Epidemiologi Rakitis
Epidemiologi rakitis atau rickets lebih meningkat pada negara berkembang dibandingkan negara maju. Di Indonesia status vitamin D persentase anak yang deficient belum terlihat tetapi presentasi yang insufficient dan inadequate paling tinggi di antara negara-negara Asia Tenggara.[17,18]
Global
Studi global menunjukkan bahwa epidemiologi rakitis banyak terjadi pada anak-anak berkulit hitam, kurang paparan sinar matahari, serta terkait dengan masalah menyusui[17,19,20]
Beberapa penelitian yang menunjukkan insidensi rakitis adalah:
- Di Amerika Serikat, Pamela et al melaporkan rakitis nutrisional pada tahun 1986−2003 pada anak <18 tahun berjumlah 166 kasus, dengan prevalensi usia 4−54 bulan dan 83% etnis Afrika Amerika atau kulit hitam[17]
- Di Denmark Selatan, Signe et al pada tahun 1985−2005 melaporkan 112 pasien usia 0−14,9 tahun didiagnosis rakitis primer di rumah sakit, dengan kejadian rata-rata rakitis nutrisional 2,9 kasus/100.000/tahun, rakitis kongenital 4,3 kasus/100.000/tahun, rakitis hipofosfatemik 4,8 kasus/100.000/tahun, dan rakitis yang bergantung pada vitamin D tipe 1 adalah 0,4 kasus/100.000/tahun. Di mana 74% rakitis nutrisional terjadi pada imigran, sedangkan pada anak etnis Denmark hanya didiagnosis pada usia dini dengan insiden rata-rata menurun[19]
- Di Australia, Craig et al melaporkan pada tahun 2006−2007 terdapat 398 anak dengan defisiensi vitamin D (55% laki-laki). Dari 95 anak yang dilakukan rontgen pergelangan tangan, didapat 71% mengalami rakitis yang sebagian besar adalah pengungsi atau lahir di Afrika[19]
- Di Ethiopia, Kenenisa et al melaporkan prevalensi rakitis dari tahun 2010−2013 sebesar 10,5%, yaitu 170 anak dari total 1620 anak yang dirawat. Faktor penyebab rakitis dikaitkan dengan jenis dan durasi menyusui, waktu pengenalan makanan pendamping, dan paparan sinar matahari[21]
Indonesia
Epidemiologi rakitis di Indonesia secara jelas belum ditemukan, tetapi terdapat data-data mengenai defisiensi vitamin D pada anak-anak di Indonesia. Beberapa hasil penelitian adalah:
- Ernawati dan Budiman melakukan penelitian pada anak usia 2‒12,9 tahun pada tahun 2011 di 48 kabupaten di Indonesia, yang melibatkan 2.576 anak untuk pemeriksaan kadar vitamin D dalam serum. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 45,1% anak mengalami insufficient dan 49,3% dengan status inadequate, sedangkan yang mempunyai kecukupan vitamin D hanya 5,6%[18]
- Oktaria et al mendeteksi kekurangan vitamin D pada 90% sampel darah tali pusat neonatus, dan pada 13% sampel darah vena bayi usia 6 bulan[22]
- Pulungan et al menyatakan bahwa meskipun terpapar sinar matahari sepanjang tahun, sekitar 1 dari 3 anak usia sekolah dasar memiliki tingkat vitamin D yang tidak mencukupi. Durasi paparan sinar matahari merupakan faktor utama[23]
Mortalitas
Mortalitas akibat rakitis berkaitan dengan komplikasi defisiensi vitamin D. Mortalitas meningkat seiring dengan keparahan defisiensi vitamin D.[24,25]
Penelitian oleh Moses et al mengidentifikasi 1.778 anak-anak yang dirawat di empat rumah sakit di Kenya, pada tahun 2009−2014. Terdapat kematian 257 anak (15%) dalam 1 tahun, di mana kondisi rakitis sering ditemukan pada anak yang mengalami severe acute malnutrition (SAM) dan pneumonia berat.[24]
Penelitian di Indonesia, oleh Oktaria et al pada tahun 2016−2017, menemukan 19% dari anak yang dirawat karena pneumonia mengalami defisiensi vitamin D.[25]
Direvisi oleh: dr. Andrea Kaniasari