Progesteron sediaan oral maupun per vaginam sering digunakan dalam tata laksana abortus imminens. Abortus imminens merupakan adanya perdarahan pervaginam yang mengancam kelangsungan kehamilan, dengan kondisi serviks masih tertutup atau tanpa adanya dilatasi serviks.[1,2]
Kasus perdarahan pada masa awal kehamilan sering ditemukan dalam praktik klinis, termasuk yang disebabkan oleh abortus imminens. Progesteron secara fisiologis memiliki peran untuk mempersiapkan uterus dalam proses implantasi embrio, menekan kontraksi rahim, dan meningkatkan kestabilan pergerakan rahim. Berdasarkan hal ini diperkirakan progesteron dapat berperan dalam mencegah abortus spontan.[1-3]
Abortus Imminens dan Progesteron
Progesteron merupakan hormon seks pada wanita yang dapat menginduksi perubahan sekretorik pada permukaan uterus. Hal ini berperan penting pada keberhasilan implantasi dari sel telur yang terfertilisasi. Sekresi progesteron yang inadekuat telah dikaitkan dengan terjadinya abortus.[5]
Klinisi seringkali memberikan progestogen, obat yang berinteraksi dengan reseptor progesteron, sejak awal kehamilan dengan harapan dapat mencegah abortus spontan. juga digunakan pada trimester awal untuk mencegah abortus rekuren bersama terapi lain, seperti pemberian levotiroksin pada wanita dengan hipotiroid subklinis, ataupun aspirin pada wanita dengan antibodi antifosfolipid.[5,6]
Bukti Ilmiah Efikasi Progesteron dalam Pencegahan Abortus
Tinjauan Cochrane (2018) mencoba mengevaluasi manfaat progesteron dalam pencegahan abortus spontan. Dalam studi ini dilakukan evaluasi terhadap 7 uji klinis acak terkontrol yang melibatkan 696 wanita. Uji klinis yang dianalisis membandingkan penggunaan progesteron dalam pengobatan abortus imminens dengan plasebo atau tanpa pengobatan. Studi ini menemukan bahwa penggunaan progesteron mengurangi kejadian abortus spontan, namun peneliti menyatakan bahwa kualitas bukti ini tidak kuat.[4]
Dalam tinjauan Cochrane lain (2019) yang mengevaluasi hasil dari 13 uji klinis dengan total 2556 partisipan, didapatkan bahwa pemberian progesteron pada masa awal kehamilan pada wanita dengan abortus rekuren dapat menurunkan risiko abortus dari 27,5% menjadi 20,1%. Penggunaan progestogen juga ditemukan berkaitan dengan peningkatan kemungkinan bayi lahir hidup.[5]
Pemberian Progesteron Untuk Pencegahan Abortus Menurut Pedoman KLinis
Berdasarkan pedoman klinis dari National Institute for Health and Care Excellence (NICE) Inggris mengenai abortus, pada wanita dengan kehamilan intrauterin yang mengalami perdarahan pervaginam dengan riwayat abortus sebelumnya dapat diberikan micronized progesterone per vaginam 400 mg dua kali sehari. Apabila detak jantung janin terkonfirmasi, progesteron diteruskan hingga minggu ke-16 kehamilan.
Alasan dari rekomendasi NICE adalah terdapat bukti yang menguatkan terkait manfaat pemberian progesteron pervaginam terhadap peningkatan jumlah kelahiran hidup pada wanita yang mengalami perdarahan pervaginam di awal kehamilan dengan riwayat abortus sebelumnya. NICE juga menyebutkan bahwa tidak ada bukti manfaat untuk preparat dan dosis progesteron lain.
NICE menyatakan bahwa terdapat bukti pemberian progesteron pada wanita yang mengalami perdarahan pervaginam di trimester awal tanpa riwayat abortus sebelumnya tidak bermanfaat. Selain itu, NICE juga menyatakan bahwa pemberian progesteron pada wanita dengan riwayat abortus sebelumnya yang saat ini tidak mengalami perdarahan pervaginam terbukti tidak bermanfaat.[7]
Progesteron Oral VS Per Vaginam untuk Tata Laksana Abortus Imminens
Selain kapan progesteron dapat diberikan, terdapat kontroversi juga mengenai rute pemberian progesteron. Perdebatan terkini yang sering menjadi dasar berbagai penelitian adalah mengenai pemberian secara per oral atau pervaginam pada kasus abortus imminens.[3,4,7,8]
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, NICE merekomendasikan penggunaan progesteron hanya untuk wanita dengan perdarahan pervaginam pada trimester awal dengan riwayat abortus sebelumnya. Dalam keadaan lain, pemberian progesteron tidak direkomendasikan.[7]
Bukti Ilmiah Progesteron Oral VS Pervaginam dalam Tata Laksana Abortus Imminens
Dalam tinjauan Cochrane (2019) yang mengevaluasi hasil dari 13 uji klinis dengan total 2556 partisipan, dilaporkan bahwa masih belum ada bukti yang adekuat untuk menyatakan rute pemberian progesteron mana yang terbaik pada kasus abortus rekuren.[5]
Tinjauan sistematik lain (2017) mengevaluasi hasil dari 9 studi dengan total 913 partisipan. Insiden abortus dilaporkan secara signifikan lebih rendah pada kelompok progesteron dibandingkan kontrol. Selain itu, kejadian abortus secara signifikan lebih rendah pada kelompok dydrogesterone oral dibandingkan kontrol (11,7% vs 22,6%) dan lebih rendah pada kelompok progesteron vagina dibandingkan kelompok kontrol (15,4% vs 20,3%). Namun, kejadian abortus tidak berbeda antara kelompok didrogesteron oral dan progesteron vagina.[9]
Hasil sedikit berbeda dilaporkan oleh meta analisis lain (2019). Studi ini mengevaluasi hasil 8 uji klinis yang melibatkan total 845 partisipan dengan abortus imminens. Hasil studi menunjukkan bahwa kelompok progesteron memiliki risiko lebih rendah mengalami abortus imminens (RR 0,64). Dalam studi ini, pemberian progesterone oral dilaporkan menghasilkan risiko abortus yang lebih rendah (RR 0,55) dibandingkan dengan pemberian pervaginam (RR 0,58).[10]
Kesimpulan
Bukti ilmiah yang tersedia saat ini mendukung manfaat progesteron dalam mencegah abortus spontan pada pasien yang mengalami abortus imminens dan abortus rekuren. Meski demikian, belum ada bukti definitif yang dapat dengan pasti menyatakan apakah rute per oral atau pervaginam lebih baik.
Penulisan pertama oleh: dr. Novita