Urinalisis rutin kerap dilakukan pada pemeriksaan antenatal ibu hamil risiko rendah untuk tujuan penapisan bakteriuria asimtomatik, preeklampsia, dan diabetes gestasional. Tetapi, pemeriksaan penunjang yang dilakukan tanpa indikasi spesifik berpotensi meningkatkan biaya dan penggunaan sumber daya medis yang tidak perlu.
Pemeriksaan antenatal dilakukan untuk promosi kesehatan, penapisan risiko, dan deteksi dini penyulit kehamilan, sehingga dapat mencegah komplikasi. Atas dasar inilah, beberapa pemeriksaan penunjang, termasuk urinalisis, dilakukan secara rutin pada seluruh ibu hamil tanpa stratifikasi risiko.[1-3]
Urinalisis dan Bakteriuria Asimtomatik
Bakteriuria asimtomatik didefinisikan sebagai bakteriuria yang tidak disertai dengan tanda dan gejala infeksi. Bakteriuria mempengaruhi 2-7% kehamilan.[4] Pada ibu hamil, bakteriuria asimtomatik dapat menyebabkan stasis urin yang meningkatkan risiko pyelonephritis akut. Bakteriuria asimtomatik juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur.[5-7]
Nilai Diagnostik Urinalisis untuk Penapisan Bakteriuria Asimtomatik
Sebuah studi oleh Demilie et al mencoba mengevaluasi akurasi diagnostik dari urinalisis untuk memprediksi infeksi saluran kemih (ISK) jika dibandingkan dengan baku emas kultur urin. Studi ini melibatkan 367 sampel urin midstream yang dikultur pada media MacConkey, Manitol salt agar (MSA), dan blood agar, serta dibandingkan dengan pemeriksaan dipstick untuk mendeteksi adanya nitrit dan leukosit esterase.[8]
Hasil studi menunjukkan bahwa sensitivitas uji dipstick leukosit esterase pada pasien bakteriuria asimtomatik adalah 50% dan spesifisitasnya 89,1%. Untuk nitrit, sensitivitas adalah sebesar 35,7% dan spesifisitas 98%. Peneliti menyimpulkan bahwa urinalisis berkaitan dengan banyak hasil positif dan negatif palsu untuk skrining ISK, terutama bakteriuria asimtomatik, sehingga tidak cocok untuk dilakukan secara rutin untuk penapisan.[8]
Rekomendasi Pedoman Klinis
Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI) mendukung deteksi dan pengobatan dini bakteriuria asimtomatik karena manfaatnya dalam mengurangi kejadian komplikasi dalam kehamilan, seperti pyelonephritis, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah. ICSI menyarankan skrining dilakukan pada semua wanita hamil, tetapi metode skrining yang diutamakan adalah kultur urin pada kunjungan antenatal pertama atau saat usia kehamilan 12-16 minggu.[9]
ICSI tidak secara eksplisit menyatakan mendukung atau tidak penggunaan urinalisis, namun menyebutkan bahwa urinalisis memiliki sensitivitas yang jauh lebih rendah dibandingkan kultur urin dalam mendeteksi bakteriuria asimtomatik.[9]
Sementara itu, American Family Physician menyarankan penapisan bakteriuria asimtomatik dengan urinalisis pada seluruh ibu hamil usia kehamilan 11-16 minggu.[4]
Urinalisis dan Preeklampsia
Preeklampsia dan eklampsia adalah salah satu penyebab utama kematian pada ibu hamil. Kebanyakan kematian akibat penyakit ini disebabkan oleh kurangnya kualitas pemeriksaan prenatal, sulitnya akses ke pelayanan kesehatan, kurangnya sumber daya, serta diagnosis dan tata laksana yang tidak adekuat.[10]
Urinalisis digunakan untuk penapisan dan diagnosis dari preeklampsia dan eklampsia. Hal yang dilihat pada urinalisis adalah proteinuria dan rasio protein:kreatinin.[11]
Nilai Diagnostik Urinalisis untuk Penapisan Preeklampsia
Sebuah studi berusaha mengevaluasi nilai diagnostik dari urinalisis, berupa rasio mikroalbumin:kreatinin dan uji visual dipstick, dengan baku emas berupa evaluasi protein urin 24 jam pada kasus hipertensi dalam kehamilan. Studi yang melibatkan 163 ibu hamil dengan hipertensi ini menyimpulkan bahwa urinalisis memiliki nilai diagnostik yang jauh lebih rendah dibandingkan baku emas.[12]
Uji visual dipstick memiliki sensitivitas 51% dan spesifisitas 91%, dengan positive predictive value (PPV) 89% dan negative predictive value (NPV) 58%. Rasio mikroalbumin:kreatinin memiliki sensitivitas 63% dan spesifisitas 81%, dengan PPV 82% dan NPV 62%. Hasil ini menunjukkan kelemahan dari kedua pemeriksaan tersebut untuk digunakan sebagai pemeriksaan rutin, baik untuk penapisan ataupun diagnosis preeklampsia.[12]
Rekomendasi Pedoman Klinis
United States Preventive Services Task Force (USPSTF) menyatakan bahwa bukti saat ini tidak mendukung penggunaan urinalisis untuk penapisan preeklampsia. Dalam praktiknya, urinalisis rutin pada ibu hamil risiko rendah dan normotensi bukan didasarkan pada bukti ilmiah, tetapi lebih pada tradisi klinis.[1]
Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI) juga tidak merekomendasikan urinalisis rutin karena reliabilitas pemeriksaan yang rendah. Namun, pedoman Society of Obstetricians and Gynecologists of Canada (SOCG) masih menyarankan penggunaan uji dipstick untuk penapisan proteinuria pada ibu hamil risiko rendah.[13]
Urinalisis dan Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional meningkatkan risiko keguguran, preeklampsia, dan persalinan preterm. Stillbirth, malformasi kongenital, makrosomia, dan distosia juga lebih sering dialami janin yang lahir dari ibu dengan riwayat diabetes. Pada urinalisis bisa ditemukan glikosuria. [3,4]
Nilai Diagnostik Urinalisis untuk Penapisan Diabetes Gestasional
Studi oleh Agbozo et al berusaha memvalidasi akurasi dari uji penapisan untuk diabetes gestasional. Pada studi ini, 491 ibu hamil dilibatkan dan menjalani skrining selektif pada usia kehamilan 13 dan 20 minggu, serta menjalani skrining universal pada usia kehamilan 20 dan 34 minggu.[3]
Metode penapisan yang digunakan adalah reagent-strip glycosuria dan gula darah sewaktu untuk skrining selektif; serta HbA1c, gula darah puasa, dan tes toleransi glukosa oral untuk skrining universal. Peneliti menyimpulkan bahwa skrining selektif dengan glikosuria dan gula darah sewaktu tidak diperlukan karena sensitivitasnya yang rendah.[3]
Rekomendasi Pedoman Klinis
Pedoman dari National Institute for Health and Care Excellence (NICE) mengenai diabetes pada kehamilan tidak menyarankan penggunaan urinalisis untuk menentukan risiko diabetes gestasional. Tetapi, pedoman ini menyarankan untuk waspada jika glukosa urine positif 2 atau lebih pada 1 pemeriksaan kunjungan antenatal pertama; atau glukosa urine positif 1 atau lebih pada 2 kali pemeriksaan urine.[14]
Pedoman Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI) juga sudah tidak lagi menyarankan penggunaan urinalisis dengan uji dipstick untuk mendeteksi glikosuria karena sensitivitasnya hanya berkisar 23-64%.[9]
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) berkolaborasi dengan United States Preventive Services Task Force (USPSTF), merekomendasikan skrining diabetes secepatnya pada kehamilan yang berisiko. Risiko yang dimaksud antara lain riwayat diabetes gestasional, obesitas, atau intoleransi glukosa. Skrining yang disarankan untuk ibu hamil risiko tinggi adalah menggunakan HbA1c atau gula darah puasa, bukan urinalisis. Skrining diabetes gestasional pada semua ibu hamil disarankan pada usia kehamilan 24-28 minggu menggunakan tes toleransi 50 gram glukosa oral.[4]
Kesimpulan
Urinalisis kerap dilakukan secara rutin pada perawatan antenatal dengan tujuan penapisan, termasuk untuk bakteriuria asimtomatik, preeklampsia, dan diabetes gestasional. Ketiga penyakit tersebut dapat menyebabkan komplikasi kehamilan yang mengancam nyawa, sehingga deteksi dan tata laksana dini sangat krusial. Meskipun begitu, bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa nilai diagnostik dari urinalisis tidak cukup baik untuk digunakan secara universal pada seluruh ibu hamil. Saat ini, berbagai pedoman klinis juga sudah tidak lagi menyarankan penggunaan urinalisis secara rutin pada ibu hamil risiko rendah.