Profilaksis aspirin dosis rendah dapat mencegah terjadinya preeklampsia pada ibu hamil, terutama yang memiliki risiko tinggi. Preeklampsia adalah sindrom hipertensi disertai proteinuria dan/atau disfungsi organ yang muncul setelah 20 minggu kehamilan, pada wanita yang sebelumnya normotensi. Tidak ada pengobatan kuratif untuk kondisi ini, selain persalinan. Oleh karenanya, pencegahan preeklampsia akan berdampak signifikan pada kesehatan ibu dan bayi.[1,2]
Rasionalitas Penggunaan Aspirin untuk Preeklampsia
Kejadian preeklampsia dikaitkan dengan peningkatan kadar tromboksan yang berasal dari trombosit. Hal ini menjadi dasar studi untuk mengevaluasi terapi aspirin dosis rendah pada wanita yang dianggap memiliki peningkatan risiko preeklampsia.[1-2]
Terdapat juga hipotesis lain yang menyatakan bahwa gangguan implantasi plasenta berperan terhadap terjadinya preeklampsia. Berdasarkan teori ini, profilaksis dini yang dilakukan sebelum implantasi plasenta terjadi (usia kehamilan <16 minggu) akan memiliki dampak yang lebih besar dibandingkan profilaksis yang dilakukan setelah implantasi plasenta.[3]
Berbeda dengan terapi aspirin dosis tinggi, aspirin dosis rendah (60‒150 mg/hari) dapat mengurangi sintesis tromboksan trombosit. Namun, dosis rendah ini tetap mempertahankan sintesis prostasiklin dinding pembuluh darah.[3]
Meskipun tidak diteliti dengan baik, hipotesis lainnya adalah efek menguntungkan dari pemberian aspirin dosis rendah untuk menekan modulasi peradangan yang berlebihan pada wanita hamil dengan risiko tinggi preeklamsia.[4]
Bukti Ilmiah terkait Penggunaan Aspirin untuk Preeklampsia
Mayoritas studi yang ada saat ini menunjukkan manfaat profilaksis aspirin dosis rendah untuk menurunkan insidensi preeklampsia.
Rolnik et al melaporkan hasil uji klinis acak multisenter pada tahun 2017, yang meneliti efek profilaksis aspirin dosis rendah dibandingkan plasebo pada 1.776 wanita dengan kehamilan tunggal yang berisiko mengalami preeklampsia. Dosis aspirin yang digunakan adalah 150 mg per hari, dan diberikan antara usia gestasi 11‒14 minggu.[2]
Hasil uji menunjukkan penggunaan aspirin dosis rendah dapat menurunkan risiko preeklampsia secara bermakna. Hanya 13 partisipan (1,6%) dari grup aspirin dibandingkan dengan 35 partisipan (4,3%) dari grup plasebo yang mengalami preeklampsia. Selain itu, studi ini juga menemukan bahwa tingkat kepatuhan minum obat aspirin cukup tinggi.[2]
Meta analisis oleh Roberge et al pada tahun 2017 yang meninjau 45 studi dengan subjek lebih dari 20.000 wanita yang berisiko mengalami preeklampsia. Studi yang ditinjau bertujuan untuk menilai efektivitas aspirin dosis rendah (50‒150 mg/hari) untuk profilaksis preeklampsia.[4]
Hasil meta analisis menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah bermanfaat untuk mengurangi risiko preeklampsia, bahkan preeklampsia berat. Komplikasi preeklampsia onset dini, seperti kelahiran prematur dan hambatan pertumbuhan janin, juga berkurang. Namun, manfaat aspirin dosis rendah tersebut hanya didapatkan jika terapi diberikan pada usia kehamilan <16 minggu.[4]
Sementara itu, pemberian aspirin dosis rendah pada usia kehamilan 16 minggu hanya menunjukkan penurunan risiko preeklampsia yang lebih kecil, dan tidak menunjukkan manfaat terkait risiko preeklampsia berat dan pertumbuhan janin terhambat.[4]
Studi meta analisis lainnya oleh Duley et al tahun 2019 semakin menguatkan manfaat aspirin dosis rendah untuk mencegah preeklampsia. Studi ini menganalisa 77 penelitian, dengan subjek >40.000 wanita hamil yang berisiko preeklampsia. Dosis aspirin yang diberikan antara 50‒150 mg/hari.[8]
Hasil meta analisis ini menunjukkan bahwa pemberian aspirin dosis rendah pada wanita berisiko preeklampsia memiliki manfaat untuk menurunkan risiko preeklampsia, kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, intrauterine fetal death, serta kematian neonatal.[8]
Masukan tambahan dari meta analisis ini adalah perlunya identifikasi profil wanita yang lebih spesifik untuk meningkatkan efektivitas terapi profilaksis ini, perbandingan manfaat dan kerugian dari terapi aspirin dosis rendah yang diinisiasi pada usia gestasi <12 minggu, serta perbandingan manfaat dan kerugian dari terapi aspirin dengan dosis yang lebih tinggi.[8]
Pada tahun 2023, Lailler et al melaporkan hasil studi berbasis populasi di dunia nyata, tentang aspirin untuk pencegahan kekambuhan preeklamsia dini dan berat. Studi ini melibatkan 28.467 wanita hamil dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya. Hasil studi melaporkan bahwa profilaksis aspirin yang diberikan usia kehamilan <16 minggu dengan dosis ≥100 mg/hari dikaitkan dengan risiko lebih rendah terjadinya preeklampsia berat dan dini.[10]
Akan tetapi, kepatuhan penggunaan aspirin oleh wanita hamil dengan riwayat preeklampsia sebelumnya sebagian besar tidak mencukupi, terutama pada wanita yang mengalami deprivasi sosial.[10]
Waktu Pemberian Aspirin untuk Pencegahan Preeklampsia
Hubungan antara implantasi plasenta terganggu dan preeklampsia menjadi dasar akan hipotesis bahwa profilaksis yang dilakukan secara dini (<16 minggu) akan memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan yang dilakukan setelahnya.
Studi meta analisis oleh Duley et al. menunjukkan efektivitas profilaksis aspirin dosis rendah yang diberikan sebelum usia gestasi 16 minggu. Walau demikian, perlu diperhatikan bahwa mayoritas subjek penelitian memiliki usia gestasi >12 minggu.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah pemberian aspirin dini sebelum usia gestasi 12 minggu akan memberikan manfaat ekstra tanpa adanya peningkatan risiko. Oleh karena itu, masih perlu penelitian lebih lanjut tentang pemberian aspirin secara dini atau sebelum usia gestasi 12 minggu.[8]
Profilaksis aspirin yang tidak dilakukan secara dini juga tetap menunjukkan efektivitas, walau tidak sebesar jika dilakukan <16 minggu. Terapi aspirin yang tidak dilakukan secara dini pada sebagian besar studi dilakukan pada usia gestasi 16‒28 minggu.[3]
Keamanan Pemberian Aspirin untuk Pencegahan Preeklampsia
Penggunaan aspirin dosis rendah pada trimester kedua dan ketiga sudah terbukti aman untuk jangka pendek. Risiko jangka pendek yang dimaksud adalah perdarahan intrakranial janin/neonatus serta perbedaan perkembangan janin pada usia 18 bulan.
Sementara itu, keamanan penggunaan aspirin pada trimester masih dipertanyakan. Kekhawatiran yang selalu ada di antaranya risiko gastroschisis, serta risiko peningkatan perdarahan pervagina tetapi tidak sampai menyebabkan abortus.
Data keamanan pemberian aspirin jangka panjang masih terbatas. Tinjauan pustaka mengenai keamanan penggunaan aspirin pada wanita hamil menghubungkan penggunaan aspirin dengan risiko cerebral palsy. Walau demikian, risiko ini masih perlu diteliti lebih lanjut, karena inkonsistensi hasil dan rendahnya kualitas studi yang menunjukkan hubungan antara konsumsi aspirin dan kondisi ini.[9]
Dosis Aspirin untuk Pencegahan Preeklampsia
Dosis aspirin yang optimal untuk pencegahan preeklampsia masih kontroversial. Peneliti umumnya membedakan antara aspirin dosis rendah (<75 mg) dan dosis tinggi (>75 mg), keduanya diberikan sekali sehari.
Dalam uji coba ASPRE (combined multimarker screening and randomized patient treatment with aspirin for evidence‐based preeclampsia prevention), 150 mg aspirin digunakan dengan hasil pengurangan risiko preeklampsia preterm yang signifikan. Studi meta analisis dan studi berbasis populasi di dunia nyata juga mendapatkan hasil serupa, di mana aspirin dosis lebih tinggi (≥100 mg/hari)mungkin lebih efektif daripada dosis lebih rendah.[8]
Walau demikian, perlu diperhatikan bahwa pemberian aspirin untuk pencegahan preeklampsia yang sudah terbukti aman adalah aspirin dosis rendah. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikan superioritas pemberian aspirin dosis tinggi dibandingkan dosis rendah dalam hal perbandingan manfaat dan risiko.
Waktu Penghentian Aspirin
Tidak ada konsensus tentang waktu optimal penghentian aspirin. Dalam praktiknya, pasien dapat terus menggunakan aspirin dosis rendah hingga melahirkan. Beberapa menganjurkan penghentian pada usia kehamilan 36 minggu atau 5‒10 hari sebelum persalinan, yang diharapkan dapat mengurangi risiko perdarahan selama persalinan. Namun, tidak ada efek ibu atau janin yang merugikan terkait dengan penggunaan aspirin dosis rendah saat melahirkan.[2]
Kriteria Pasien untuk Profilaksis Aspirin Dosis Rendah
Walau terbukti bermanfaat untuk mencegah preeklampsia, efek pencegahan ini hanya bersifat rendah-sedang, dengan angka number needed to prevent sebesar 64 (1 kasus preeklampsia berhasil dicegah pada 64 wanita berisiko preeklampsia yang diberikan aspirin dosis rendah).
Pada kasus risiko tinggi, efek pencegahan ini akan lebih tinggi, dengan angka number needed to prevent sebesar 39 (1 kasus preeklampsia berhasil dicegah pada 39 wanita berisiko preeklampsia yang diberikan aspirin dosis rendah). Sayangnya, saat ini belum terdapat konsensus mengenai standar kriteria pasien berisiko tinggi yang tepat untuk mendapatkan profilaksis aspirin dosis rendah.
Masih diperlukan penelitian lanjutan mengenai kriteria pasien yang kemungkinan besar akan menunjukkan respons terhadap aspirin dosis rendah. Walau demikian, selama hasil penelitian ini belum ada, dapat digunakan kriteria pasien berisiko tinggi preeklampsia dari ACOG (American College Obstetrics and Gynecologist) atau USPSTF (US Preventive Services Task Force) sebagai kriteria pasien untuk profilaksis aspirin dosis rendah.
Kriteria ACOG
Insidensi preeklampsia diperkirakan setidaknya 8 persen untuk wanita hamil dengan salah satu dari kondisi berisiko tinggi di bawah ini:
- Kehamilan sebelumnya dengan preeklampsia, terutama onset dini dan dengan hasil luaran yang buruk
- Kehamilan multifetal
Hipertensi kronis
- Penyakit ginjal kronis
- Penyakit autoimun (sindrom antifosfolipid, lupus erythematosus sistemik)[5-7]
Kriteria USPSTF
Berdasarkan kriteria USPSTF, pemberian aspirin dosis rendah disarankan untuk pencegahan preeklampsia pada pasien dengan dua atau lebih faktor risiko sedang berikut ini:
- Nulliparitas
Obesitas (indeks massa tubuh >30 kg/m2)
- Riwayat keluarga preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan
- Usia ≥35 tahun
- Karakteristik sosiodemografi, seperti tingkat sosial ekonomi rendah
- Faktor risiko pribadi, misalnya kehamilan sebelumnya dengan berat lahir rendah atau kecil untuk bayi usia kehamilan, hasil kehamilan buruk sebelumnya (contohnya lahir mati), dan interval >10 tahun antara kehamilan[5]
Kesimpulan
Aspirin dosis rendah mengurangi frekuensi kejadian preeklampsia, serta outcome kehamilan yang merugikan terkait preeklampsia seperti kelahiran prematur dan pertumbuhan janin terhambat, sekitar 10‒20% ketika diberikan kepada wanita dengan risiko sedang hingga tinggi dari penyakit ini.
Efek pencegahan preeklampsia ini bersifat rendah-sedang, dengan angka number needed to prevent sebesar 64 pada wanita yang berisiko preeklampsia dan 39 pada wanita yang berisiko tinggi. Aspirin memiliki profil keselamatan pada ibu dan janin yang sangat baik dalam kehamilan.
Dengan demikian, penggunaan aspirin adalah strategi pencegahan yang bisa diterima bagi para wanita yang memiliki risiko terkait preeklampsia. Inisiasi pemberian aspirin dosis rendah (<75 mg, sekali sehari) pada usia gestasi 16 minggu dan dapat dilanjutkan hingga persalinan. Pemberian aspirin dosis rendah pada usia gestasi >16 minggu tetap menunjukkan manfaat, tetapi lebih inferior dibandingkan pemberian dini.
Beberapa pakar menyarankan pemberian aspirin diberhentikan saat usia kehamilan 36 minggu atau 5‒10 hari sebelum taksiran persalinan untuk mencegah risiko perdarahan saat bersalin, tetapi aspirin tetap dapat diberikan hingga saat melahirkan tanpa adanya efek yang merugikan baik pada ibu maupun janin. Belum terdapat konsensus mengenai waktu penghentian aspirin yang optimal.
Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kriteria pasien yang akan mendapatkan manfaat terbesar dari profilaksis ini, serta penelitian untuk menentukan apakah profilaksis menggunakan aspirin dosis tinggi akan lebih superior dibandingkan dosis rendah.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini