Opsi Terapi Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) dan Non-alcoholic Steatohepatitis (NASH)

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,FINASIM

Opsi terapi Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) dan Non-alcoholic Steatohepatitis (NASH) saat ini dapat menggunakan pendekatan farmakologi dan nonfarmakologi. Pendekatan nonfarmakologi terdiri atas modifikasi gaya hidup yang berfokus pada diet, aktivitas fisik, dan penurunan berat badan.[1-3,6-8]

Pendekatan nonfarmakologi sudah direkomendasikan oleh semua pedoman medis yang ada. Pendekatan farmakologi diberikan jika pasien sudah terdiagnosis NASH progresif  atau NAFLD dan NASH tahap awal yang memiliki risiko tinggi untuk perburukan (umur >50 tahun, memiliki sindrom metabolik, diabetes mellitus, atau peningkatan alanin transferase).[2,3,6,9]

Epidemiologi NAFLD dilaporkan semakin meningkat. Sebuah studi tahun 2019 menyebutkan bahwa 25% populasi dewasa di dunia mengalami NAFLD.[10]

NAFLD merupakan penyakit yang disebabkan oleh penimbunan lemak (steatosis) lebih dari 5% di hepatosit. Jika steatosis tersebut sudah menimbulkan inflamasi dan proses fibrosis maka disebut dengan Non-alcoholic Steatohepatitis (NASH). NASH merupakan bagian dari perjalanan penyakit NAFLD. Jika tidak diterapi, NAFLD akan berakhir dengan sirosis hepatis dengan atau tanpa kanker hepatoseluler.[1-3]NAFLD NASH compPendekatan Nonfarmakologi

Pendekatan nonfarmakologi untuk terapi Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) dan Non-alcoholic Steatohepatitis (NASH) adalah modifikasi gaya hidup yang berfokus pada diet, aktivitas fisik, dan penurunan berat badan.

Diet

Semua pedoman klinis yang ada saat ini, seperti European Association for the Study of the Liver (EASL), National Institute for Health and Care Excellence (NICE), Italian Association for the study of the Liver (AISF), American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD), dan pedoman Asia Pasifik, telah merekomendasikan diet dengan mengurangi jumlah kalori sekitar 500-1000 kkal per hari.[2,3,6-8]

Total kalori direkomendasikan berkisar 1200-1600 kkal per hari dengan komposisi rendah lemak (<30% dari kalori total dan <10% asam lemak jenuh) dan rendah karbohidrat (< 50% dari total kalori). Diet Mediterania adalah diet yang direkomendasikan untuk NAFLD. Selain itu, turut direkomendasikan untuk menghindari makanan dan minuman yang mengandung fruktosa.[2,3,6-8]

Aktivitas Fisik

Untuk aktivitas fisik, semua pedoman klinis saat ini sepakat merekomendasikan kegiatan aerobik dan resistance training sekitar 150-200 menit  per minggu, dibagi dalam 3-5 sesi. Kombinasi upaya restriksi diet dan aktivitas fisik berkala ditujukan untuk mencapai penurunan berat badan sekitar 500 hingga 1000 gram per minggu atau 7-10% penurunan berat badan total.[2,3,6-8]

Pendekatan Farmakologi

Berdasarkan data studi klinis, beberapa agen farmakologi yang bermanfaat untuk penatalaksanaan Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) dan Non-alcoholic Steatohepatitis (NASH) adalah vitamin E, pioglitazone, liraglutide, silymarin, asam ursodeoksikolat (UDCA), asam lemak omega-3, dan pentoksifilin.[2,3,6,9]

Vitamin E

Vitamin E merupakan salah satu antioksidan poten yang tersedia di alam. Efek antioksidan vitamin E diketahui dapat memperbaiki stres oksidatif dan disfungsi mitokondria yang berperan pada patofisiologi NAFLD menjadi NASH.

Sudah banyak studi klinis yang mempelajari dampak vitamin E (dalam isoform alpha tocopherol) terhadap NAFLD dan NASH, dengan  durasi penelitian berkisar dari 24 minggu hingga 2 tahun, dengan rentang dosis dari 800 unit hingga 1000  unit per hari. Selain itu, ada pula penelitian terkait mixed tocotrienol (isoform lain dari vitamin E) dengan dosis berkisar dari 100-200 mg per hari, dengan durasi studi berkisar dari 3 bulan hingga satu tahun.[2,3,6,9-14]

Data meta analisis dan tinjauan sistematik menyimpulkan bahwa vitamin E, baik dalam isoform tocopherol maupun tocotrienol, dapat mengurangi level serum aminotransferase dan mampu memperbaiki steatosis maupun inflamasi. Bahkan untuk isoform tocotrienol, sejumlah data meskipun masih perlu diuji konsistensinya, menyiratkan potensi perbaikan terhadap fibrosis pada pengukuran liver stiffness  dan respon ekogenik USG.[2,3,6,9-14]

Hasil positif ini masih dibayangi oleh kekuatiran terhadap potensi merugikan penggunaan dosis tinggi vitamin E terhadap mortalitas. Hingga saat ini, hanya pedoman NICE dan AASLD yang sudah merekomendasikan secara terbatas penggunaan vitamin E untuk kasus NASH nondiabetes.[2,3,6,9-14]

Pioglitazone

Pioglitazone mempunyai efek sensitisasi insulin yang dapat memperbaiki resistensi insulin yang berperan pada patofisiologi NAFLD. Selain itu, pioglitazone dapat meningkatkan kadar adiponektin yang akan mengurangi aksi sitokin proinflamasi, seperti tumor necrosis factor alpha, dan meningkatkan beta oksidatif asam lemak melalui aktivasi 5′adenosine monophosphate-activated protein kinase (AMP-K) di hepar.[2,3,6,9,11,15-17]

Menurut sejumlah data studi klinis, pioglitazone dengan dosis 30 mg per hari terbukti mampu meningkatkan sensitivitas insulin, memperbaiki level aminotransferase, steatosis, inflamasi, dan parameter histologi NASH. Namun, tidak bermanfaat untuk fibrosis.[2,3,6,9,11,15]

Hingga kini, hanya pedoman NICE dan AASLD yang merekomendasikan penggunaan pioglitazone secara terbatas pada pasien NASH dengan diabetes melitus tipe 2. Sedangkan, pedoman EASL menyarankan untuk mempertimbangkan penggunaan pioglitazone secara terbatas pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang sudah terbukti mengalami NAFLD.[3,6,9]

Liraglutide

Liraglutide bekerja pada glucose-insulin interplay sebagai incretin mimetic effect yang diduga bisa bermanfaat dalam penatalaksanaan NAFLD. Potensi GLP-1 analog dalam patofisiologi NAFLD didasari oleh studi yang menemukan bahwa pasien NAFLD memiliki konsentrasi hormon inkretin rendah jika dibandingkan populasi sehat.[15-18]

Potensi liraglutide dalam penatalaksanaan NASH dipelopori oleh Armstrong et al pada tahun 2015. Hasil studi mereka menemukan bahwa liraglutide dengan dosis 1,8 mg per hari selama 48 minggu terapi mampu menghasilkan resolusi histologi hepar pada pasien NASH jika dibanding placebo. Namun, tidak ada manfaat pada fibrosis.[3,6,9,17,18]

Pedoman saat ini belum merekomendasikan penggunaan liraglutide untuk penatalaksanaan NASH dikarenakan masih kurangnya bukti klinis yang tersedia.[2,3,6,9]

Silymarin

Silymarin merupakan ekstrak aktif dari Silybum marianum atau yang dikenal juga dengan milk thistle, famili dari Asteraceae/Compositae yang sudah lama digunakan untuk terapi penyakit hepar. Telah diketahui bahwa silymarin mempunyai efek antioksidan, antiinflamasi, dan antifibrosis.[6,9,19,20]

Meta analisis dari Zhong et al terhadap 8 penelitian acak terkontrol menemukan bahwa silymarin, dengan rentang dosis 70 mg 3 kali seminggu hingga 140 mg 2 kali seminggu selama 12 minggu, dapat mengurangi kadar transaminase pada pasien NAFLD. Namun, belum ada data adekuat yang bisa membuktikan pengaruh silymarin terhadap fibrosis. Hingga saat ini, silymarin belum direkomendasikan oleh pedoman klinis karena keterbatasan data klinis.[6,9,19,20]

Asam Ursodeoksikolat (UDCA)

Asam ursodeoksikolat (UDCA) diketahui mempunyai efek antiapoptotik dan antiinflamasi pada hepar. Pada tahun 2013, Xiang et al menulis tinjauan sistematik tentang penggunaan UDCA pada NASH yang melibatkan data penelitian dari basis data negara barat dan China.[6,9,21]

Mereka mengevaluasi data 12 percobaan klinis acak, dengan durasi terapi 3-24 bulan, dengan dosis UDCA 25-35 mg/kg/hari. Hasil analisis menemukan bahwa UDCA efektif dalam terapi NASH namun kualitas dari studi yang dievaluasi masih kurang baik. Dengan masih kurangnya bukti klinis yang meyakinkan, pedoman klinis saat ini belum ada yang merekomendasikan penggunaan UDCA untuk terapi NAFLD dan NASH.[6,9,21,22]

Asam lemak Omega -3 (Polyunsaturated Fatty Acid)

Rantai panjang asam lemak omega-3 diketahui bermanfaat positif untuk mengurangi inflamasi dan metabolisme lipid pada liver. Namun, data klinis yang ada masih menunjukkan hasil yang tidak konsisten. Oleh karena itu, asam lemak omega-3 masih belum direkomendasikan oleh pedoman klinis terapi NAFLD dan NASH.[6,9,22,23]

Pentoksifilin

Pentoksifilin dapat menghambat produksi tumor necrosis alpha yang berhubungan dengan progresi NAFLD menjadi NASH. Data dari studi klinis yang ada mengindikasikan efek positif pentoksifilin dalam hal perbaikan level transaminase. Namun, masih belum ada data adekuat yang memeriksa manfaat positif pentoksifilin untuk perbaikan histologi steatohepatitis. Pedoman klinis saat ini masih belum merekomendasikan pemberian pentoksifilin untuk terapi NAFLD dan NASH. [2,6,9,22]

Potensi Terapi Baru untuk NAFLD dan NASH

Berbagai terapi baru ditemukan berpotensi untuk tata laksana Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) dan Non-alcoholic Steatohepatitis (NASH). Terapi baru ini di antaranya asam obetikolik, elafibranor, dan cenicriviroc.

Asam Obetikolik (OCA)

Asam obetikolik (OCA) merupakan varian sintetik dari asam kenodeoksikolat. Asam obetikolik bekerja sebagai aktivator poten terhadap reseptor nuklear farsenoid X yang ada di hepar. Aktivasi reseptor tersebut akan meningkatkan sensitivitas insulin, mengurangi glukoneogenesis, dan mengurangi deposisi lemak liver dan steatosis.[2,6,9,22,24-26]

Pada tahun 2013, Mudaliar et al melaporkan bahwa pemberian OCA 25-50 mg pada pasien diabetes melitus tipe 2 dengan NAFLD selama 6 minggu dapat mengurangi level transaminase dan penanda fibrosis hepar. Percobaan lainnya di tahun 2015, FLINT trial, menemukan adanya perbaikan pada fitur histologi pasien NASH yang diberikan 25 mg OCA per hari.[24]

Saat ini, sedang berlangsung penelitian acak terkontrol fase 3 (REGENERATE study) mengenai efek OCA pada pasien NASH. Laporan analisis interim dalam 18 bulan pertama, menemukan bahwa 25 mg OCA dapat memperbaiki fibrosis pada pasien NASH.[25,26]

Elafibranor

Elafibranor merupakan agonis untuk peroxisome proliferator-activated receptor (PPAR) á/ä. Ekspresi gen PPAR-á menunjukkan korelasi negatif dengan derajat keparahan NASH dan lemak viseral pada pasien NAFLD. Data klinis sementara menunjukkan bahwa pemberian elafibranor 120 mg per hari selama 52 minggu dapat memperbaiki steatosis maupun fibrosis pada pasien NASH. Saat ini, masih berlangsung penelitian fase III untuk elafibranor.[22]

Cenicriviroc

Ekspresi berlebihan kemokin inflamasi CCL2 (MCP-1) dan CCL-5 (RANTES) pada pasien NASH berhubungan dengan perburukan inflamasi hepar dan fibrosis. Cenicriviroc menghambat reseptor kemokin CCL2 (CCR-2) dan CCL-5 (CCR-5) sehingga berpotensi untuk efek antifibrosis. Saat ini sedang berlangsung penelitian CENTAUR yang memeriksa dampak pemberian Cenicriviroc pada pasien NASH.[22]

Kesimpulan

Modifikasi gaya hidup yang berfokus pada restriksi diet, aktivitas fisik, dan penurunan berat badan merupakan satu-satunya rekomendasi yang dianjurkan oleh semua pedoman klinis untuk penatalaksanaan Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) dan Non-alcoholic Steatohepatitis (NASH) hingga saat ini.

Dari sejumlah agen farmakologi yang sudah diteliti untuk terapi NAFLD dan NASH, hanya vitamin E dan pioglitazone yang sudah direkomendasi secara terbatas oleh pedoman klinis. Vitamin E disarankan untuk penderita NAFLD nondiabetik, sementara pioglitazone disarankan untuk penderita NAFLD dengan diabetes mellitus. Penggunaan opsi farmakologi lainnya masih bersifat off label.

Namun, berbagai penelitian sedang menganalisis potensi terapi baru untuk NAFLD dan NASH, seperti asam obetikolik, elafibranor dan cenicriviroc.

Referensi