Diagnosis Osteomyelitis
Diagnosis pasti osteomyelitis ditegakkan dengan penemuan mikroba dari kultur yang diambil dari lesi tulang, persendian, atau darah. Pada anamnesis, umumnya pasien mengeluhkan nyeri tulang saat diam maupun bergerak, yang dapat disertai demam sistemik. Pada pemeriksaan fisik lokal, osteomyelitis akut akan menunjukkan area tulang yang hangat, bengkak, dan radang, sedangkan osteomyelitis kronis dapat bermanifestasi sebagai eritema, bengkak, iskemia, nekrosis, maupun ulserasi.[1,2,4]
Anamnesis
Keluhan klinis osteomyelitis tergantung pada penyebabnya. Penderita osteomyelitis hematogenous biasanya datang dengan nyeri subakut atau kronis pada daerah tulang atau sendi. Demam dan menggigil dapat terjadi pada infeksi patogen virulen seperti Staphylococcus aureus.[1,2]
Eritema dan bengkak pada jaringan lunak dapat terjadi, terutama pada osteomyelitis contiguous karena adanya trauma, fraktur, atau pascatindakan seperti arthroplasty dan pemasangan alat ortopedi lainnya. Sementara itu, osteomyelitis terkait insufisiensi vaskular dapat menyebabkan ulserasi, bengkak, dan kemerahan pada area tulang.[1,2]
Infeksi setelah fraktur terbuka dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu hingga bulan, sebagai luka yang tidak sembuh sempurna atau fraktur nonunion.[1,2]
Pada kasus osteomyelitis vertebral, selain manifestasi berupa nyeri subakut dan kronis pada daerah yang terkena, pasien dapat menunjukkan tanda kompresi saraf tulang belakang, seperti nyeri yang menjalar serta kelemahan ekstremitas bawah hingga gangguan fungsi vesika urinaria.[1,2]
Klasifikasi Osteomyelitis Akut dan Kronis
Osteomyelitis dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi sakit, yaitu osteomyelitis akut dan kronis. Gejala osteomyelitis akut biasanya muncul dalam waktu 2 minggu setelah tulang terinfeksi, sedangkan osteomyelitis kronis muncul dalam waktu ≥6 minggu.[4,13]
Karakteristik klasifikasi ini didasarkan pada gambaran histopatologi, di mana kasus akut menunjukkan gambaran reaksi inflamasi pada tulang, sedangkan kasus kronis akan menunjukkan kerusakan tulang dan pembentukan sequestrum. Gejala osteomyelitis kronis umumnya tanpa keluhan demam.[1,4,13]
Pemeriksaan Fisik
Pada osteomyelitis akut, tulang belum mengalami nekrosis. Pemeriksaan fisik lokal menunjukkan rasa hangat, bengkak, dan peradangan, yang kadang disertai dengan gejala sistemik seperti demam.[1,4,13]
Pada osteomyelitis kronis, gejala dapat berupa nyeri, kemerahan, bengkak, iskemia, dan nekrosis tulang. Keberadaan ulkus yang dalam dan ekstensif serta tidak membaik setelah perawatan luka harus dicurigai sebagai osteomyelitis kronis.[1,4,13]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding osteomyelitis adalah osteonekrosis, infeksi jaringan lunak, gout, tumor tulang, dan fraktur.
Osteonekrosis
Osteonekrosis mempunyai gambaran yang cukup mirip dengan osteomyelitis. Namun, osteonekrosis bukan disebabkan oleh infeksi. Osteonekrosis biasanya terjadi karena faktor pencetus seperti penggunaan kortikosteroid, radiasi, atau bifosfonat.[2,4]
Infeksi Jaringan Lunak
Infeksi jaringan lunak dapat terjadi bersamaan dengan osteomyelitis. Pasien dengan infeksi jaringan lunak yang melibatkan tulang dapat didiagnosis osteomyelitis.[2,4]
Gout
Osteomyelitis dan gout dapat bermanifestasi sebagai inflamasi pada persendian. Hal yang membedakan keduanya adalah adanya kristal asam urat pada cairan persendian penderita gout.[4]
Tumor Tulang
Pasien osteomyelitis dan tumor tulang biasanya datang dengan keluhan nyeri tulang. Biopsi tulang biasanya diperlukan untuk membedakan penyebab nyeri tersebut.[2,4]
Fraktur
Osteomyelitis dapat menyerupai fraktur incomplete pada pencitraan radiologis. Fraktur biasanya didahului dengan riwayat trauma. Biopsi tulang kadang diperlukan untuk membedakan osteomyelitis dan fraktur. Osteomyelitis dapat dicurigai pada fraktur yang tidak kunjung sembuh.[2,4]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti osteomyelitis memerlukan beberapa pemeriksaan penunjang, terutama pemeriksaan histopatologis atau biopsi tulang. Selain itu, pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah pencitraan, laboratorium darah, dan pemeriksaan mikrobiologis.[1,4]
Pencitraan
Pencitraan dapat membantu menegakkan diagnosis osteomyelitis, misalnya rontgen polos, CT scan, MRI, USG, serta pencitraan nuklir.
Rontgen Polos Tulang:
Foto polos merupakan pemeriksaan konvensional yang biasa dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri tulang. Pada osteomyelitis akut, terlihat gambaran periosteal yang meningkat dan menebal, serta gambaran kortikal tulang yang menebal, ireguler, dan mengalami sklerosis.[1,4]
Selain itu, terlihat hilangnya arsitektur trabekular, osteolisis, dan pembentukan tulang baru. Gambaran osteolisis akan terlihat bila matriks tulang telah rusak hingga 50–70%. Gambaran ini biasanya tampak pada pasien anak setelah 5–7 hari infeksi dan pada pasien dewasa setelah 10–14 hari infeksi. Karena itu, foto polos perlu diulang pada 10–14 hari setelah pemeriksaan awal.[1,4]
Gambaran osteomyelitis pada foto polos kadang sulit dibedakan dengan gambaran fase penyembuhan fraktur, kanker, dan tumor jinak pada tulang.[1,4]
CT Scan Tulang:
Computed tomography (CT) bersifat lebih sensitif daripada rontgen polos, serta dapat melihat area edema. Namun, gambaran CT dapat tersamarkan apabila alat logam ortopedi berada di dekat area peradangan. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan untuk memandu biopsi jarum pada infeksi tertutup. Pemeriksaan ini juga digunakan untuk perencanaan sebelum operasi untuk mendeteksi kelainan integritas tulang, benda asing, osteonekrosis, serta keterlibatan jaringan lunak.[1,4]
MRI Tulang:
Magnetic resonance imaging (MRI) tulang merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas tinggi dan resolusi spasial yang sangat baik, sehingga dapat menilai luas dan lokasi osteomyelitis lengkap dengan perubahan patologis pada sumsum tulang dan jaringan lunak. MRI merupakan modalitas yang sangat berguna dalam mendeteksi osteomyelitis serta mengukur keberhasilan terapi.[4]
USG Tulang:
Ultrasonography tulang dapat melihat kumpulan cairan di sekitar tulang tanpa intervensi jaringan lunak. Dokter mungkin menemukan peningkatan dan penebalan periosteum. USG tulang berguna pada pasien dengan alat logam ortopedi atau pasien lainnya yang tidak dapat menjalani MRI.[4]
Pencitraan Nuklir:
Pencitraan nuklir merupakan pemeriksaan yang sensitif tetapi tidak spesifik karena sulit membedakan osteomyelitis dengan cedera pascatrauma atau kanker. Prosedur ini juga terkadang menghambat manajemen pembedahan langsung. Pencitraan tulang 3 fase sangat membantu dalam mengevaluasi vertebra dengan osteomyelitis akut dan infeksi diskus yang meragukan. Namun, kekhasan prosedur ini menurun pada osteomyelitis sekunder.[4]
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah pada kebanyakan kasus osteomyelitis akan menemukan laju endap darah (LED) dan C-reactive protein (CRP) yang meningkat. Bila penanda inflamasi ini ditemukan normal terus menerus, dokter dapat menyingkirkan diagnosis osteomyelitis. Pemeriksaan CRP juga berkorelasi dengan respons klinis terhadap obat, sehingga bisa digunakan untuk memonitor terapi. Selain itu, pada infeksi kronis, pemeriksaan darah dapat menemukan leukositosis dan anemia normokromik normositer.[1,3,4]
Biopsi Tulang
Diagnosis definitif osteomyelitis adalah dengan isolasi patogen langsung dari lesi tulang. Biopsi tulang harus dilakukan sebelum pemberian antibiotik atau dilakukan >48 jam setelah penghentian antibiotik. Biopsi tulang bisa melalui insisi terbuka atau melalui injeksi perkutan.[2,4]
Prosedur ini dilakukan untuk pemeriksaan histopatologis dan kultur, tetapi mungkin tidak diperlukan jika telah ada temuan radiologis yang konsisten yang dilengkapi hasil kultur darah positif. Untuk mendapatkan hasil kultur yang akurat, biopsi tulang harus dilakukan melalui jaringan yang tidak terinfeksi. Kultur saluran sinus tulang mungkin berguna jika infeksi disebabkan oleh spesies S. aureus dan Salmonella diisolasi.[2,4]
Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis berupa kultur darah dapat digunakan untuk membantu diagnosis osteomyelitis. Apabila kultur darah tidak memberikan hasil yang positif tetapi pemeriksaan lain tetap mencurigai adanya osteomyelitis, maka dokter dapat melakukan kultur dari biopsi tulang.[1,4]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur