Pengawasan Klinis Methylergometrine
Pengawasan klinis pada penerima methylergometrine atau methylergonovine adalah observasi tekanan darah, denyut jantung, dan kondisi uterus. Pengawasan yang lebih ketat terutama dilakukan pada pasien yang mendapatkan obat ini secara intravena.
Methylergometrine menyebabkan vasokonstriksi, peningkatan tonus vagal, penurunan aktivitas simpatis sentral, dan penekanan otot jantung, sehingga dapat menyebabkan hipertensi dan cardiovascular accidents. Oleh sebab itu, pemantauan tekanan darah wajib dilakukan terhadap pasien preeklampsia dan hipertensi tak terkontrol.[15,20,21]
Selain itu, untuk menghindari medication error, methylergometrine harus disimpan di tempat berbeda dengan vitamin K. Jika terjadi salah penyuntikan, pantau secara ketat irama napas, saturasi oksigen, dan produksi urine.[6,12,13,15,20,21]
Overdosis
Pengawasan klinis juga dilakukan terhadap pasien overdosis. Lakukan pemantauan tanda vital, elektrolit, analisis gas darah, dan EKG. Gejala overdosis ditandai dengan efek samping ringan hingga depresi pernapasan, hipotermia, hipotensi, dan koma. Gejala overdosis dapat muncul pada pemberian methylergometrine 0,2 mg intravena pada bayi dan pemberian tablet 0,5 mg pada dewasa.[6,12,13,15,20,21]
Dosis letal methylergometrine pada manusia belum ditentukan. Kasus overdosis akan membutuhkan penanganan komprehensif meliputi stabilisasi jalan napas, tindakan dekontaminasi, dan pemberian naloxone, antikoagulan, serta terapi suportif.
Stabilisasi Jalan Napas
Bebaskan jalan napas pasien dan berikan pasien suplementasi oksigen dengan nasal kanul, bag, atau mask. Target terapi tercapai bila irama napas pasien normal, tidak ada sianosis, dan ada kenaikan saturasi oksigen.[6,12,13,15,20,21]
Dekontaminasi
Tindakan ini dilakukan jika pasien sadar dan tidak mengalami sumbatan jalan napas. Dekontaminasi dilakukan dengan pemberian karbon aktif secara oral. Induksi muntah dan bilas lambung tidak disarankan pada pasien.[6,12,13,15,20,21]
Pemberian Naloxone
Struktur methylergometrine yang sangat mirip dengan morfin (kemiripan 60–70%) memungkinkan naloxone untuk digunakan pada kasus overdosis methylergometrine. Naloxone bekerja sebagai antagonis opiat melalui reseptor mu-opioid. Pada overdosis methylergometrine, dosis naloxone yang diberikan adalah 0,4 mg secara intramuskular. Durasi kerjanya berkisar antara 1–4 jam. Withdrawal symptom bisa terjadi jika obat diberikan pada ibu yang mengalami ketergantungan opioid.[6,12,13,15,20,21]
Pemberian Antikoagulan
Pemberian antikoagulan seperti heparin pada kasus overdosis methylergometrine bertujuan untuk mencegah trombosis. Target terapi adalah aPTT atau activated partial thromboplastin time minimal 2 kali nilai rujukan.[6,12,13,15,20,21]
Pemberian Terapi Suportif
Vasodilator dapat digunakan jika terjadi hipertensi dan hipoksemia. Pilihan terapi adalah nitroprusid intravena dengan dosis inisial 1–2 µg/kgBB/menit atau fentolamine intravena dengan dosis inisial 0,5 mg/menit. Obat dititrasi sampai mencapai target perbaikan iskemia dan penurunan tekanan darah. Jika tidak tercapai, obat bisa diberikan melalui infus intraarterial. Untuk membantu perbaikan aliran darah perifer, dokter bisa memberi vasodilator jenis kalsium antagonis misalnya nifedipin.[6,12,13,15,20,21]
Pasien yang mengalami kejang dapat diberikan obat antikonvulsan, seperti midazolam, phenytoin, dan phenobarbital. Nitrogliserin diberikan jika ada gejala vasospasme, yakni dengan dosis 0,15–0,6 mg secara sublingual yang kemudian dilanjutkan dengan pemberian secara intravena sebesar 5–20 µg/menit. Jika respons tidak tercapai, obat dapat diberikan intraarterial.[6,12,13,15,20,21]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur