis lebih lanjut dan diketahui sebanyak 53% disebabkan oleh tiga alasan yang diteliti dalam studi ini, sedangkan 47% lainnya disebabkan oleh alasan lain di luar yang diteliti studi ini.[1]

Temuan pada studi ini berhasil mengestimasi 53% alasan mengapa ORS tidak begitu diresepkan oleh tenaga kesehatan di India. Sebagian besar (42%) halangan peresepan ORS disebabkan oleh mispersepsi tenaga kesehatan tentang preferensi pasien. Tenaga kesehatan mengira pasien enggan diberikan ORS karena rasanya kurang enak, efek perbaikan gejala kurang terlihat dengan ORS, dan persepsi bahwa ORS bukanlah obat sesungguhnya. Sementara itu, 6%-nya disebabkan stok ORS habis dan 5%-nya karena alasan insentif bila meresepkan obat selain ORS.[1]

Karena sebagian besar halangan peresepan ORS adalah miskonsepsi dari tenaga kesehatan, edukasi tenaga kesehatan mengenai hasil studi ini akan sangat bermanfaat. Edukasi diharapkan dapat meningkatkan peresepan ORS sebagai terapi yang efektif, terjangkau, dan tersedia secara luas untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat diare pada anak.[1]

Kelebihan Penelitian

Kelebihan studi ini adalah pada ukuran sampel yang cukup besar yang melibatkan 2.282 pusat pelayanan kesehatan swasta di beberapa kota di India. Pasien juga adalah pasien terstandar yang merupakan aktor yang telah dilatih untuk mencari pertolongan medis bagi anak berusia 2 tahun dengan diare.[1]

Peneliti juga telah menerapkan langkah-langkah untuk mengantisipasi bias, misalnya dengan menginstruksikan beberapa pasien yang tidak menyatakan preferensi terapi untuk mengatakan bahwa mereka akan membeli obat di lokasi lain, sehingga bisa mengeliminasi alasan ‘insentif dengan meresepkan obat yang lebih menguntungkan’ pada penyedia layanan. Lalu, untuk memperkirakan efek stok ORS habis, peneliti telah menugaskan petugas kesehatan di setengah kota tersebut untuk mendapat suplai ORS selama 6 minggu, secara acak.[1]

Limitasi Penelitian

Penelitian ini memfokuskan diri pada tiga alasan kurangnya peresepan ORS, yaitu mispersepsi tenaga kesehatan tentang preferensi pasien, alasan meresepkan obat yang lebih “menguntungkan”, dan alasan stok ORS habis. Studi ini tidak memperdalam atau mengeksplorasi alasan lain (mencapai 47%) yang menjadi penyebab rendahnya peresepan ORS, di luar tiga alasan yang diteliti dalam studi ini.[1]

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Oralit (ORS) adalah salah satu terapi yang selalu menjadi rekomendasi Kementerian Kesehatan untuk kasus diare pada anak dan telah lama menjadi bagian pedoman terapi diare anak menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).[2-4]

Saat ini memang belum ada data pasti tentang berapa persentase peresepan ORS bagi anak diare di Indonesia dan apakah ada gap antara pengetahuan tenaga medis tentang ORS dan peresepan riilnya. Namun, mengingat data dari Profil Kesehatan Indonesia 2020 menunjukkan bahwa diare masih menjadi penyumbang kematian yang tinggi pada anak, ada kemungkinan bahwa penggunaan oralit di Indonesia juga underutilized.[2,3]

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk diedukasikan kepada tenaga kesehatan di Indonesia, untuk meningkatkan kesadaran tentang asumsi atau mispersepsi yang perlu dikoreksi dan mengingatkan kembali peran penting pemberian ORS. ORS merupakan terapi yang efektif, terjangkau, dan tersedia luas untuk anak yang mengalami diare, yang perlu dimanfaatkan secara lebih optimal oleh tenaga medis.

Referensi