Penggunaan Ketorolac Intranasal vs Intravena untuk Terapi Kolik Renal Berat – Telaah Jurnal Alomedika – Artikel Terkini!

Oleh :
dr.Alvi Muldani

Atomized Intranasal Ketorolac Versus Intravenous Ketorolac for the Treatment of Severe Renal Colic in the Emergency Department: A Double-Blind, Randomized Controlled Trial

Al-Khalasi USS, et al. Annals of Emergency Medicine. 2024; 83:217–24.

studiberkelas

Abstrak

Latar Belakang: Pemberian obat intranasal (IN) teratomisasi menyediakan alternatif terhadap rute pemberian obat intravena (IV). Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi kemanjuran efek analgesik dari ketorolac intranasal dan intravena pada pasien dengan kolik renal akut di instalasi gawat darurat.

Metode: Studi ini merupakan uji klinis terkontrol, terandomiasasi, buta ganda, pada pasien dewasa (usia 18 sampai 64 tahun) dengan kolik renal berat dengan skor numerik nyeri ≥ 7.0. Subjek dikelompokan secara acak (1:1) untuk mendapatkan ketorolac dosis tunggal baik intranasal maupun intravena.

Luaran dari penelitian ini adalah perbedaan pada reduksi skor numerik nyeri pada 30 dan 60 menit. 95% confidence interval (CI) dihitung pada setiap perbedaan rerata, dengan perbedaan bermakna klinis ditentukan pada 1,3 poin. Luaran sekunder mencakup respon terapi, kejadian simpang, kebutuhan rescue medication, dan kebutuhan kunjungan ulangan ke instalasi gawat darurat. Peneliti menganalisis hasil dengan menggunakan intention-to-treat.

Hasil: Total 86 dan 85 pasien dengan karakteristik dasar serupa dialokasikan pada grup intravena dan intranasal. Rerata skor numerik adalah 8,53 dan 8,65 pada baseline; 3,85 dan 4,67 pada 30 menit; dan 2,8 dan 3,04 pada 90 menit. Perbedaan rerata reduksi skor numerik antara grup intravena dan intranasal adalah 0,69 pada 30 menit dan 0,10 pada 60 menit. Tidak didapatkan perbedaan pada luaran sekunder pada penelitian ini.

Kesimpulan: Baik ketorolac intranasal maupun intravena disimpulkan unggul untuk penanganan renal kolik akut, dan keduanya memberikan makna klinis baik dalam mereduksi skor nyeri pada 30 menit dan 60 menit.

A,Woman,With,A,Runny,Nose,Holds,A,Medicine,In

Ulasan Alomedika

Berdasarkan pedoman klinis, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan terapi lini utama analgesik untuk kolik renal, misalnya akibat batu ginjal. Ketorolac merupakan salah satu OAINS yang direkomendasikan untuk pengobatan nyeri akut sedang sampai berat.

Ketorolac biasanya digunakan secara intravena. Meski demikian, penelitian menunjukkan bahwa ketorolac intranasal (IN) dapat menghasilkan peningkatan cepat konsentrasi plasma dan memberikan efek analgesik serupa dengan rute intravena (IV). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efikasi ketorolac IN dibandingkan dengan IV pada pasien dewasa dengan kolik  renal akut.

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian prospektif, buta ganda, acak, pararel, yang dilakukan di ruang gawat darurat terafiliasi Rumah Sakit Universitas Sultan Qaboos.

Subjek Penelitian:

Subjek penelitian yang termasuk kriteria inklusi adalah pasien dewasa usia 18-65 tahun dengan nyeri pinggang hebat (skor nyeri ≥ 7), dengan diagnosis klinis nyeri akut kolik renal yang dibuat oleh dokter di ruang gawat darurat. Kriteria eksklusi berupa kontraindikasi terhadap ketorolac, termasuk perdarahan saluran cerna, ulkus peptikum aktif, alergi OAINS, ibu hamil dan menyusui, disfungsi ginjal, riwayat transplantasi ginjal, ketidakstabilan hemodinamik, dan telah menerima OAINS dalam 8 jam terakhir.

Intervensi:

Pengacakan dilakukan dengan cara computer-generated sequence dengan alokasi 1:1 yang kemudian memberikan kode unik pada setiap partisipan untuk identifikasi terhadap intervensi yang akan diberikan pada amplop yang tersegel. Intervensi dapat berupa ketorolac 30 mg dalam spuit 10 ml IV dengan tambahan salin normal (NS) 1 ml IN (0,5 ml setiap lubang hidung); atau  ketorolac 30 mg secara IN (0,5 ml setiap lubang hidung) ditambah dengan 10 ml IV salin normal.

Perawat yang menyiapkan obat tidak terlibat dalam penilaian skor pasien sehingga pasien, dokter, dan perawat yang terlibat tidak menyadari intervensi yang ditetapkan. Skor nyeri dilaporkan secara mandiri dengan memperlihatkan skala dalam bentuk gambar sepanjang 10 cm dengan rentang 0 (tidak ada nyeri sama sekali) sampai 10 (nyeri paling buruk yang pernah dirasakan).

Parameter Luaran:

Luaran utama adalah perubahan skor nyeri numerik antara dua rute pemberian pada 30 dan 60 menit setelah pemberian. Luaran sekunder antara lain kesuksesan terapi dengan skor ≤ 3 pada 60 menit, efek samping, kebutuhan rescue medication, dan kunjungan ulang ke ruang gawat darurat dalam 24 jam. Efek samping serius yang dipantau mencakup kejadian mengancam nyawa yang dapat menimbulkan kematian, disabilitas, inkapasitas, dan yang membutuhkan perawatan inap atau perawatan inap memanjang.

Ulasan Hasil Penelitian

Dari 232 pasien yang memenuhi syarat, 56 dieksklusi. 176 pasien mengalami pengacakan namun 5 pasien berhenti  karena mencabut persetujuan untuk mengikuti studi, meninggalkan ruang gawat darurat sebelum 30 menit, atau tidak memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik subjek penelitian didapatkan setara antara 85 pasien pada grup IN dan 86 pasien pada grup IV.

Skor numerik nyeri pada kedua grup terlihat membaik dibandingkan baseline. Rerata perbedaan penurunan skor numerik nyeri antara kedua grup adalah 0,69 pada 30 menit dan 0,10 pada 60 menit. Rescue medication diberikan pada 11,6 % pasien yang menerima ketorolac IV dan 10,6% ketorolac IN.

Respon pengobatan didapatkan 69,8% pada grup IV dan 67,1% pada grup IN. Dalam 48 jam, 18,6% pasien IV dan 17,6% pasen IN kembali ke ruang gawat darurat. Tidak ada laporan efek samping serius pada penelitian dan efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual dan muntah.

Pada penelitian ini ditemukan bahwa ketorolac diasosiasikan dengan perbaikan skor nyeri dalam mengobati kolik renal baik melalui rute IN maupun IV pada 30 dan 60 menit setelah pemberian. Perhitungan statistik menyingkirkan perbedaan klinis bermakna pada menit ke 60, namun tidak menyingkirkan kemungkinan keuntungan rute IV pada menit ke 30. Selain itu, pemberian rute IN menunjukan kesamaan dengan rute IV pada luaran sekunder, termasuk penggunaan rescue medication, revisitasi dalam 48 jam pertama, dan profil efek samping.

Kelebihan penelitian

Desain studi merupakan uji klinis prospektif, buta ganda, dan acak, yang merupakan desain yang kuat untuk mengevaluasi efikasi suatu intervensi. Dengan menggunakan desain ini, penelitian memiliki kemampuan untuk mengurangi bias penelitian dan memungkinkan analisis yang lebih akurat terhadap hasil intervensi. Selain itu, penggunaan prosedur buta ganda (double-blind) juga membantu mengurangi kemungkinan bias peneliti dan subjek, karena pasien dan petugas medis yang terlibat tidak mengetahui intervensi yang diberikan.

Penelitian ini dilakukan dengan cermat dalam memilih populasi sampel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pasien yang diikutsertakan memiliki karakteristik yang serupa dan memenuhi kriteria inklusi serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap obat yang digunakan, sehingga hasil dari penelitian ini relevan digunakan secara klinis.

Penelitian ini juga tidak hanya mempertimbangkan perubahan skor nyeri sebagai luaran yang dinilai, tetapi juga memperhatikan parameter lain seperti keberhasilan pengobatan, kejadian efek samping, kebutuhan akan rescue medicine, dan kunjungan kembali ke unit gawat darurat. Hal ini memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang manfaat dan risiko dari kedua metode pengobatan yang dievaluasi.

Limitasi Penelitian

Penelitian ini juga memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah ukuran sampel yang relatif kecil. Meskipun telah dilakukan perhitungan ukuran sampel yang sesuai, ukuran sampel yang kecil dapat mempengaruhi validitas dan generalisabilitas hasil, terutama jika terdapat variabilitas besar dalam populasi.

Selain itu, penelitian ini dilakukan hanya di satu pusat kesehatan, yakni Rumah Sakit Universitas Sultan Qaboos di Muscat, Oman. Hal ini dapat membatasi generalisabilitas hasil penelitian ke populasi yang lebih luas. Idealnya, penelitian serupa dilakukan di beberapa pusat kesehatan atau berbagai negara untuk memvalidasi hasil secara lebih luas.

Selanjutnya, meskipun penelitian ini menggunakan desain buta ganda, tetapi tidak dijelaskan apakah dilakukan pemantauan kepatuhan terhadap protokol penelitian. Pemantauan kepatuhan ini dapat memberikan keyakinan tambahan terhadap validitas hasil penelitian.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Penelitian ini sangat aplikatif dan dapat diterapkan secara klinis di Indonesia. Berdasarkan hasil studi ini, ketorolac intranasal sama efektif dengan ketorolac intravena. Sediaan intranasal dapat diberikan lebih praktis dan cepat pada pasien, sehingga dapat mengurangi waktu tunggu dan kebutuhan pemasangan akses vena tanpa mengurangi efikasi analgesik bila dibandingkan rute intravena.

Penggunaan ketoralac intranasal akan memungkinkan manajemen nyeri yang lebih baik dan tepat waktu pada pasien dengan batu ginjal di pra-rumah sakit, klinik perawatan primer dan setting rumah sakit untuk pasien di Indonesia.

Referensi