Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko dry eye syndrome meningkat pada pasien migraine dibandingkan dengan populasi normal. Dugaan korelasi antara kedua penyakit ini didasarkan pada berbagai kemiripan patofisiologi dan gejala.[1]
Migraine merupakan nyeri kepala rekuren yang disebabkan gangguan neurologi dan vaskular yang kompleks. Prevalensi migraine di Amerika Serikat mencapai 14,2%. Migraine sering disertai dengan gejala mual, muntah, dan peningkatan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia) atau suara (fonofobia). Serangan migraine dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien dalam melakukan pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.[2]
Dry eye syndrome juga merupakan suatu kondisi yang dapat menurunkan kualitas hidup. Prevalensi dry eye syndrome berdasarkan survei global berkisar antara 5–50%. Prevalensi dry eye syndrome meningkat seiring dengan pertambahan usia dan ditemukan lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki.[3,4]
Tumpang Tindih Patofisiologi Migraine dan Dry Eye Syndrome
Beberapa penelitian menunjukkan terdapat tumpang tindih antara patofisiologi dry eye syndrome dan migraine.
Keterlibatan Saraf Trigeminal
Aktivasi saraf trigeminal perifer ataupun sentral memiliki peran penting dalam patofisiologi migraine. Saraf trigeminal cabang pertama (nervus oftalmikus) mempersarafi mata, sehingga kelainan pada saraf ini juga diduga berhubungan dengan dry eye syndrome.
Saraf trigeminal mengantarkan rangsangan sensorik dari kornea dan kelenjar lakrimal ke otak, yang kemudian menstimulasi produksi lapisan air mata. Sebuah studi menunjukkan bahwa pasien migraine kronis memiliki tear breakup time dan tes Schirmer yang signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol. Hasil Ocular Surface Disease Index (OSDI) pun lebih tinggi pada kelompok pasien migraine kronis.[2]
Selain itu, hasil pemeriksaan mikroskopik kornea konfokal in vivo pada penelitian Kinard et al menunjukkan bahwa pasien migraine kronis mengalami penurunan densitas dan panjang serabut saraf di lapisan sub basal kornea.[2,5]
Perubahan patologis yang terjadi pada migraine diduga dapat menurunkan sensitisasi kornea dan memicu kekeringan pada mata akibat sensitisasi sentral saraf trigeminal. Kekeringan pada permukaan mata tersebut kemudian juga akan mengaktivasi saraf trigeminal untuk meningkatkan refleks lakrimasi dan kemudian memicu timbulnya serangan migraine.[2,5]
Pengaruh Proses Inflamasi
Proses inflamasi juga memiliki peranan dalam patofisiologi migraine dan dry eye syndrome. Migraine berhubungan dengan peningkatan kadar protein C-reaktif dan interleukin-10, serta kaskade yang dipicu oleh mediator-mediator inflamasi neurogenik lain. Sementara itu, pada dry eye syndrome, juga terjadi proses inflamasi kronis yang diperantarai oleh limfosit T.
Pada penelitian terdahulu, ditemukan bahwa inflamasi pada patofisiologi migraine berhubungan dengan penyakit autoimun Sjogren syndrome yang merupakan salah satu etiologi dry eye syndrome.[2,6,7]
Kemiripan Gejala Migraine dan Dry Eye Syndrome
Pada praktik ditemukan beberapa kemiripan gejala migraine dengan dry eye syndrome, yang meningkatkan kecurigaan adanya korelasi yang kuat antara keduanya.
Migraine merupakan kelainan multifaktorial, yang melalui mekanisme neurovaskular memiliki gejala bervariasi. Manifestasi okular, adalah salah satu yang dapat ditemukan. Hampir sebagian besar pasien migraine mengeluhkan fotofobia saat mengalami serangan. Walaupun lebih jarang, gejala peningkatan sensitivitas terhadap cahaya tersebut juga dialami oleh pasien dry eye syndrome. Selain itu, pasien dry eye syndrome sering mengeluhkan mata berair, yang juga dapat ditemukan pada pasien migraine.[8,9]
Nyeri mata merupakan gejala lain yang sama-sama sering ditemukan pada kasus migraine dan dry eye syndrome. Karakteristik nyeri mata pada migraine yang paling dominan adalah rasa seperti ditusuk-tusuk. Walaupun lebih jarang, sebagian pasien dry eye syndrome mengeluhkan nyeri seperti ditusuk-tusuk atau nyeri yang timbul pada pergerakan bola mata. Karakteristik nyeri lain pada dry eye syndrome adalah rasa terbakar, perih, atau sensasi benda asing.[3,8]
Risiko Dry Eye Syndrome pada Pasien Migraine
Sebuah penelitian cross-sectional skala nasional di Korea dengan sampel 14.329 orang menemukan bahwa insidensi dry eye syndrome lebih tinggi pada pasien yang mempunyai migraine dibandingkan yang tidak (14,4% vs 8,2%).[10]
Hasil ini serupa dengan studi terdahulu oleh Celikbilek et al yang menemukan bahwa dry eye syndrome lebih banyak ditemukan pada pasien migraine dibandingkan kontrol, walaupun tidak signifikan secara statistik. Celikbilek et al juga menemukan bahwa kecenderungan dry eye syndrome lebih tinggi pada pasien migraine dengan aura, durasi serangan lebih panjang, dan riwayat penyakit lebih lama.[11]
Peneliti lain melakukan observasi dan perbandingan terhadap 33 pasien yang dirujuk dari klinik neurologi dengan 33 pasien kontrol. Didapatkan perbedaan yang signifikan antara skor dry eye pada kelompok pasien migraine dan kelompok kontrol. Tear break up time dan hasil tes Schirmer kelompok migraine ditemukan lebih buruk dibandingkan kontrol.[12]
Hasil ini berbeda dengan studi lain dimana tear film breakup time, sekresi air mata basal, dan sensitivitas kornea menunjukkan hasil yang tidak berbeda bermakna dengan kelompok kontrol. Namun peneliti menemukan densitas saraf kornea pada kelompok migraine kronis yang berkurang dibandingkan dengan kelompok kontrol.[5]
Studi Terbaru
Sebuah studi berbasis populasi yang diterbitkan pada Maret 2019 dan melibatkan jumlah sampel yang besar menemukan bahwa pasien migraine lebih berisiko memiliki komorbid dry eye syndrome dibandingkan populasi umum. Populasi pada penelitian ini melibatkan 72.969 pasien. Dilaporkan bahwa risiko seorang pasien migraine didiagnosis dry eye syndrome meningkat 1,42 kali dibandingkan pasien tanpa migraine.[1]
Perbedaan Karakteristik Dry Eye Syndrome pada Pasien Migraine
Sebuah studi prospektif cross-sectional yang melibatkan 250 sampel menemukan adanya perbedaan demografis dan gejala dry eye syndrome pada pasien dengan dan tanpa migraine. Pasien dry eye syndrome yang menderita migraine secara signifikan berusia lebih muda (rerata 57 tahun vs 62 tahun) dan lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan kelompok kontrol (26% vs 6%).[13]
Pada penelitian ini juga didapatkan gejala dry eye syndrome yang lebih berat pada pasien dengan migraine, walaupun pemeriksaan klinis mata menunjukkan hasil yang tidak berbeda bermakna.[13]
Penelitian baru di tahun 2020 menemukan subjek dengan migraine memiliki gejala dry eye syndrome yang berbeda dengan subjek yang tidak menderita migraine. Hal ini menunjukkan bahwa gejala dry eye syndrome pada penderita migraine mungkin berhubungan dengan kerusakan saraf dan bukan karena gangguan pada permukaan bola mata.[14]
Kesimpulan
Berbagai penelitian terdahulu mengindikasikan bahwa pasien migraine lebih berisiko mengalami dry eye syndrome dibandingkan kontrol. Hal tersebut didukung oleh sebuah studi terbaru yang melibatkan populasi penelitian yang besar. Studi ini menemukan bahwa pasien migraine berisiko 1,42 kali lebih tinggi mengalami komorbid dry eye syndrome dibandingkan kontrol.
Di tahun yang sama, sebuah studi lain menunjukkan bahwa pasien migraine yang mengalami dry eye syndrome ditemukan pada usia yang lebih muda, mayoritas berjenis kelamin perempuan, dan memiliki karakteristik gejala yang lebih berat.
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra