Penatalaksanaan Dislokasi Lensa
Penatalaksanaan dislokasi lensa atau ektopia lentis tergantung dari lokasi lensa dan seberapa jauh lensa berpindah, serta komplikasi yang terjadi akibat dislokasi lensa tersebut. Pada beberapa kasus subluksasi lensa yang ringan, koreksi refraksi dapat dilakukan secara maksimal. Koreksi refraksi perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya ambliopia.[3,6]
Terapi Konservatif
Terapi konservatif adalah dengan memberikan obat topikal yang memicu midriasis pupil kemudian kemudian pasien diminta berbaring terlentang lalu dilakukan pemijatan agar lensa di kamera okuli anterior kembali ke posterior iris. Terapi ini sebaiknya dihindari apabila sudah terjadi glaukoma sudut tertutup.
Terapi konservatif pada dislokasi lensa adalah dengan melakukan observasi dan mengoreksi kelainan refraksi menggunakan kacamata atau lensa kontak. Terapi konservatif sering menjadi pilihan pada pasien dislokasi lensa anak-anak, yang dapat mencapai tajam penglihatan jauh dan dekat baik (lebih baik sama dengan 20/50) dengan penggunaan kacamata koreksi. Hal ini karena orang tua masih enggan untuk melakukan pembedahan.
Lensectomy tetap harus dilakukan apabila koreksi refraksi tidak memberikan tajam penglihatan yang baik dan apabila ada indikasi lain.[3,6]
Medikamentosa
Medikamentosa berupa penurun tekanan intraokular perlu diberikan pada pasien dengan komplikasi glaukoma sudut tertutup akibat dislokasi lensa. Medikamentosa untuk menurunkan tekanan intraokular biasanya merupakan kombinasi obat oral seperti acetazolamide dengan obat tetes seperti timolol.
Pilihan obat yang dapat digunakan adalah mannitol, penghambat karbonik anhidrase (acetazolamide), dan β-adrenergik antagonis (timolol). Apabila medikamentosa tidak berhasil menurunkan tekanan intraokular, dapat dipertimbangkan untuk melakukan laser laser peripheral iridotomy.[4,9]
Pembedahan
Pembedahan dilakukan dengan mempertimbangkan tajam penglihatan pasien, lokasi lensa, subluksasi lensa yang progresif, dan dislokasi total (luksasi). Tujuan pembedahan adalah mengeluarkan lensa kristalin (lensectomy), menangani komplikasi yang terjadi, yang melakukan rehabilitasi visual dengan koreksi refraksi melalui implantasi lensa intraokular ataupun metode lain (kacamata, lensa kontak).
Tantangan pembedahan adalah kapsul lensa yang sudah tidak utuh lagi, sehingga mempersulit implantasi lensa intraokular.
Indikasi lensectomy pada kasus dislokasi lensa adalah lensa di kamera okuli anterior (dapat menimbulkan gangguan endotel kornea), glaukoma akibat lensa, lensa katarak matur atau hipermatur, uveitis akibat lensa, kelainan refraksi yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata atau lensa kontak dan terapi konservatif, dislokasi total lensa, impending dislokasi lensa, dan ada komplikasi ablasio retina.
Beberapa literatur menggunakan batas tajam penglihatan 20/60 atau lebih buruk serta pergeseran tepi lensa sejauh 1 mm dari titik tengah pupil sebagai indikasi dilakukannya pembedahan pada kasus dislokasi lensa.
Teknik pembedahan meliputi lensectomy (ekstraksi lensa) dan vitrektomi. Ekstraksi lensa pada kasus dislokasi lensa biasanya menggunakan pendekatan limbal atau pars plana. Pendekatan limbal lebih baik dilakukan untuk dislokasi lensa ke anterior.
Lensectomy dengan pendekatan pars plana dilakukan untuk kasus dislokasi lensa ke posterior. Vitrektomi anterior dilakukan untuk mencegah terjadinya vitreous loss. Tindakan lain seperti peripheral iridectomy atau trabekulektomi dapat dilakukan untuk menurunkan tekanan intraokular.
Pada pasien anak-anak, rehabilitasi visual dilakukan sesegera mungkin dalam 1-2 minggu setelah lensectomy. Pasien anak-anak yang dibiarkan afakia, akan dilakukan koreksi refraksi menggunakan kacamata, lensa kontak, dan terapi oklusi.
Pada orang dewasa, rehabilitasi visual umumnya dilakukan dengan pemasangan lensa intraokular primer maupun sekunder. Lensa intraokular dapat dipasang di posterior dengan fiksasi iris, fiksasi sklera, di kamera okuli anterior atau in-the-bag (bila ada sisa kapsul yang cukup) dengan tambahan capsular tension ring.[6,13,14]
Pemantauan
Follow-up pasca pembedahan perlu dilakukan secara berkala untuk memantau tajam penglihatan dan kelainan refraksi, serta komplikasi. Komplikasi dapat berupa glaukoma, edema makular cystoid, perdarahan vitreous, posterior vitreous detachment, membran epiretina, dan ablasio retina.[11]