Effect of Intravenous Fluid Treatment with a Balanced Solution vs 0.9% Saline Solution on Mortality in Critically Ill Patients: The BaSICS Randomized Clinical Trial
Zampieri FG, Machado FR, Biondi RS, et al. The Journal of the American Medical Association. 2021 Aug 10;326(9):1–12. PMID: 34375394.
Abstrak
Poin penting: cairan intravena digunakan oleh hampir semua pasien di ruang perawatan intensif (ICU). Berbagai uji klinis dan uji laboratorium telah dilakukan untuk mencari cairan spesifik yang dapat memperbaiki luaran klinis pasien, menurunkan mortalitas, dan menurunkan kejadian gagal ginjal akut.
Objektif: uji klinis BaSICS ini bertujuan untuk membandingkan efek cairan normal saline (NaCl 0,9%) dan solusio balans pada angka kesintasan 90 hari pasien kritis di ICU. Solusio balans yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang memiliki kandungan natrium dan klorida mirip dengan plasma, misalnya Ringer laktat.
Desain, kondisi, dan subjek penelitian: penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol yang double-blind dan factorial, yang dilakukan di 75 ICU di Brasil. Pasien yang diacak antara tanggal 29 Mei 2017 sampai 2 Maret 2020 adalah pasien yang masuk ICU dengan minimal 1 faktor risiko perburukan, memerlukan minimal 1 ekspansi cairan, dan diperkirakan akan dirawat di ICU >24 jam.
Pasien diacak menjadi 2 grup dengan tipe cairan berbeda, yaitu solusio balans dan normal saline. Follow-up selesai pada tanggal 29 Oktober 2020. Pasien juga diacak menjadi 2 grup dengan laju infus berbeda tetapi hal ini dibahas di jurnal yang berbeda.
Intervensi: pasien diacak dengan rasio 1:1 untuk menerima cairan intravena berupa solusio balans (n=5522) atau normal saline (n=5530).
Luaran primer: luaran utama yang dipelajari adalah kesintasan 90 hari.
Hasil: total subjek penelitian adalah 11.052 pasien. Dari jumlah total tersebut, sebanyak 10.520 (95,2%) memiliki kriteria yang sesuai untuk analisis (rerata umur 61,1 [SD, 17] tahun; 44,2% adalah wanita). Tidak ada interaksi signifikan antara kedua intervensi (jenis cairan dan laju infus; P=0,98).
Admisi yang memang sudah terencana untuk operasi mewakili 48,4% kasus. Dari semua pasien, 60,6% mengalami hipotensi (atau menggunakan vasopresor) dan 44,3% memerlukan ventilasi mekanik saat masuk. Kedua grup (normal saline dan solusio balans) mendapatkan rerata 1,5 liter cairan saat hari pertama.
Pada hari ke-90, hasil menunjukkan bahwa 1.381 dari 5.230 pasien (26,4%) di grup solusio balans meninggal vs. 1.439 dari 5.290 pasien (27,2%) di grup normal saline meninggal (adjusted hazard ratio 0.97; 95% CI 0,90–1,05; P=0,47). Tidak ada efek samping serius akibat terapi pada kedua grup.
Kesimpulan: pada pasien kritis di ICU yang memerlukan fluid challenges, penggunaan solusio balans dibandingkan dengan normal saline tidak menurunkan mortalitas 90 hari secara signifikan. Penemuan ini tidak mendukung penggunaan solusio balans.[1]
Ulasan Alomedika
Cairan normal saline (NaCl 0,9%) merupakan cairan yang paling sering digunakan untuk pasien kritis di ICU. Namun, beberapa studi observasional dan uji klinis unblinded dari single-center di Amerika Serikat sempat melaporkan bahwa penggunaan solusio balans dapat memberikan luaran klinis pasien yang lebih baik.
Kendala dari studi-studi yang sudah ada tersebut adalah hasil yang masih heterogen dan skala yang masih kecil. Oleh karena itu, uji klinis acak terkontrol yang double-blind dan multi-center dengan skala populasi besar ini dilakukan untuk membandingkan efek solusio balans dan normal saline dengan lebih baik.[1]
Ulasan Metode Penelitian
Uji klinis acak ini mempelajari tingkat kesintasan 90 hari dengan menggunakan uji Cox proportional hazards models. Kejadian gagal ginjal akut diperiksa dengan mixed generalized linear models dengan distribusi binomial dan uji logit link function. Skor SOFA (sequential organ failure assessment) juga diperiksa dengan mixed generalized linear models.[1]
Ulasan Hasil Penelitian
Luaran primer penelitian ini adalah angka kesintasan 90 hari yang memang merupakan poin penting dalam perawatan klinis pasien kritis. Selain itu, luaran sekunder berupa kebutuhan kidney replacement therapy (dialisis), kejadian gagal ginjal akut, skor SOFA, dan kebutuhan ventilasi mekanik juga merupakan luaran klinis yang signifikan bagi pasien. Luaran sekunder ini memiliki odds ratio <1 yang menunjukkan adanya faktor protektif dari intervensi. Hal ini dikuatkan dengan indeks kepercayaan 95% yang cukup sempit.
Luaran tersier adalah jumlah subjek yang meninggal di ICU atau rumah sakit dan durasi perawatan di ICU atau rumah sakit. Luaran ini juga bermakna untuk pelayanan klinis. Analisis menunjukkan OR <1 untuk luaran tersier, yang berarti bahwa intervensi cairan merupakan faktor protektif terhadap luaran tersier. Hal ini dikuatkan dengan indeks kepercayaan 95% yang cukup sempit.[1]
Kelebihan Penelitian
Kelebihan penelitian ini adalah desain penelitian yang berupa uji klinis acak terkontrol yang buta ganda dan bersifat prospektif, sehingga risiko bias dapat diminimalkan. Penelitian ini juga membandingkan langsung dua intervensi yang berbeda (bukan membandingkan intervensi dengan plasebo), sehingga efektivitas dapat terlihat jelas.
Selain itu, peneliti berhasil melakukan randomisasi dengan teknik konsekutif, sehingga meminimalkan penumpukan sampel pada salah satu grup penelitian. Jumlah sampel penelitian yang besar juga menjadi salah satu kelebihan. Luaran primer, sekunder, dan tersier yang digunakan dalam penelitian ini juga merupakan luaran yang bermakna secara klinis.[1]
Limitasi Penelitian
Saat penelitian, 80% dari total cairan masuk diberikan sesuai dengan cairan penelitian. Namun, ada beberapa pasien yang diberikan cairan lain dengan tujuan memperbaiki kondisi umum. Selain itu, cairan sebelum pasien masuk ke ICU tidak dapat dikontrol sepenuhnya. Selanjutnya, ada beberapa kriteria eksklusi yang tercapai setelah proses pengacakan pasien, sehingga terjadi penurunan jumlah sampel yang dapat dianalisis.
Operasi terjadwal juga menurunkan kemungkinan mortalitas dari seluruh sampel studi. Cairan penelitian juga diberikan dengan salah satu merk yang memiliki buffer tertentu. Bila buffer ini diubah, kemungkinan hasil akhir juga dapat berubah.[1]
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Hasil studi ini sejalan dengan salah satu studi yang pernah dilakukan di Indonesia, yakni studi Aditianingsih et al. yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara penggunaan normal saline dan solusio balans yang awalnya diciptakan untuk mengurangi efek samping normal saline (asidosis hiperkloremia).
Temuan ini tentu bermanfaat untuk pelayanan klinis di Indonesia karena cairan normal saline masih merupakan jenis cairan yang paling mudah ditemukan dan memiliki biaya yang lebih murah. Dokter dapat tetap memberikan cairan normal saline untuk pasien kritis karena cairan ini ternyata memiliki efek yang mirip dengan solusio balans.[1,2]