Penelitian telah membandingkan efikasi lemborexant dengan obat insomnia lain dalam terapi insomnia. Lemborexant dinyatakan lebih unggul secara signifikan pada total sleep time (TST) atau panjang waktu tidur. Obat peroral ini merupakan antagonis OXR1 dan OXR2 ganda yang dikembangkan untuk pengobatan gangguan irama tidur-bangun pada orang dewasa.[1-3]
Insomnia merupakan gangguan tidur yang dapat menjadi beban dalam kehidupan sosial, misalnya kehilangan produktivitas bahkan pekerjaan akibat rasa kantuk di siang hari, kelelahan, lekas marah, sulit berkonsentrasi, dan gangguan memori. Kondisi ini dapat meningkatan risiko penyalahgunaan zat, sehingga berbagai penelitian dilakukan untuk menemukan terapi yang tepat.[1,4]
Sekilas Mengenai Penyebab Insomnia pada Dewasa
Insomnia kronis ditandai dengan kesulitan untuk memulai tidur, mempertahankan tidur, atau bangun pagi. Gejala gangguan tidur malam ini muncul minimal 3 kali seminggu dan berlangsung minimal 3 bulan, tidak disebabkan oleh gangguan tidur lain, baik kondisi medis maupun farmakologis.[5]
Perempuan dilaporkan menderita insomnia +2 kali lebih sering daripada pria, dan kemungkinan dapat meningkat seiring dengan pertambahan usia. Insomnia dapat dialami pada semua usia, dengan menunjukkan karakteristik fenotip yang bervariasi.[1,4,5]
Salah satu kunci dalam patofisiologi insomnia adalah neuron orexin, yang mengendalikan kondisi waspada dan tidur-bangun. Orexin sangat penting dalam mempertahankan perilaku aktif saat, di mana oresin saat bangun/terjaga akan merangsang neuron lain untuk melepaskan neurotransmitter yang meningkatkan kewaspadaan, seperti dopamin, serotonin, dan norepinefrin.
Neuron orexin mengeluarkan potensial aksi selama aktif terjaga, khususnya selama perilaku eksplorasi. Saat transisi dari tidur ke bangun, neuron orexin aktif sebelum permulaan aktivasi elektroensefalografik (EEG) dan merespons dengan latensi singkat untuk membangkitkan rangsangan suara selama tidur. Oleh karena itu, aktivasi optogenetik neuron orexin cukup untuk mendorong kondisi bangun.[2]
Pilihan Medikamentosa Insomnia pada Dewasa
Saat ini, pilihan medikamentosa untuk insomnia adalah agonis reseptor asam γ-aminobutyric tipe-A (misalnya benzodiazepine), Z-drugs nonbenzodiazepine (misalnya zopiclone, zolpidem, zaleplon), agonis reseptor melatonin, dan antidepresan (misalnya trazodone, doxepin). Bahkan, pasien insomnia kadang menggunakan antihistamin generasi pertama yang memiliki efek samping mengantuk.
Pemahaman yang lebih baik tentang neuropeptida orexin memberikan target terapi baru untuk mengobati insomnia, melalui mekanisme antagonis reseptor orexin (OXRs). Neuropeptida orexin yang mengatur siklus tidur-bangun, di mana sinyal orexin dimediasi melalui OXR1 dan OXR2, sehingga saat ini dikembangkan obat antagonis reseptor orexin ganda.[1,4,5]
Lemborexant sebagai Antagonis Reseptor Orexin Ganda
Lemborexant merupakan antagonis OXR1 dan OXR2 ganda, yang telah disetujui penggunaannya di Amerika Serikat, Jepang, dan Kanada sebagai terapi insomnia. Lemborexant juga sedang diteliti untuk pengobatan gangguan irama tidur-bangun yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer ringan hingga sedang.[1-3]
Lemborexant bekerja sebagai antagonis kompetitif pada OXR1 dan OXR2. Lemborexant oral diserap cepat, dengan waktu rata-rata untuk mencapai konsentrasi plasma puncak (tmaks) 1–3 jam. Onset tidur mungkin tertunda jika lemborexant diminum dengan atau segera setelah makan. Waktu paruh efektif dosis lemborexant 5 mg adalah 17 jam, sedangkan dosis 10 mg adalah 19 jam.[1,2,5,6]
Perbandingan Efikasi Lemborexant dengan Obat Insomnia Lain
Meta analisis oleh McElroy et al (2021) membandingkan efikasi dan keamanan lemborexant dengan obat insomnia lainnya, melalui tinjauan literatur sistematis dan network meta analysis (NMA). Studi-studi yang dianalisis merupakan uji coba terkontrol secara acak pada orang dewasa dengan insomnia primer, dengan laporan setelah setidaknya 1 minggu pengobatan. Luaran efikasi wake after sleep onset (WASO), sleep efficiency (SE), latency to persistent sleep (LPS) atau sleep onset latency (SOL), total sleep time (TST), dan insomnia severity index (ISI).[7]
Berdasarkan analisis terhadap 45 uji coba, McElroy et al menyimpulkan bahwa lemborexant lebih unggul daripada suvorexant, benzodiazepines, benzodiazepine receptor agonist atau Z-drugs (zolpidem, eszopiclone, zaleplon, zopiclone), trazodone, dan ramelteon sebagai terapi insomnia.[7]
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara signifikan lemborexant memperpanjang TST menjadi rata-rata 32 menit (lebih unggul daripada ramelteon), mengurangi WASO sebanyak rata-rata 20‒25 menit (lebih unggul daripada zolpidem-IR dan ramelteon), mengurangi LPS sebanyak 13‒23 menit (lebih unggul daripada zolpidem-ER, zaleplon, dan triazolam). Sementara, perbandingan dengan luaran lainnya tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik.[7]
Studi meta analisis lainnya oleh Kishi et al (2021) mendapatkan bahwa lemborexant 5 mg dan 10 mg dapat mencetuskan tidur lebih baik daripada suvorexant 20 mg. Suvorexant juga merupakan antagonis OXR1 dan OXR2 ganda.[9]
Perbandingan Efek Samping Lemborexant dengan Obat Insomnia Lain
Lemborexant dilaporkan dapat menyebabkan efek samping somnolen, rasa ngantuk yang berlebihan, efek depresan pada susunan saraf pusat, sleep paralysis, halusinasi hipnagogik dan hipnopompik, cataplexy-like symptoms, perilaku tidur yang kompleks, serta memperburuk depresi dan ide bunuh diri.[10]
Meta analisis yang meliputi 3 studi tentang lemborexant oleh Khazaie et al (2022) menemukan efek samping mengantuk di siang hari dan mimpi buruk yang lebih besar pada penggunaan lemborexant jika dibandingkan dengan plasebo.[3]
Meta analisis McElroy et al menemukan bahwa efek samping pusing yang dikaitkan dengan penggunaan lemborexant secara signifikan lebih rendah daripada penggunaan zolpidem-IR, zolpidem-ER, dan eszopiclone. Namun, tingkat kantuk jauh lebih tinggi secara statistik pada penggunaan lemborexant daripada suvorexant, zolpidem-IR, zolpidem-ER, eszopiclone, zaleplon, estazolam, dan ramelteon.[7]
Sementara itu, uji klinis fase 3 oleh Rosenberg et al (2019) yang melibatkan 1.006 pasien menunjukkan tidak ada bukti rebound insomnia selama 2 minggu setelah 1 bulan terapi dengan lemborexant atau zolpidem.[8]
Uji klinis tersebut melaporkan bahwa efek samping yang muncul akibat pengobatan secara keseluruhan serupa di antara terapi yang menggunakan lemborexant dan obat insomnia lainnya. Efek samping yang muncul biasanya tidak serius, bersifat sementara, dan reversible. Sleep paralysis sempat dilaporkan oleh pasien dengan terapi lemborexant 5 mg dan 10 mg, tetapi dengan tingkat keparahan ringan.[8]
Tidak ada kematian yang terjadi selama penelitian dalam penggunaan lemborexant ataupun zolpidem. Efek samping yang dianggap sebagai cataplexy, perilaku kompleks terkait tidur, bukti bunuh diri tidak dilaporkan pada uji klinis ini. Selain itu, tidak ada temuan penting yang dilaporkan terkait tes laboratorium klinis, tanda vital, berat badan, atau elektrokardiogram (EKG).[8]
Dosis dan Kewaspadaan dalam Pemberian Lemborexant
Lemborexant diberikan secara oral dengan dosis 5 mg atau 10 mg, segera sebelum tidur. Dosis maksimum yang direkomendasikan adalah 10 mg/hari. Pasien sebaiknya tidak menggunakan lemborexant jika berencana bangun sebelum 7 jam setelah minum obat, agar tidak mengalami gangguan membahayakan saat bangun.[10]
Kondisi narkolepsi merupakan kontraindikasi absolut pemberian lemborexant. Sementara itu, pemberian obat ini perlu kewaspadaan jika digunakan bersama dengan obat-obatan lain yang dimetabolisme oleh hati, karena keterlibatan enzim CYP3A.[10]
Penggunaan bersama dengan obat inhibitor CYP3A kuat (itraconazole, clarithromycin) atau sedang (fluconazole, verapamil) dapat meningkatkan efek samping lemborexant. Selain itu, pemberian lemborexant tidak dianjurkan >5 mg saat diberikan bersamaan dengan obat inhibitor CYP3A lemah, untuk menghindari efek samping.[10]
Sebaliknya, penggunaan bersama dengan obat penginduksi CYP3A kuat (rifampicin, carbamazepine, St. John's wort) atau sedang (bosentan, efavirenz, etravirine, modafinil) akan mengurangi efektivitas lemborexant.[10]
Terkait dosis, pemberian lemborexant >5 mg harus hati-hati pada pasien lansia usia >65 tahun. Dosis >5 mg juga tidak dianjurkan untuk penderita gangguan hati sedang (Child-Pugh kelas B). Sementara, penderita gangguan hati ringan (Child-Pugh kelas A) akan mengalami peningkatan rasa kantuk, tetapi tidak ada penyesuaian dosis yang dianjurkan. Obat ini belum direkomendasikan untuk penderita gangguan hati berat (Child-Pugh kelas C) karena belum cukup studi yang tersedia.[10]
Kesimpulan
Lemborexant memiliki efek tidur yang baik jika dibandingkan dengan obat-obat insomnia lainnya. Lemborexant secara umum lebih baik dalam perihal memperpanjang total sleep time (TST), mengurangi wake after sleep onset (WASO), dan mengurangi latency to persistent sleep (LPS). Namun, selain hal-hal tersebut, lemborexant tidak memiliki keunggulan yang signifikan jika dibandingkan dengan obat insomnia lainnya.
Insidensi efek samping lemborexant dalam pengobatan insomnia secara keseluruhan serupa dengan penggunaan obat insomnia lainnya. Efek samping yang dapat muncul meliputi sleep paralysis, cataplexy, perilaku kompleks terkait tidur, pusing, somnolen, ngantuk pada siang hari, halusinasi hipnagogik dan hipnopompik, perburukan depresi, dan ide bunuh diri.
Lemborexant secara umum dapat ditoleransi dengan baik dan efektif, sehingga dapat membantu pasien-pasien yang memiliki gangguan dalam mempertahankan tidur. Lemborexant dapat dipertimbangkan sebagai terapi anti insomnia secara efektivitas dan tolerabilitas.