Pedoman tata laksana acne vulgaris dipublikasikan oleh American Academy of Dermatology (AAD) pada tahun 2024. Pedoman ini merupakan pembaruan dari versi sebelumnya yang dipublikasikan di tahun 2016. Salah satu rekomendasi dalam pedoman ini adalah tentang penggunaan agen topikal multimodal dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda, seperti benzoil peroksida, retinoid, antibiotik, asam salisilat, dan asam azaleat.
Untuk terapi sistemik pada acne vulgaris, pedoman ini tidak merekomendasikan penggunaan antibiotik sistemik secara rutin ataupun sebagai monoterapi. Ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi dan efek samping terkait antibiotik. Agen antibiotik sistemik pilihan adalah doxycycline. Pilihan lain adalah minocycline dan sarecycline.[1]
Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini
| Penyakit | Acne Vulgaris |
| Tipe | Penatalaksanaan |
| Yang Merumuskan | American Academy of Dermatology (AAD) |
| Tahun | 2024 |
| Negara Asal | Amerika Serikat |
| Dokter Sasaran | Dokter Umum, Dokter Spesialis Kulit, Kelamin dan Estetik |
Penentuan Tingkat Bukti
Penentuan tingkat bukti dalam pedoman klinis ini dilakukan melalui tinjauan sistematik oleh panel ahli AAD. Prosesnya mencakup evaluasi efektivitas dan keamanan berbagai terapi untuk acne berdasarkan beberapa pertanyaan klinis utama yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan kriteria patient, intervention, comparator, outcome (PICO).
Panel ahli terdiri dari spesialis dermatologi, dokter anak, dan perwakilan pasien, yang menggunakan pendekatan Grading of Recommendations, Assessment, Development, and Evaluation (GRADE). Tingkat bukti dan kekuatan rekomendasi kemudian dikategorikan menjadi tinggi, sedang, rendah, atau sangat rendah berdasarkan tingkat keyakinan terhadap keakuratan efek yang diestimasi.
Sementara itu, kekuatan rekomendasi dibagi menjadi strong (kuat) dan conditional (bersyarat). Rekomendasi kuat diberikan bila manfaat jelas melebihi risiko atau sebaliknya, sedangkan rekomendasi bersyarat digunakan bila manfaat dan risiko relatif seimbang, sehingga keputusan akhir dapat bervariasi tergantung pada nilai dan preferensi pasien.[1]
Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda
Pedoman klinis ini membagi rekomendasi terapi untuk acne vulgaris menjadi terapi topikal, antibiotik sistemik, agen hormonal, isotretinoin oral, modalitas fisik, terapi tambahan dan alternatif, serta intervensi diet dan lingkungan.[1]
Rekomendasi Terapi Topikal
Terapi topikal masih menjadi terapi andalan untuk acne vulgaris. Terapi ini dapat digunakan untuk terapi awal dan pemeliharaan, sebagai kombinasi dengan terapi topikal atau oral lain. Berikut beberapa rekomendasi terapi topikal untuk tata laksana acne vulgaris:
- Terapi topikal sebaiknya digunakan dalam bentuk kombinasi, yang menggabungkan berbagai agen dengan mekanisme kerja yang berbeda-beda
- Antibiotik topikal tidak boleh digunakan sebagai terapi tunggal.
Benzoil peroksida, retinoid, antibiotik, clascoterone, asam salisilat, dan asam azaleat topikal merupakan agen yang direkomendasikan.[1]
Rekomendasi Penggunaan Antibiotik Sistemik
Berikut ini merupakan rekomendasi penggunaan antibiotik sistemik yang perlu diperhatikan:
- Antibiotik sistemik tidak digunakan secara rutin dalam penanganan acne vulgaris. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi antibiotik dan efek samping terkait penggunaan antibiotik lainnya.
- Jika digunakan, antibiotik sistemik tidak digunakan sebagai monoterapi, melainkan harus digunakan bersama terapi topikal seperti benzoil peroksida.
- Jika digunakan, antibiotik sistemik harus digunakan dalam durasi tersingkat, biasanya tidak lebih dari 3-4 bulan.
- Agen antibiotik yang dianjurkan adalah doxycycline. Alternatifnya adalah minocycline dan sarecycline.[1]
Rekomendasi Penggunaan Agen Hormonal
Agen kontrasepsi oral kombinasi yang berisikan estrogen dan progestin dapat dipertimbangkan untuk penatalaksanaan acne vulgaris, yakni dikombinasikan dengan terapi oral atau modalitas topikal lain. Meski demikian, sebelum penggunaan kontrasepsi oral kombinasi perlu dilakukan evaluasi faktor risiko pasien, termasuk faktor risiko kardiovaskular, kanker serviks, dan kanker payudara.
Terapi lain yang juga bisa dipertimbangkan adalah spironolactone. Obat ini adalah reseptor antagonis aldosterone yang menghambat ikatan testosterone dan dihidrotestoteron secara selektif pada reseptor androgen di kulit. Perlu diingat bahwa spironolactone belum disetujui FDA untuk terapi acne. Jika digunakan, pengukuran kadar kalium tidak selalu diperlukan, kecuali pada pasien risiko tinggi hiperkalemia.
Pada pasien dengan acne papul atau nodul yang besar, penggunaan injeksi kortikosteroid intralesi bisa dipertimbangkan. Injeksi kortikosteroid intralesi digunakan untuk mempercepat penyembuhan inflamasi dan nyeri. Kortikosteroid intralesi sebaiknya digunakan dalam konsentrasi dan volume rendah untuk meminimalkan risiko terjadinya efek samping lokal akibat kortikosteroid. Contoh agen yang bisa digunakan adalah triamcinolone 2,5-5 mg/ml.[1]
Rekomendasi Penggunaan Isotretinoin Oral
Isotretinoin oral direkomendasikan pada pasien dengan acne derajat berat yang tidak mencapai respon klinis adekuat setelah terapi dengan agen topikal atau agen sistemik lainnya. Jika isotretinoin digunakan, evaluasi parameter fungsi hati dan profil lipid mungkin diperlukan (sesuai indikasi). Selain itu, pastikan pasien yang mengonsumsi isotretinoin menerapkan cara pencegahan kehamilan dengan efikasi yang tinggi karena isotretinoin bersifat teratogenik.[1]
Rekomendasi Lainnya
Beberapa rekomendasi tata laksana lain yang perlu diperhatikan adalah:
- Penggunaan pneumatic broadband light sebagai tambahan terhadap terapi gel adapalene 0,3% tidak direkomendasikan.
- Bukti klinis yang ada masih inadekuat untuk membuat rekomendasi terkait penggunaan ekstraksi komedo atau ekstraksi acne, chemical peeling, laser and light-based devices, microneedle radiofrequency device, dan terapi fotodinamik dengan asam aminolevulinat untuk terapi acne.
- Bukti klinis yang ada masih inadekuat untuk membuat rekomendasi terkait penggunaan bahan alam atau herbal, ataupun penggunaan diet rendah susu, rendah gandum, asam lemak omega-3, dan coklat sebagai terapi acne.[1]
Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia
Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) sudah mempublikasikan pedoman penanganan acne vulgaris. Pedoman ini memiliki banyak kesamaan dengan AAD, seperti rekomendasi untuk menggunakan terapi topikal kombinasi dengan agen yang memiliki mekanisme aksi berbeda-beda. Selain itu, sama seperti pedoman AAD, PERDOSKI juga menyarankan pembatasan penggunaan antibiotik sistemik dalam tata laksana acne.[2]
Kesimpulan
American Academy of Dermatology (AAD) mempublikasikan pedoman tata laksana acne vulgaris pada tahun 2024. Beberapa rekomendasi klinis yang perlu diperhatikan adalah:
- Agen topikal merupakan terapi yang disarankan untuk acne vulgaris, yakni menggunakan kombinasi agen dengan mekanisme kerja yang bervariasi.
- Antibiotik, baik topikal maupun sistemik, tidak digunakan sebagai monoterapi dalam tata laksana acne vulgaris.
- Antibiotik sistemik tidak digunakan secara rutin dalam terapi acne vulgaris. Jika digunakan, pastikan durasi terapi sesingkat mungkin (umumnya 3-4 bulan maksimal). Doxycycline merupakan antibiotik sistemik yang dianjurkan.
- Injeksi kortikosteroid intralesi bisa digunakan pada kasus acne papul atau nodul yang besar. Gunakan konsentrasi dan volume rendah untuk meminimalisir efek samping lokal.
- Isotretinoin oral digunakan pada kasus acne derajat berat yang tidak berespon adekuat setelah terapi dengan agen topikal atau agen sistemik lainnya. Pastikan pasien tidak hamil sebelum memberi terapi isotretinoin, dan pastikan pasien menggunakan kontrasepsi dengan efikasi tinggi selama terapi karena obat ini teratogenik.
