Penemuan protein Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats (CRISPR) dan CRISPR-associated (Cas) telah memicu perkembangan penelitian terkait pengeditan genom dan potensi penggunaannya dalam dunia medis. CRISPR dan Cas diharapkan dapat digunakan dalam berbagai kondisi genetik, seperti thalassemia, penyakit Fanconi, dan penyakit Huntington.
Sekilas Tentang Pengeditan Genom
Gen merupakan bagian dari deoxyribonucleic acid (DNA) yang bertanggung jawab sebagai pembuat protein yang menurunkan informasi genetika. Fungsi gen dapat dinonaktifkan dengan rekombinasi homolog atau dengan memblokir ribonucleic acid (RNA) pembawa pesannya melalui intervensi RNA. Hal ini dapat dilakukan dengan transfeksi sel atau transgenesis organisme. Pengeditan genom dapat memanipulasi gen dengan harapan dapat memperbaiki beberapa penyakit bawaan.[1,2]
Pengeditan genom didasarkan penggunaan nuklease yang sangat spesifik dan dapat diprogram. Mekanisme perbaikan pada pengeditan genom dapat berupa pembuatan, penyisipan, penghapusan, atau penggantian pada area target. Mekanisme perbaikan ini merupakan mutasi yang dapat mengganggu, menghilangkan, atau memperbaiki cacat gen sehingga dapat memperbaiki DNA penyebab penyakit.[3,4]
CRISPR terdiri dari guide RNA (gRNA) yang mengarahkan nuklease Cas9 untuk membuat double-strand break (DSB) di tempat spesifik genom, sehingga menghasilkan perubahan genom spesifik dalam upaya pengeditan genom. Sistem ini lebih sederhana, cepat, dan efisien untuk memodifikasi gen endogen sehingga telah diterima secara luas.[4]
Mekanisme Pengeditan Genom CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats)
CRISPR/Cas9 merupakan sistem yang digunakan untuk mengedit gen target secara efektif. Protein Cas-9 terdiri dari 2 domain endonuklease, yaitu RuvC dan HNH. RuvC memotong untai DNA non-komplementer, sedangkan HNH memotong untai komplementer. Secara bersama, kedua domain ini menghasilkan double-strand break (DSB) pada DNA target.
Komponen lain dari CRISPR/Cas9 dalam penyuntingan gen target yang efektif adalah RNA pemandu tunggal (sgRNA). sgRNA membawa sekuens scaffold yang memungkinkannya berjangkar pada Cas9 dan sekuens spacer 20 pasangan basa komplementer dari gen target. sgRNA ini akan memandu kompleks CRISPR/Cas9 ke lokasi genom yang diinginkan. Kemudian, pengeditan genom akan tergantung pada 2 jalur khusus, yaitu non-homologous end-joining (NHEJ) atau homology-directed repair (HDR).[3,5-7]
Jalur Non-homologous End-joining (NHEJ)
Jalur non-homologous end-joining (NHEJ) terjadi lebih sering dalam hampir semua tipe sel. Jalur ini melibatkan insersi dan delesi acak dari pasangan basa pada lokasi pengeditan, umumnya menghasilkan frameshift mutation dan membentuk stop kodon prematur atau polipeptida nonfungsional. Meski demikian, mekanisme ini rentan mengalami eror.[3,5-7]
Jalur Homology-directed Repair
Jalur homology-directed repair (HDR) memiliki potensi besar secara klinis karena lebih bebas dari eror. Jalur ini menggunakan regio homolog dari untai DNA yang belum diedit sebagai templat untuk mengoreksi DNA yang rusak. Percobaan eksperimental menunjukkan bahwa jalur ini dapat digunakan pada templat donor eksogen dengan mesin CRISPR/Cas9 sehingga menghasilkan pengeditan genom sesuai keinginan.[3,5-7]
Potensi Manfaat Klinis CRISPR (Clustered Regularly Interspaced Short Palindromic Repeats)
Pengeditan genom menyebabkan pemulihan fungsi gen atau kompensasi mutasi. Sistem CRISPR/Cas9 memiliki potensi terapi untuk mengobati berbagai penyakit genetik yang disfungsinya diketahui. Pengeditan polimorfisme nukleotida tunggal (SNP) dapat menggunakan bermacam strategi pendekatan, seperti melumpuhkan gen yang menyebabkan penyakit, memperkenalkan mutasi pelindung, atau menambahkan transgen terapi.
Bila penyakit disebabkan oleh virus, pembelahan DNA virus dapat dilakukan. Mutasi gen sulit diperbaiki karena konteks genomiknya, pendekatan dapat dilakukan dengan mengaktifkan pseudogen untuk menggantikan gen yang bermutasi. Namun, jika penyebab penyakit adalah protein yang menyebabkan kerusakan pada organisme dengan karakteristik anomalinya, seperti misfolding dan akumulasi dalam jaringan pada amiloidosis, ekspresinya dapat diturunkan di beberapa titik dalam jalur ekspresi.[3]
Imunoterapi Kanker
Sistem CRISPR/Cas9 sedang diteliti untuk digunakan sebagai imunoterapi pada berbagai kanker. CRISPR/Cas9 digunakan untuk mengedit sel T autolog dan diharapkan dapat menjadi opsi terapi pada kanker relaps yang tidak lagi memiliki pilihan terapi kuratif lainnya. Penelitian tahap 1 dilakukan pada kasus myeloma multipel, melanoma, sarkoma sinovial, dan liposarkoma.[4]
Penyakit Hematologi Terkait Genetik
Sistem CRISPR/Cas9 juga telah diteliti untuk mengkatalisasi disrupsi genetik. β- hemoglobinopati, seperti pada anemia sel sabit dan thalassemia, disebabkan adanya mutasi gen, sehingga CRISPR/Cas9 dapat membentuk rekombinasi homolog dalam gen tersebut dalam sel punca pluripoten terinduksi dan sel punca hematopoietik. Selain itu, CRISPR/Cas9 dapat diterapkan dalam pengobatan penyakit hematologi lain, meliputi gangguan perdarahan aloimun, purpura pasca transfusi, anemia Fanconi, dan penyakit von Willebrand.[4,9]
Penyakit Infeksi
CRISPR/Cas9 dapat mengedit gen dalam sel CD4+ sehingga berdiferensiasi menjadi makrofag yang resisten terhadap virus HIV. CRISPR/Cas9 juga dapat mengurangi protein inti dan permukaan virus hepatitis B (HBV) sehingga terjadi penghapusan viral load hepatotoksik yang berpotensi dalam pengobatan virus dan menghambat karsinogenesis.
CRISPR/Cas9 juga dapat digunakan dalam identifikasi komponen pejamu penting dalam infeksi virus hepatitis C. Pada kasus infeksi virus Epstein-Barr, CRISPR/Cas9 dapat menurunkan proliferasi dan viral load, serta memulihkan jalur apoptosis dalam sel. Selain itu, CRISPR/Cas9 dapat menyebabkan penghapusan wilayah promotor yang menyebabkan transformasi sel epitel pada infeksi laten.[3,10]
CRISPR/Cas9 juga telah digunakan untuk mempelajari fungsi gen dan penggerak gen untuk memberantas penyakit vektor, seperti demam dengue, Chikungunya, demam kuning, dan malaria.[11,12]
Penggunaan Lainnya
CRISPR/Cas9 dilaporkan bermanfaat secara in vitro pada sel punca intestinal pasien cystic fibrosis. Selain itu, CRISPR/Cas9 berpotensi bermanfaat digunakan dalam kasus transplantasi hati pada kasus gangguan hati metabolik yang refrakter dengan terapi obat, penyakit Hirschsprung, dan megacystis-microcolon-intestinal hypoperistalsis syndrome (MMIHS). CRISPR digunakan untuk menekan gen sehingga memprogram ulang jalur metabolisme dan menghasilkan fenotipe jinak.[8]
Selain itu, juga berperan dalam sindrom X-linked hyperIgM dengan mengoreksi mutasi pada ligan CD40. CRISPR/Cas9 juga telah diterapkan pada model seluler dan hewan untuk mempelajari dan mencari perawatan untuk berbagai gangguan neurologis, seperti penyakit Parkinson, amyotrophic lateral sclerosis, penyakit Huntington, schizophrenia, distrofi otot Duchenne, penyakit metabolik, dan retinitis pigmentosa.[3,13]
Kesimpulan
CRISPR/Cas9 merupakan suatu sistem pengeditan genom yang berpotensi besar untuk dimanfaatkan dalam dunia medis. Saat ini, percobaan terkait manfaatnya masih dalam fase awal. Ke depannya, validasi klinis ex vivo pada manusia diharapkan segera dilakukan untuk menguji efikasi terkait berbagai macam penyakit.