Parent-based language intervention untuk balita yang terlambat bicara adalah metode terapi bicara yang mengandalkan partisipasi orang tua. Keterlambatan bicara adalah kondisi di mana anak tidak mampu berbicara sesuai usia yang diharapkan. Kondisi ini perlu diintervensi secara dini karena sekitar 40–60% kasus dapat menetap hingga usia dewasa jika tidak dikelola dengan baik.[1]
Keterlambatan bicara pada anak dikhawatirkan dapat meningkatkan gangguan sosial, emosional, tingkah laku, dan kognitif. Studi di India yang melibatkan 1.658 anak berusia 1–12 tahun menunjukkan bahwa prevalensi keterlambatan bicara adalah sekitar 2,53%, di mana beberapa anak juga memiliki kecenderungan autisme, cerebral palsy, dan gangguan pendengaran sebagai komorbidnya.[1]
Beberapa faktor risiko yang diduga memengaruhi keterlambatan bicara adalah riwayat asfiksia, kejang, deformitas orofaring, rendahnya tingkat pendidikan orang tua, riwayat keluarga dengan keterlambatan bicara, dan stimulasi yang tidak adekuat.[1]
Anak yang terlambat bicara memerlukan panutan atau model untuk bisa bicara. Terapi bicara umumnya dilakukan oleh speech therapist, yang meliputi terapi oromotor untuk melatih otot-otot berbicara, metode modelling agar anak mampu melakukan imitasi, dan terapi perilaku agar anak bisa fokus. Selain itu, ada aktivitas belajar sambil bermain, sehingga anak dapat mau berbicara dalam suasana yang menyenangkan.[2]
Metode Parent-Based Language Intervention
Secara umum, parent-based language intervention menjadikan orang tua sebagai pengganti speech therapist. Orang tua akan diberikan silabus yang berisi materi yang harus diterapkan di rumah bersama balita mereka yang mengalami keterlambatan bicara. Orang tua akan menjalani beberapa sesi latihan bersama speech therapist.[3]
Orang tua akan diajarkan mengenai strategi spesifik yang dapat meningkatkan interaksi komunikasi dengan balita mereka. Melalui sesi latihan ini, orang tua diharapkan dapat menguasai materi dan kemudian menerapkannya ketika mereka berinteraksi dengan balita mereka di rumah.[3]
Orang tua dinilai dapat menggantikan peran speech therapist karena balita biasanya kurang responsif terhadap orang baru yang belum mereka kenal (speech therapist) bila dibandingkan dengan orang tua mereka sendiri. Selain itu, penyampaian materi dengan strategi spesifik kepada balita dapat diserap lebih baik jika disampaikan oleh orang tua, karena orang tua paling banyak menghabiskan waktu bersama balita tersebut.[3]
Heidelberg parent-based language intervention adalah salah satu jenis parent-based language intervention yang dipakai di Jerman dan beberapa negara lain dengan bahasa pengantar Jerman. Metode ini dikembangkan oleh Anke Buschmann pada tahun 2003 dan diperuntukkan bagi orang tua dan balita (usia 2 tahun) yang terlambat bicara.[4]
Sebelum menerapkan Heidelberg parent-based language intervention, dokter harus memastikan bahwa keterlambatan bicara pada anak tidak disebabkan oleh gangguan pendengaran, disabilitas intelektual, autisme, atau gangguan neurologis seperti cerebral palsy atau kurangnya interaksi psikososial.[4]
Efektivitas Parent-Based Language Intervention
Berbagai uji klinis dan meta analisis telah dilakukan untuk membandingkan efektivitas parent-based language intervention dengan manajemen standar pada anak-anak yang terlambat bicara.
Studi Farrag et al
Suatu studi di Mesir mengelompokkan pasangan ibu dan anak yang terlambat bicara ke dalam grup intervensi (68 pasang) atau grup kontrol (11 pasang). Ibu dalam grup intervensi diberikan latihan terapi bahasa spesifik sebanyak dua kali per minggu selama 6 minggu agar dapat melatih anaknya. Sementara itu, anak dalam grup kontrol hanya diberikan manajemen standar sesuai regulasi Sekolah Dasar (SD) di Mesir.[5]
Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa pada grup intervensi, persentase anak dengan keterlambatan bicara yang parah turun dari 30,9% sebelum intervensi menjadi 16,2% setelah intervensi. Pada grup kontrol, persentase anak dengan keterlambatan bicara yang parah naik dari 18,2% sebelum studi menjadi 54,5% setelah studi. Pelaku studi menyimpulkan bahwa parent-based language intervention bermanfaat signifikan.[5]
Studi Roberts et al
Meta analisis lain yang melibatkan 59 studi acak dan 17 studi nonacak dengan total 5.848 anak berusia <6 tahun menunjukan ada hubungan yang erat antara pelatihan orang tua, komunikasi anak, dan luaran bahasa yang diharapkan.[6]
Anak yang memiliki gangguan perkembangan bahasa bisa menunjukkan luaran bahasa yang lebih baik bila terapi komunikasi didukung juga dengan pelatihan khusus kepada orang tuanya. Hasil meta analisis ini menekankan pentingnya pelatihan kepada orang tua untuk melakukan program pencegahan dan intervensi gangguan perkembangan bahasa pada anak.[6]
Studi Zuccarini et al
Keterlambatan bicara pada bayi yang prematur maupun bayi cukup bulan sama-sama menunjukan perbaikan yang signifikan (menambah kosa kata) setelah stimulasi bahasa ekspresif yang melibatkan orang tua.[7]
Studi Buschmann et al
Buschmann et al mengadakan uji kontrol terkendali terhadap 58 balita (usia 24–27 bulan) yang mengalami specific expressive language delay (SELD) dan memiliki kosa kata <50 kata. Subjek penelitian diberikan pre-test kemudian dibagi ke dalam dua grup, yakni grup intervensi dan grup menunggu (waiting group).[8]
Grup intervensi diberikan Heidelberg parent-based language intervention dalam jangka waktu 3 bulan, yang terdiri dari tujuh sesi (tiap sesi berdurasi 2 jam) dan satu sesi yang berdurasi 3 jam diberikan 6 bulan kemudian.[8]
Hasil menunjukkan bahwa grup intervensi memiliki skor post-test yang lebih tinggi daripada waiting group. Hasil follow-up 12 bulan setelah intervensi juga menunjukkan bahwa kelompok intervensi memiliki kosa kata yang secara signifikan lebih banyak jika dibandingkan dengan waiting group.[8]
Kesimpulan
Parent-based language intervention diharapkan dapat membantu balita yang terlambat bicara untuk menyerap materi secara lebih baik karena materi disampaikan dengan strategi spesifik oleh individu yang sudah mereka kenal, yakni orang tua mereka sendiri.
Selain itu, orang tua juga diharapkan bisa terus melanjutkan interaksi dan komunikasi dengan strategi spesifik tersebut di rumah ketika mereka berinteraksi dengan balita, meskipun durasi intervensi sudah selesai.
Studi yang membandingkan efektivitas metode parent-based language intervention dan terapi oleh speech therapist secara head-to-head masih terbatas. Namun, parent-based language intervention ditemukan lebih baik daripada wait-and-see.
Penulisan pertama oleh: dr. Hunied Kautsar