Tes genomik dapat berperan dalam prediksi risiko, upaya preventif, dan terapi yang personal dan tepat (personal and precise), karena penelitian di bidang genetika telah membuka informasi untuk menjelajahi genetik manusia secara lebih luas. Selain itu, tes genomik juga dapat digunakan untuk mencegah suatu penyakit.[1]
Tubuh manusia menurunkan berbagai macam kombinasi genetik yang unik dari kedua orang tua. Kombinasi genetik ini kemudian mendapatkan pengaruh dari lingkungan selama masa hidup, sehingga terjadi perbedaan antara satu individu dengan individu lain. Misalnya dalam hal penampilan, kerentanan terhadap suatu penyakit, dan kepekaan terhadap jenis terapi.[1]
Perlu diingat, bahwa kondisi tubuh kita yang terjadi saat ini hanya dipengaruhi sebagian oleh gen. Faktor lain yang juga penting adalah riwayat kesehatan, gaya hidup, dan lingkungan.[1]
Peran Pemeriksaan Genetik dalam Kesehatan
Pemeriksaan genetik dalam medis berperan untuk memberikan informasi penting terkait kesehatan, di antaranya membantu dalam diagnosis, pengawasan, pengobatan, prediktor, dan pencegahan suatu penyakit. Selain itu, pemeriksaan ini dapat sebagai upaya promosi hidup sehat secara individual atau komunitas yang lebih besar. Contoh pemeriksaan genetik adalah NIPT (non invasive prenatal testing) untuk skrining saat kehamilan.[1-4]
Sejarah Perkembangan Tes Genomik
Sejak tahun 1990 hingga 2003, Human Genome Project telah memetakan dan mengidentifikasi seluruh DNA manusia yang berjumlah sekitar 30.000 gen, dan memberikan manfaat kepada bidang kedokteran. Di Indonesia, sejarah penggunaan teknologi berbasis genetika dimulai sejak tahun 2004, berdasarkan undang-undang No. 28 Tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan, di mana penggunaan awalnya terbatas dalam rekayasa tanaman sumber pangan.[7,8]
Sekitar tahun 2007, terjadi perubahan paradigma pemeriksaan genetik, yaitu mulaiĀ ditujukan untuk keperluan medis. Dipelopori oleh DRPM UI (Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia) yang melakukan riset tentang tes genomik dan proteomik untuk kesehatan perkotaan dalam 3 bidang, yaitu penyakit menular, penyakit degeneratif, dan kajian genomik lokal.[7,8]
Sejak tahun 2018 hingga saat ini, salah satu laboratorium klinik swasta di Indonesia telah menyediakan 13 jenis tes genomik untuk prediktif dan preventif berbagai penyakit, termasuk penyakit kanker, diabetes melitus, autoimun, hipertensi, kardiovaskular, muskuloskeletal, neurologi, dan mata. Selain itu, telah tersedia juga tes farmakogenomik untuk menilai kecocokan respon obat.[9]
Tes Genomik untuk Mengenali Gen Setiap Individu
Tubuh manusia mempunyai beberapa triliun sel yang kebanyakan mempunyai inti sel. Inti sel menyimpan informasi penting di dalam deoxyribonucleic acid (DNA), yaitu informasi mengenai pertumbuhan dan fungsi optimal organ tubuh. Bentuk DNA diumpamakan sebagai rangkaian kata-kata panjang yang menyediakan rincian informasi, sedangkan gen adalah kalimat yang berisi kata-kata dari DNA tersebut.[1,2]
Satu gen terlibat dalam satu atau lebih fungsi tubuh, karena penyimpangan variasi genetik maka sel tidak akan berfungsi secara baik. Satu set gen membentuk formasi genomik. Perkembangan pengetahuan teknologi mengenai genetik saat ini memungkinkan kita (gabungan peneliti dan kalangan medis) untuk dapat mengakses secara maksimal sel-sel tubuh tersebut untuk kepentingan kemajuan di dunia kesehatan.[1,2]
Tes genomik dapat mengidentifikasi perubahan sekuensing DNA atau struktur kromosom. Tes ini juga melihat perubahan biokimia dalam aktivitas protein, akan tetapi pelaporannya tidak tertulis di dalam hasil.[1,2,5]
Tes ini digunakan untuk identifikasi SNP (single nucleotide polymorphisms) atau penemuan variasi genetik, yang menggunakan analisis polygenic risk score untuk bisa memberikan informasi mengenai prediksi secara personal mengenai suatu kondisi atau kelainan sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan yang tepat.[1,2,5]
Jenis sampel untuk pemeriksaan genomik di antaranya saliva, buccal swab, dan juga darah. Sampai saat ini, darah masih merupakan sampel baku emas untuk pemeriksaan genomik, dikarenakan hasil pemeriksaan dari darah mempunyai nilai akurasi yang lebih tinggi dibandingkan sampel lainnya.[1,2,5]
Penggunaan Tes Genomik dalam Kesehatan
Potensi tes genomik dalam kesehatan adalah mendapatkan informasi genetik selama siklus hidup, mulai dari pra-konsepsi, pra-implantasi, pra-kehamilan, masa kehamilan, anak-anak, dewasa, hingga pasca kematian. Tes genomik yang telah sering dilakukan adalah di bidang obgyn dan anak, di antaranya:
- Skrining genetik pra dan paska implantasi: mengidentifikasi risiko kelainan genetik pada embrio, melalui diagnosis molekuler pada calon penerima in vitro fertilization (IVF)
- Skrining saat kehamilan: pemeriksaan non invasive prenatal screening (NIPS) pada usia kehamilan 10 minggu untuk melihat kondisi kromosom janin
- Skrining kelainan bawaan reproduksi pada saat masa kehamilan: dengan tujuan untuk menemukan kemungkinan risiko penyakit bawaan genetik terkait kromosom X, seperti sindrom Turner dan penyakit Tay-sachs[1,2]
Tes genomik selain digunakan sebagai prediktif risiko penyakit, dapat juga sebagai terapetik, atau penggunaannya sebagai farmakogenomik.[1,2]
Tes Genomik untuk Prediktif Risiko Penyakit
Tes genomik mengidentifikasi variasi genetik yang diturunkan ataupun yang bersifat somatik. Tes ini dapat dilakukan kapan saja dan minimal sekali seumur hidup, sebagai panduan atau gambaran blueprint tubuh yang salah satunya dapat bermanfaat untuk melakukan preventif yang tepat.[2]
Tes genomik juga dapat memprediksi risiko penyakit, menggambarkan kategori risiko penyakit yang akan terjadi, membantu untuk memberikan informasi risiko, dan sebagai upaya pencegahan yang personal. Contoh tes genomik untuk prediktif risiko penyakit di bidang penyakit jantung adalah multi-gene panel testing, yaitu pemeriksaan untuk mengonfirmasi kardiomiopati herediter atau sindrom aritmia yang tidak dapat terdeteksi oleh pemeriksaan konvensional.[2,5]
Pada sindrom Brugada asimtomatik, tes genomik berperan dalam deteksi dini sehingga dapat menurunkan risiko kematian mendadak akibat jantung. Di Jepang, tes genomik untuk skrining sindrom Brugada menggunakan gen SCN5A (sodium voltage-gated channel alpha subunit 5).[6,8]
Penelitian terhadap 415 pasien menemukan bahwa pasien dengan gen SCN5A patogen cenderung mengalami abnormalitas EKG dan risiko penyakit jantung dalam waktu 72 bulan setelah tes. Sementara, tes ini masih tersedia di negara lain, tetapi diharapkan bisa segera dilakukan di Indonesia.[6,8]
Contoh lain peran genomik sebagai prediktif risiko penyakit jantung adalah untuk risiko hipertensi. Dengan mengidentifikasi profil genomik (>60 variasi genetik) terhadap hipertensi dan kondisi yang terkait hipertensi (obesitas, dislipidemia, dan penyakit ginjal kronis), maka pasien dapat segera mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat. Sementara, pada pasien yang telah memiliki gejala klinik ringan, dapat dilakukan terapi yang lebih tepat sasaran.[9,11]
Namun, peran genomik sebagai prediktif risiko penyakit jantung yang tersedia di Indonesia hanya terbatas farmakogenomik untuk pemilihan terapi pengencer darah dan penurun kadar lemak tubuh.[9,11]
Penggunaan Farmakogenomik
Farmakogenomik mempunyai tujuan utama untuk efisiensi dan efektivitas terapi. Tujuan tambahan bisa digunakan sebagai skrining variasi genetik dalam metabolisme obat, kemudian untuk mengurangi efek samping obat dan reaksi tubuh yang berlebihan serta substansi dapat membahayakan tubuh.[2,11]
Contoh secara klinis adalah penggunaan warfarin, di mana varian genetik pada enzim cytochrome P450 2C19 dalam sel hati pasien dapat menghasilkan tingkat konversi yang berbeda saat obat dimetabolisme menjadi zat aktif. Hal ini menyebabkan beberapa pasien dapat memiliki risiko perdarahan yang lebih tinggi, sedangkan pasien lain mengalami pembekuan. Oleh karena itu, penentuan dosis pada setiap individu menjadi berbeda.[11]
Contoh konkrit lain adalah penggunaan ACE inhibitors pada pasien hipertensi. Dosis ACE inhibitors pada pasien dengan ras kulit hitam pada beberapa penelitian ditemukan hasil dosis efektif yang lebih tinggi dibandingkan ras kulit lain untuk menurunkan tekanan darah yang meningkat, atau sebagai alternatif menggunakan kombinasi ACE inhibitors dan diuretik dosis rendah.[9,11]
Enzim hati tersebut juga bertanggung jawab pada metabolisme obat proton pump inhibitor (PPI), sehingga pasien dengan gen yang menyebabkan metabolisme rendah akan memerlukan golongan obat alternatif dalam terapi dispepsia.[11]
Peran Tes Genomik dalam Semua Aspek yang Personal dan Tepat di Masa Depan
Teknologi tes genomik awalnya mendapat tantangan dari praktik kesehatan konvensional, yaitu dikaitkan dengan isu etika. Namun, seiring dengan perkembangan tes genomik dalam berbagai aspek bidang kesehatan di hampir seluruh siklus hidup manusia, maka isu-isu tentang etik, legalitas, dan sosial penggunaan tes genomik juga semakin meningkat.[2,3]
Saat ini, tes genomik telah menjadi tes yang disediakan oleh laboratorium nasional. Penelitian dan pengembangan di bidang genetika yang cepat memungkinkan penggunaan tes genomik tidak hanya sebagai prediktif, preventif, dan diagnosis, tetapi juga bisa sebagai suatu standar atau manual book individu untuk diterapkan secara personal dan presisi.[2-6]
Kesimpulan
Perkembangan tes genomik masif setelah human genome project selesai, yaitu di tahun 2003. Peran tes genomik sebagai tes prediktif, preventif, hingga diagnostik dari penyakit hingga gaya hidup sangat membantu meningkatkan sistem kesehatan.
Setiap tubuh manusia memiliki karakteristik genetik yang unik, sehingga tes genomik dapat memberikan informasi yang tepat untuk memberikan personal and precise treatment. Diharapkan penggunaan tes genomik dapat menangani masalah kesehatan masyarakat kedepannya dengan lebih responsif dan antisipatif.