Terdapat pembaruan pada pedoman kehamilan kembar dan triplet dari National Institute for Health and Care Excellence (NICE) yang dirilis pada April 2024. Pedoman ini bertujuan untuk mengurangi risiko komplikasi dan meningkatkan luaran kehamilan dengan memfokuskan pada deteksi dini korionisitas dan pemantauan intensif terhadap komplikasi spesifik, seperti sindrom transfusi feto-fetal (TTTS) dan kelahiran prematur.
Pembaruan ini menekankan pentingnya pendekatan multidisiplin, melibatkan spesialis obstetri, bidan khusus, dan sonografer berpengalaman. Selain itu, pedoman ini merekomendasikan strategi manajemen aktif pada persalinan untuk meminimalkan risiko perdarahan postpartum dan memastikan keselamatan ibu serta bayi.[1]
Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini
Penyakit | Kehamilan Kembar dan Triplet |
Tipe | Penatalaksanaan |
Yang Merumuskan | National Institute for Health and Care Excellence (NICE) |
Tahun | 2024 |
Negara Asal | United Kingdom |
Dokter Sasaran | Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Bidan, Sonografer, Tenaga Medis Perinatal |
Penentuan Tingkat Bukti
Rekomendasi dalam pedoman ini disusun berdasarkan tinjauan sistematik yang dilakukan oleh kelompok panel ahli dari NICE. Proses evaluasi dimulai dengan pencarian literatur menggunakan basis data seperti Medline, Embase, dan Cochrane. Artikel yang relevan diidentifikasi dan ditinjau secara independen oleh dua anggota panel.
Tingkat bukti (Level of Evidence/LOE) dan Kelas Rekomendasi (Class of Recommendation/COR) ditentukan dengan mempertimbangkan jumlah, kualitas, dan konsistensi bukti yang tersedia, serta dampaknya terhadap hasil klinis. Rekomendasi yang dihasilkan diajukan untuk peer review guna memastikan akurasi dan relevansi klinis.[1]
Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda
Pedoman ini mencakup rekomendasi perawatan antenatal dan intrapartum untuk ibu hamil dengan kehamilan kembar atau triplet. Pembaruan ini memberikan rekomendasi baru, termasuk penggunaan kapsul progesteron 200 mg untuk mencegah prematuritas.[1]
Penentuan Usia Kehamilan dan Korionisitas
- Pada trimester pertama, direkomendasikan untuk melakukan USG untuk menentukan usia kehamilan dan korionisitas, menggunakan massa plasenta, membran amnion, serta tanda lambda atau T.
- Usia kehamilan dihitung berdasarkan janin terbesar untuk menghindari kesalahan karena pertumbuhan yang abnormal.[1]
Perawatan Antenatal
- Tim perawatan harus terdiri dari dokter spesialis kandungan, bidan khusus, dan sonografer yang berpengalaman, dengan dukungan dari profesional kesehatan mental, ahli gizi, dan spesialis nutrisi jika diperlukan.
- Pemeriksaan antenatal untuk kembar dikorionik diamniotik tanpa komplikasi adalah minimal 8 kunjungan, dengan pemeriksaan USG terjadwal di minggu ke-20, 24, 28, 32, dan 36.
- Kembar monokorionik diamniotik harus diperiksa lebih sering, dengan 11 kunjungan yang mencakup pemantauan intensif dari minggu ke-16.[1]
Pencegahan Kelahiran Prematur
- Pemantauan panjang serviks dilakukan antara minggu ke-16 dan 20. Jika panjangnya ≤25 mm, berikan progesteron 200 mg pervaginam setiap malam hingga minggu ke-34.
- Tindakan sirklase, pessary, dan bedrest tidak disarankan karena tidak efektif mencegah persalinan preterm.[1]
Penanganan Komplikasi Fetal
- Lakukan pemantauan doppler secara intensif jika terdapat perbedaan berat ≥20% antar janin, atau segera rujuk jika diskordansi mencapai 25% dengan janin di bawah persentil ke-10.
- Sebagai manajemen TAPS (twin anaemia polycythaemia sequence), lakukan pemantauan dengan MCA-PSV (middle cerebral artery peak systolic velocity) dari minggu ke-16 untuk deteksi dini komplikasi terkait monokorionisitas.[1]
Rencana Persalinan
- Mulai diskusi rencana persalinan sejak minggu ke-24, dengan mencakup pembahasan mengenai lokasi dan mode persalinan. Lakukan sectio caesarea jika ada janin yang tidak dalam presentasi kepala, atau jika terjadi komplikasi monokorionik.
- Persalinan untuk kembar dikorionik diamniotik dijadwalkan pada minggu ke-37, dan kembar monokorionik diamniotik pada minggu ke-36, untuk meminimalkan risiko kematian janin.
- Saat persalinan, gunakan cardiotocography untuk memantau kedua janin secara bersamaan. Jika hasil tidak meyakinkan, lakukan penilaian USG dan pertimbangkan sectio caesarea.
- Pilih manajemen aktif kala ketiga untuk mengurangi risiko perdarahan postpartum, dengan pemberian oxytocin serta penyiapan akses intravena dan transfusi darah jika diperlukan.[1]
Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia
Tidak ada pedoman khusus yang membahas mengenai manajemen kehamilan multiple di Indonesia. Dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Komplikasi Kehamilan yang dipublikasikan Kementerian Kesehatan, pedoman mengenai kehamilan multiple digabungkan pada komplikasi kehamilan lain seperti preeklampsia dan ketuban pecah dini, tanpa ada rekomendasi khusus untuk perawatan kehamilan multiple.[2]
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) juga tidak mengeluarkan pedoman khusus untuk manajemen kehamilan multiple. Meski begitu, dalam panduan untuk persalinan preterm, POGI membahas sedikit mengenai kehamilan multiple, yang mana menyebutkan bahwa sirklase serviks tidak direkomendasikan sebagai pencegahan kelahiran prematur pada hamil kembar (sama dengan rekomendasi NICE).[3]
Kesimpulan
National Institute for Health and Care Excellence (NICE) mengeluarkan pedoman manajemen kehamilan multiple pada tahun 2024. Rekomendasi utama dalam pedoman ini adalah:
- USG perlu dilakukan pada trimester pertama untuk menilai usia kehamilan, korionisitas, dan amnionisitas. Usia kehamilan ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan pada bayi yang ukurannya lebih besar.
- Perawatan antenatal dilakukan minimal 8 kunjungan untuk kembar dikorionik diamniotik dan minimal 11 kunjungan pada kembar monokorionik diamniotik.
- Perencanaan persalinan dimulai di usia kehamilan 24 minggu, yang mana sectio caesarea dipilih jika ada bayi yang tidak dalam presentasi kepala atau jika terjadi komplikasi monokorionik.