Terdapat peningkatan risiko mortalitas kardiovaskular akibat penggunaan antidepresan. Peningkatan mortalitas ini bersifat independen terhadap tingkat keparahan depresi, tetapi dipengaruhi oleh jenis antidepresan yang digunakan, serta apakah pasien sudah memiliki gangguan kardiovaskular sebelumnya.
Antidepresan merupakan salah satu obat yang banyak diresepkan di dunia. Indikasi penggunaan obat-obat antidepresan saat ini tidak lagi terbatas untuk depresi [1,2]. Obat antidepresan juga diindikasikan untuk gangguan psikiatri lainnya, misalnya gangguan cemas, gangguan obsesif kompulsif, dan nyeri neuropati. Antidepresan umumnya diberikan dalam jangka panjang sehingga menimbulkan berbagai risiko, termasuk kematian.
Penelitian mengenai risiko mortalitas yang berhubungan dengan pengobatan antidepresan biasanya dihubungkan dengan penurunan risiko bunuh diri atau self harm akibat gangguan mental yang mendasari [3]. Coupland et al melaporkan bahwa mortalitas akibat paparan antidepresan hanya meningkat signifikan pada 28 hari pertama terapi dan menurun setelah 85 hari atau lebih [1]. Hal ini menunjukkan risiko mortalitas yang terkait dengan gangguan mental. Risiko mortalitas akibat paparan jangka panjang antidepresan perlu diteliti secara terpisah.
Peningkatan risiko mortalitas akibat penggunaan antidepresan sendiri masih jarang diteliti dan sering kali dihubungkan dengan risiko mortalitas akibat gangguan kardiovaskular. Maslej et al dalam sebuah review menemukan bahwa penggunaan antidepresan harmful pada populasi umum, namun less harmful pada populasi pasien dengan gangguan kardiovaskular [4]. Meskipun demikian, gangguan kardiovaskular merupakan penyebab kematian yang sering dilaporkan berhubungan dengan penggunaan antidepresan.
Penggunaan Antidepresan dan Risiko Kardiovaskular
Antidepresan golongan serotonin selective reuptake inhibitor (SSRI) seperti fluoxetine dan sertraline, serta golongan trisiklik seperti amitriptyline memiliki efek antikoagulan. Efek antikoagulan ini karena mekanisme obat terhadap serotonin menyebabkan terjadinya inhibisi proses preagregasi. Hal ini mungkin bermanfaat untuk menurunkan risiko mortalitas pada pasien-pasien dengan gangguan kardiovaskular.
Walau mungkin bermanfaat untuk pasien dengan gangguan kardiovaskular, efek antikoagulan ini justru memiliki potensi bahaya pada pasien yang tidak mempunyai masalah kardiovaskular. Antidepresan golongan SSRI bisa menimbulkan bradikardia, sinkop, dan mempunyai potensi antagonistik terhadap kanal ion di jantung. Antidepresan golongan trisiklik bisa menimbulkan hipotensi ortostatik, takikardia, atau aritmia lainnya. Pada populasi umum, penggunaan antidepresan berhubungan dengan peningkatan risiko mortalitas sebesar 33% dan peningkatan risiko onset baru gangguan kardiovaskular sebesar 14% [4].
Jenis Antidepresan dan Pengaruhnya terhadap Risiko Kardiovaskular
Selama ini, antidepresan golongan trisiklik dinilai lebih kardiotoksik sehingga dianggap lebih berbahaya dibanding antidepresan golongan lainnya. Efek samping kardiovaskular akibat paparan antidepresan trisiklik yang paling sering ditemukan adalah hipotensi ortostatik, yang sering menimbulkan instabilitas hemodinamik, khususnya pada pasien-pasien yang mempunyai gangguan konduksi jantung dan gagal jantung kongestif. Hal ini diperberat oleh potensi aritmogenik yang dimiliki antidepresan golongan trisiklik [9].
Walau demikian, studi terkini mengenai perbandingan jenis antidepresan dan risiko kardiovaskular justru menunjukkan hasil yang kontroversial. Hasil studi oleh Maslej et al menunjukkan bahwa outcome kesehatan akibat paparan antidepresan trisiklik dan golongan lainnya ternyata tidak berbeda signifikan[8].
Namun, studi lainnya oleh Nelson et al menemukan bahwa antidepresan trisiklik berhubungan dengan kejadian asidosis, masalah konduksi jantung, depresi pernapasan, dan kejang yang lebih tinggi dibandingkan antidepresan lainnya. Masalah-masalah serius yang sering ditemukan akibat antidepresan adalah mengantuk, letargi, takikardia, hipertensi, agitasi/iritabilitas, hipotensi, kebingungan, tremor, dan gangguan konduksi jantung [5].
Mekanisme Gangguan Kardiovaskular akibat Antidepresan
Terdapat beberapa mekanisme terjadinya gangguan kardiovaskular, yaitu efek samping peningkatan berat badan, peningkatan frekuensi denyut jantung, serta perubahan profil EKG.
Peningkatan Berat Badan
Antidepresan diketahui mempunyai efek samping peningkatan berat badan, salah satu faktor risiko untuk gangguan kardiovaskular. Hal ini juga mengakibatkan peningkatan risiko mortalitas pada pasien dengan gangguan kardiovaskular yang mendapatkan terapi antidepresan. Antidepresan SSRI dan serotonin norepinephrine reuptake inhibitor (SNRI) juga masih mempunyai efek peningkatan berat badan, meskipun lebih ringan dibandingkan golongan trisiklik. Antidepresan golongan trisiklik amitriptyline dan golongan SSRI paroxetine merupakan antidepresan dengan potensi peningkatan berat badan paling tinggi [8,9].
Peningkatan Frekuensi Denyut Jantung
Akibat efeknya terhadap neurotransmiter norepinefrin dan efek antikolinergik, semua antidepresan berpotensi meningkatkan frekuensi denyut jantung. Peningkatan frekuensi denyut jantung pada waktu istirahat dan penurunan variabilitas frekuensi denyut jantung berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular. Namun efek ini lebih ringan untuk antidepresan golongan SSRI [8].
Perubahan Profil EKG
Mekanisme lain yang mungkin menimbulkan risiko gangguan kardiovaskular akibat penggunaan antidepresan adalah efek samping perubahan profil EKG, khususnya pemanjangan interval QT. Efek samping ini lebih banyak ditemukan pada antidepresan golongan SSRI, khususnya citalopram [8,9].
Penanganan Depresi pada Gangguan Kardiovaskular
Depresi sendiri merupakan kondisi yang menjadi faktor risiko dan bisa memperburuk gangguan kardiovaskular. Meskipun penggunaan antidepresan berhubungan dengan risiko gangguan kardiovaskular, tetapi dilaporkan bahwa pemberian antidepresan pada pasien dengan gangguan kardiovaskular berhubungan dengan outcome yang lebih baik [10].
Antidepresan lini pertama untuk depresi adalah golongan SSRI karena mempunyai tolerabilitas dan profil keamanan yang lebih baik. Penggunaan SSRI juga memberi keuntungan lain pada pasien dengan gangguan kardiovaskular karena mempunyai efek antikoagulan. Golongan SSRI mampu menghambat ambilan serotonin oleh trombosit sehingga menghambat agregasi trombosit [8,10]. Golongan SSRI yang bisa diberikan pada pasien dengan gangguan kardiovaskular adalah fluoxetine, sertraline, dan citalopram [11].
Untuk depresi ringan sampai sedang, terapi lini pertama yang direkomendasikan adalah cognitive behavioral therapy (CBT). CBT hanya bermanfaat untuk mengatasi depresi dan tidak mempengaruhi morbiditas dan mortalitas gangguan kardiovaskularnya [10].
Kesimpulan
Sebuah review menunjukkan bahwa antidepresan menimbulkan risiko gangguan kardiovaskular pada populasi umum, namun less harmful pada populasi pasien dengan gangguan kardiovaskular. Namun hal ini tidak menutup kenyataan bahwa penggunaan antidepresan, khususnya golongan trisiklik, berhubungan dengan risiko mortalitas akibat gangguan kardiovaskular [4,9].
Peningkatan mortalitas pada pasien yang mendapatkan antidepresan independen dari depresi yang dialami pasien. Peningkatan mortalitas ini juga mungkin berhubungan dengan efek samping lain dari antidepresan, seperti risiko jatuh, perdarahan, kejang, dan reaksi obat.
Peningkatan risiko mortalitas akibat gangguan kardiovaskular pada pasien yang mendapatkan antidepresan tergantung pada jenis antidepresan dan gangguan kardiovaskular yang dialami.
Meski terdapat peningkatan risiko kardiovaskular akibat penggunaan antidepresan, antidepresan tetap bisa diberikan. Walau demikian, dokter harus mewaspadai kemungkinan munculnya gangguan kardiovaskular pada pasien dan menyarankan pasien untuk melakukan kontrol rutin dan memodifikasi faktor risiko terkait kardiovaskular yang dapat dimodifikasi. Contoh modifikasi faktor risiko yang dapat disarankan pada pasien adalah dengan berhenti merokok, menurunkan berat badan, serta memastikan tekanan darah, gula darah, dan kolesterol pasien tetap terkontrol.