Penatalaksanaan Anemia Aplastik
Penatalaksanaan anemia aplastik terdiri dari terapi suportif untuk menangani sitopenia, terapi imunosupresi, dan hematopoietic cell transplantation atau HCT. Penatalaksanaan disesuaikan dengan kondisi dan respons tiap pasien.[1-4,8-16]
Terapi Suportif
Terapi suportif dimaksudkan untuk menangani sitopenia yang terjadi pada anemia aplastik. Terapi suportif meliputi transfusi produk darah, terapi infeksi, dan pemberian growth factors.[1-4,8-16]
Transfusi Darah
Pasien dengan anemia atau trombositopenia berat memerlukan transfusi sel darah merah (packed red cell atau PRC) dengan atau tanpa transfusi trombosit (thrombocyte concentrate atau TC). The British Committee for Standards in Haematology memberi saran profilaksis transfusi pada pasien dengan hitung trombosit <10x109/L atau <20x109/L pada pasien yang demam.
Semua produk darah yang akan ditransfusi sebaiknya menjalani reduksi leukosit untuk mencegah aloimunisasi dan transmisi cytomegalovirus. Produk darah juga sebaiknya diradiasi guna mencegah transfusion-associated graft versus host disease pada kandidat transplantasi sel hematopoietik.[1-4,8-16]
Tindakan transfusi darah perlu dibimbing oleh status klinis pasien dan bukan hanya didasarkan pada jumlah hitung sel darah saja. Selain itu, dokter sebaiknya tidak melakukan transfusi produk darah dari anggota keluarga yang bersangkutan karena ada risiko sensitisasi antigen non-HLA (human leukocyte antigen) dari donor.[1-4,8-16]
Terapi Infeksi
Infeksi merupakan penyebab utama kematian pada pasien anemia aplastik. The British Committee for Standards in Haematology menyarankan profilaksis antibiotik dan antijamur pada pasien dengan neutrofil <0,2x109/L. Antibiotik empirik yang diberikan hendaknya berspektrum luas, dengan cakupan gram negatif maupun Staphylococcus berdasarkan sensitivitas mikroba lokal.
Untuk pasien demam neutropenia dengan absolute neutrophil count <500 sel/µl, dokter perlu memberikan antibiotik empirik dengan cakupan terhadap Pseudomonas. Hingga saat ini, belum ada pedoman seragam tentang rekomendasi dosis terapi profilaksis baik antibakteri maupun antijamur untuk pasien anemia aplastik.[1-4,8-16]
Pemberian Growth Factor
Growth factor memiliki potensi klinis pada kasus anemia aplastik berat. Growth factor yang disarankan untuk anemia aplastik adalah thrombopoietin reseptor agonis (TPO), yaitu eltrombopag. Eritropoietin tidak efektif digunakan pada anemia aplastik karena adanya insufisiensi sel prekusor eritroid pada sumsum tulang pasien.[1-4,8-16]
Pemberian Granulocyte Colony-Stimulating Factor (G-CSF) belum menjadi standar terapi anemia aplastik saat ini. Selain karena belum adanya bukti adekuat, pemberian GCSF dikaitkan dengan potensi evolusi sel-sel klonal dengan kelainan sitogenetik atau mutasi yang dikhawatirkan dapat menjadi predisposisi ke mielodisplasia atau acute myeloid leukemia.[1-4,8-16]
Berbeda dengan GCSF dan eritropoietin, pemberian TPO yakni eltrombopag, sudah mendapat rekomendasi untuk digunakan bersama terapi imunosupresi pada kasus anemia aplastik berat (pada dewasa dan anak usia >2 tahun). Dosis yang dianjurkan adalah 50 mg sekali sehari. Dosis dititrasi sesuai respons hitung trombosit. Dosis maksimal adalah 150 mg/hari.
Eltrombopag disarankan untuk dihentikan jika tidak dijumpai respons hematologi yang baik dalam waktu 16 minggu setelah pemberian. Eltrombopag juga perlu dihentikan jika timbul reaksi trombosit berlebihan atau ada gangguan fungsi hati.[1-4,8-16]
Terapi Imunosupresif
Terapi imunosupresif yang direkomendasikan pada anemia aplastik adalah kombinasi antithymocyte globulin (ATG) dan siklosporin A (CsA). Terapi kombinasi ini merupakan terapi lini pertama pada pasien anemia aplastik derajat berat atau sangat berat, yakni untuk grup pasien berusia >50 tahun (35–50 tahun bila ada komorbiditas).
Terapi kombinasi ini juga merupakan terapi lini kedua pada pasien anemia aplastik yang berusia lebih muda jika human leukocyte antigen (HLA)-matched sibling donor untuk transplantasi sel hematopoietik tidak tersedia. Terapi imunosupresif direkomendasikan juga pada pasien anemia aplastik non-severe yang tergantung pada transfusi.[1-4,8-16]
Transplantasi Sel Hematopoietik atau HCT
Transplantasi sel hematopoietik memberikan hasil yang lebih baik daripada terapi imunosupresif dan terapi suportif saja. Terapi HCT bisa menggunakan human leukocyte antigen (HLA)-matched sibling donor atau unrelated donor.[1-4,8-16]
Transplantasi Sel Hematopoietik dengan HLA-Matched Sibling Donor
Transplantasi sel hematopoietik dengan human leukocyte antigen-matched sibling donor merupakan terapi pilihan anemia aplastik berat atau sangat berat pada pasien usia muda (<50 tahun). Donor yang digunakan adalah donor yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan pasien.[1-4,8-16]
Salah satu masalah utama HCT adalah risiko rejeksi graft, terutama pada pasien yang sering mendapat transfusi sebelumnya. Saat ini, pasien anemia aplastik yang akan menjalani HCT akan menerima conditioning regiment yang terdiri dari antithymocyte globulin (ATG) dan siklofosfamid. Tujuannya adalah mengurangi risiko rejeksi graft dan meningkatkan probabilitas angka bertahan hidup. Regimen alternatif adalah kombinasi fludarabin, siklofosfamid, dengan atau tanpa ATG.[1-4,8-16]
Transplantasi Sel Hematopoietik dengan Unrelated Donor
Transplantasi sel hematopoietik dengan unrelated donor (donor yang tidak mempunyai hubungan kerabat dengan pasien) merupakan alternatif dengan syarat bahwa donor full HLA-match dengan pasien dan sudah terjadi kegagalan terapi imunosupresif (gagal ≥1 kombinasi ATG dan siklosporin A).
Oleh karena risiko graft vs host disease (GVHD) yang lebih tinggi pada transplantasi sel hematopoietik unrelated donor, opsi terapi imunosupresif lebih disukai jika tidak tersedia HLA matched sibling donor. Seperti HCT umumnya, transplantasi dengan unrelated donor tetap diawali conditioning regiment berbasis ATG guna mengurangi kemungkinan graft failure ataupun GVHD.[1-4,8-16]
Pendekatan Terapi Anemia Aplastik pada Anak
Setelah didiagnosis anemia aplastik, ada dua macam pendekatan terapi definitif, yakni transplantasi sel hematopoietik atau terapi imunosupresif dengan atau tanpa pemberian eltrombopag.[2,11]
Untuk transplantasi sel hematopoietik, pasien anak bisa menjalani allogeneic bone marrow transplantation jika tersedia donor HLA-match sibling. Kalau tidak tersedia, alternatifnya adalah donor hematopoietic stem-cell transplantation (matched unrelated donor atau umbilical cord blood).[2,11]
Kalau pasien tidak bisa menjalani transplantasi sel hematopoietik, pasien anak bisa mendapatkan terapi definitif imunosupresif dengan atau tanpa pemberian eltrombopag. Jika pasien mengalami kegagalan terapi dalam waktu 3–6 bulan, pasien anak tersebut bisa mendapat alternative donor hematopoietic stem-cell transplantation (matched unrelated donor atau umbilical cord blood).[2,11]
Setelah menjalani terapi definitif baik terapi imunosupresif maupun transplantasi sel hematopoietik, anak yang bersangkutan akan diamati untuk jangka panjang (beberapa bulan hingga bertahun-tahun) untuk monitor kejadian relaps atau evolusi ke keganasan dan evolusi klonal (misalnya sindrom mielodisplasia, leukemia mieloid akut).[2,11]
Pendekatan Terapi Anemia Aplastik pada Dewasa
Ada dua terapi definitif yang tersedia untuk orang dewasa dengan anemia aplastik, yakni terapi imunosupresif dengan eltrombopag dan transplantasi sel hematopoietik. Pada pasien dewasa yang berusia <40 tahun dan bisa mendapat donor HLA-match sibling, mereka bisa menjalani allogeneic bone marrow transplantation.[2,11]
Jika tidak memenuhi syarat untuk transplantasi sel hematopoietik, maka terapi definitif yang tersedia adalah imunosupresi dengan eltrombopag. Apabila pasien mengalami kegagalan terapi imunosupresif pertama, ada dua opsi terapi lanjutan, yakni terapi imunosupresif kedua atau matched unrelated donor atau haploidentical bone marrow transplantation (terapi eksperimental).
Khusus pasien yang sudah menjalani terapi imunosupresif dua kali tetapi tetap gagal, pasien bisa mendapatkan matched unrelated donor atau haploidentical bone marrow transplantation. Setelah menjalani terapi definitif, pasien anemia aplastik tetap harus diamati untuk jangka panjang karena ada risiko relaps dan transformasi ke arah keganasan dan evolusi klonal.[2,11]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur