Beberapa studi telah dilakukan untuk meneliti hubungan antara obesitas pada remaja dan risiko kanker. Obesitas telah dilaporkan sebagai faktor penyebab pengembangan beberapa tipe kanker dan diduga dapat menggantikan merokok sebagai faktor utama kanker. Prevalensi obesitas pada remaja ditemukan telah meningkat secara global dan sejalan dengan peningkatan insidensi kanker pada usia muda.
Dengan mengukur dan mengklasifikasikan indeks massa tubuh (IMT) remaja, beberapa peneliti mencoba menilai hubungan obesitas dengan insidensi kanker hingga kematian yang diakibatkannya.[1-3]
Sekilas tentang Obesitas pada Remaja
Obesitas adalah kejadian peningkatan proporsi tubuh dengan kategori di atas rata-rata nilai normal (IMT >30). Obesitas secara umum dapat ditentukan melalui beberapa pengukuran antropometri, seperti indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang.
Obesitas remaja mengalami peningkatan prevalensi di seluruh dunia sejak 1980. Pada tahun 2016, diperkirakan 1,97 milyar orang dewasa dan 338 juta anak dan remaja di seluruh dunia termasuk dalam kategori kelebihan berat badan (overweight) hingga obesitas.[1-3]
Peningkatan angka ini tidak hanya terlihat di negara berpendapatan tinggi, tetapi juga di negara berpendapatan rendah dan menengah. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa obesitas merupakan masalah global.[1,2]
Obesitas merupakan faktor penyebab berbagai penyakit kronis, seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, dan sindrom metabolik, yang dapat mengurangi angka harapan hidup. Selain itu, overweight dan obesitas juga diduga kuat meningkatkan risiko kejadian kanker saat dewasa.[1,2]
Mekanisme Obesitas dan Risiko Kanker
Asupan energi yang berlebihan dapat menyebabkan lemak terakumulasi pada beberapa bagian tubuh, seperti lengan atas, pinggul, perut, dan paha.
Secara teori, jaringan adiposa (jaringan lemak), terutama yang meliputi organ internal (lemak viseral), diketahui berperan sebagai organ endokrin aktif yang menyekresikan berbagai adipokin proinflamasi, yang berperan baik dalam tingkat lokal maupun sistemik.
Peningkatan jaringan adiposa akan meningkatkan jumlah sekresi adipokin, dan kemudian meningkatkan asam lemak bebas yang memicu resistensi insulin dan berbagai gangguan metabolik lain terkait obesitas.
Lemak viseral memang tidak berperan dalam metabolisme energi manusia, tetapi dapat secara aktif menyekresi hormon dan adipositokin, seperti leptin, adiponektin, resistin, 1-Methylcyclopropene (MCP-1), dan retinol-binding protein 4 (RBP4). Sama seperti TNF-α, RBP4 berperan sebagai interleukin yang meningkatkan progresivitas penyakit kronis, termasuk resistensi insulin dan inflamasi kronis.
Peningkatan penanda inflamasi dapat memicu perkembangan tumor (peningkatan proliferasi dan survival sel ganas, sebagaimana yang terjadi pada angiogenesis). Mekanisme tersebut menjadi dasar dugaan bahwa obesitas, termasuk saat remaja, dapat memicu timbulnya kanker.
Teori lain menjelaskan bahwa obesitas menimbulkan perubahan mekanisme biologis, yaitu bioavailabilitas dan sintesis hormon seks steroid, resistensi insulin, pelepasan growth factor dan/atau sitokin proinflamasi, serta penyimpangan pengeluaran energi yang dapat menyebabkan progresivitas dari sel kanker.
Bahkan, disebutkan bahwa hubungan antara obesitas dengan risiko kanker akan semakin meningkat jika obesitas yang dimiliki semakin lama dialami pada beberapa jenis keganasan, misalnya pada leukemia akut mieloid atau sindrom mielodisplastik.[2-4]
Bukti Ilmiah Hubungan antara Obesitas pada Remaja dan Risiko Kanker
Studi meta analisis oleh American Institute for Cancer Research menelaah hubungan obesitas secara umum dengan timbulnya kanker, yang dimulai dari pengukuran jumlah lemak tubuh pada remaja usia 18 tahun hingga kejadian pertambahan berat badan seterusnya saat dewasa.
Hasil studi ini mengemukakan bahwa obesitas, yang dimulai pada remaja hingga dewasa, dapat meningkatkan risiko kanker mulut, faring dan laring, esofagus, lambung (bagian kardiak), pankreas, empedu, hati, kolorektal, payudara (postmenopause), ovarium, endometrium, prostat, dan ginjal.[2]
Studi kohort jangka panjang oleh Furer et al meneliti 2.298.130 orang dengan 928.110 adalah perempuan dan 1.370.020 adalah laki-laki. Dari total partisipan, terdapat 55.841 kasus kanker. Rerata usia saat didiagnosis adalah 40 tahun.
Studi ini menemukan bahwa terdapat peningkatan risiko untuk kanker jenis apapun pada pria yang memiliki IMT di atas persentil 50 saat remaja. Kanker yang paling utama ditemukan pada pria adalah limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, melanoma, serta kanker kolorektal.
Meskipun demikian, pada perempuan, didapatkan hasil bahwa sebagian besar kasus obesitas tidak berhubungan dengan kejadian kanker, selain kanker serviks dan kanker payudara. Hasil studi juga menunjukan bahwa IMT yang tinggi (overweight: persentil >85–95, obesitas: persentil >95) berkorelasi dengan peningkatan risiko kanker setelah 10 tahun. Selain itu, peningkatan IMT secara positif juga berhubungan dengan peningkatan angka kematian.[1]
Sebuah studi kohort prospektif oleh Levi et al meneliti 1.087.358 laki-laki dan 707.212 perempuan yang berusia 16–19 tahun. Setelah rerata follow-up 23 tahun, ditemukan bahwa 551 partisipan didiagnosis memiliki kanker pankreas, 423 penderita kanker adalah laki-laki dan 128 penderita adalah perempuan.
Jika dibandingkan dengan kelompok IMT rendah hingga normal, IMT yang tinggi, yaitu overweight dan obesitas, diasosiasikan dengan risiko kanker pankreas. Pada pria, analisis yang cukup kuat mendemonstrasikan bahwa semakin tinggi stratifikasi IMT, maka semakin meningkat pula risiko kanker, yang ditunjukkan pada IMT normal–tinggi, overweight, lalu obesitas.
Secara keseluruhan, kanker pankreas yang disebabkan oleh overweight dan obesitas remaja adalah sebesar 13% di antara populasi Israel Yahudi.[5]
Uji kasus terkontrol oleh Kim Kyoung-Nam et al di Korea yang menilai hubungan antara obesitas pada remaja dan kejadian kanker tiroid papilar juga memberikan hasil yang serupa. Penelitian ini menyertakan 1.549 pasien dengan kanker tiroid papilar, dan 15.490 individu sebagai kontrol. IMT partisipan dihitung saat partisipan berusia 18 tahun.
Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja yang memiliki IMT ≥25 pada usia 18 tahun memiliki risiko tinggi untuk mengalami kanker tiroid papiler saat dewasa, jika dibandingkan dengan remaja yang memiliki IMT ≤23 pada usia 18 tahun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa overweight dan obesitas saat remaja dapat meningkatkan risiko kejadian kanker tiroid papiler saat dewasa.[6]
Pentingnya Mengatasi Obesitas pada Remaja
Strategi pencegahan secara umum berfokus pada intervensi gaya hidup untuk mencegah peningkatan berat badan. Menormalkan berat badan sebelum pubertas dianggap sangat krusial dilakukan oleh karena beberapa alasan.
Anak dan remaja yang mengalami obesitas umumnya akan tetap mengalami obesitas saat dewasa. Selain itu, di samping hubungannya dengan risiko berbagai jenis kanker, obesitas pada remaja juga secara signifikan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner; dan gangguan metabolik, seperti diabetes mellitus saat dewasa.[1,3]
Rekomendasi terkait Pencegahan Obesitas
Menurut World Health Organization (WHO), pencegahan obesitas perlu dilakukan sejak usia balita, bahkan dipertimbangkan sebagai prioritas utama. WHO sendiri merekomendasikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah obesitas sejak usia bayi dan balita, yaitu:
- Mempromosikan pemberian ASI eksklusif pada bayi
- Menghindari pemberian gula tambahan dalam susu formula tambahan
- Mengedukasi ibu untuk menerima kemampuan anaknya dalam menerima energi dari makanan yang dimakan, dibandingkan dengan memaksakan anak menghabiskan seluruh makanan yang diberikan
- Memastikan tersedianya asupan mikronutrien yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan
Sedangkan bagi usia anak hingga remaja, pencegahan obesitas dapat dilakukan dengan cara:
- Mempromosikan gaya hidup aktif dengan memodifikasi lingkungan yang meningkatkan aktivitas fisik baik di sekolah maupun komunitas. Aktivitas fisik intensitas sedang direkomendasikan untuk dilakukan minimal 1 jam/hari. Misalnya, berjalan kaki setiap hari
- Membatasi kebiasaan menonton televisi
- Mempromosikan kebiasaan memakan buah dan sayur
- Membatasi asupan makanan berkalori tinggi, tetapi minim mikronutrien, seperti snack kemasan dan mencegah terpaparnya anak dan remaja akan kegiatan promosi makanan jenis ini
- Membatasi asupan minuman soda dengan gula tambahan atau pemanis buatan
- Menyediakan informasi yang cukup dan pelatihan untuk memilih makanan yang sehat[7]
Kesimpulan
Sebagaimana telah dijelaskan dalam uraian di atas, obesitas, khususnya pada remaja, menjadi salah satu faktor peningkatan risiko kejadian kanker. Kondisi ini diduga terjadi akibat peningkatan adipositokin penyebab inflamasi yang disekresikan oleh jaringan adiposa, yang dapat meningkatkan proliferasi sel maligna.
Jenis kanker yang berhubungan dengan obesitas pun diketahui sudah mencapai 12 jenis, di antaranya mulut, faring, laring, esofagus, lambung, pankreas, empedu, hati, kolorektal, payudara, ovarium, endometrium, prostat, dan ginjal
Oleh sebab itu, diperlukan pencegahan obesitas pada anak dan remaja melalui kontrol berat badan sejak dini dengan tetap bergerak aktif dan menjaga asupan nutrisi sehat. Dengan demikian, diharapkan risiko terjadinya kejadian kanker dapat ditekan di kemudian hari.[1-7]