Red flags atau tanda bahaya hiperpigmentasi pada kulit penting dikenali untuk membedakan penyebab jinak, seperti nevus pigmentosus, dari penyebab ganas seperti melanoma maligna. Hiperpigmentasi pada kulit juga bisa merupakan bagian dari penyakit sistemik lain, misalnya hemokromatosis dan diabetes.
Hiperpigmentasi merupakan keluhan yang cukup sering ditemukan di praktik, terutama pada perempuan. Hiperpigmentasi sering digambarkan sebagai adanya perubahan warna kulit yang menjadi lebih gelap dibandingkan dengan sebelumnya di area tubuh tertentu.[1,2]
Kemungkinan Etiologi Hiperpigmentasi pada Kulit
Hiperpigmentasi pada kulit adalah perubahan warna kulit yang menjadi lebih gelap dibandingkan dengan sebelumnya. Hiperpigmentasi biasanya terjadi karena peningkatan produksi melanin atau peningkatan deposit hemosiderin di kulit. Hiperpigmentasi dapat disebabkan oleh gangguan metabolik, penggunaan obat-obatan tertentu, atau bahkan keganasan. Perubahan yang terjadi dapat bersifat fokal maupun difus.[1-5]
Beberapa Kemungkinan Etiologi Hiperpigmentasi Fokal
Hiperpigmentasi fokal umumnya terjadi setelah peradangan. Hiperpigmentasi fokal dapat ditemui pada kasus cedera, seperti luka pada kulit dan luka bakar. Hiperpigmentasi fokal juga bisa disebabkan oleh penyebab peradangan lain, termasuk lupus eritematosus sistemik atau acne vulgaris.
Hiperpigmentasi fokal linier juga bisa muncul akibat phytophotodermatitis, yakni reaksi fototoksik yang dihasilkan dari sinar ultraviolet yang dikombinasikan dengan psoralen pada tanaman. Hiperpigmentasi fokal juga dapat terjadi akibat proses neoplastik, misalnya lentigin dan melanoma. Penyebab hiperpigmentasi fokal lainnya adalah melasma, makula café-au-lait, maupun akantosis nigrikans yang bisa berkaitan dengan diabetes.[6]
Beberapa Kemungkinan Etiologi Hiperpigmentasi Difus
Hiperpigmentasi difus dapat disebabkan oleh obat. Obat yang dikaitkan dengan hiperpigmentasi antara lain amiodarone, bleomycin, imipramine, desipramine, hydroquinone, dan tetrasiklin.
Neoplastik, terutama kanker paru dan melanoma dengan keterlibatan sistemik, juga bisa menimbulkan hiperpigmentasi difus. Penyebab sistemik mencakup penyakit Addison, hemokromatosis, dan kolangitis bilier primer.[6]
Red Flags Hiperpigmentasi pada Kulit
Hiperpigmentasi pada kulit dapat merupakan bagian dari gejala kulit akibat keluhan penyakit sistemik lain atau akibat keganasan, sehingga perlu diperhatikan tanda bahaya untuk penanganan selanjutnya. Berikut adalah tanda bahaya atau red flags hiperpigmentasi pada kulit:
- Perubahan warna kulit menyebar dengan cepat dan timbul mendadak tanpa sebab yang jelas.
- Keluhan disertai dengan keluhan sistemik lain, seperti penurunan berat badan, demam terus menerus, atau gangguan neurologis.
- Perubahan warna kulit tidak mengalami perbaikan setelah dilakukan pengobatan.
- Perubahan warna kulit diikuti dengan perubahan tekstur kulit, rapuh, mudah berdarah, bentuk tidak beraturan, atau disertai luka dan nyeri.[1,3,4]
Manajemen Pasien dengan Hiperpigmentasi pada Kulit
Anamnesis, pemeriksaan klinis, dan karakteristik demografi pasien dapat mengarahkan diagnosis banding dan manajemen dari pasien yang memiliki red flags hiperpigmentasi pada kulit. Apabila ciri klinis cukup jelas, pemeriksaan penunjang seperti biopsi kulit mungkin tidak diperlukan.[1,4,6]
Anamnesis
Waktu onset dari keluhan merupakan bagian penting dari anamnesis. Hal ini karena hiperpigmentasi kulit bisa saja bersifat kongenital, misalnya nevus Ito atau Mongolian spot, atau mungkin baru berkembang pada masa kanak-kanak, misalnya nevus Becker atau idiopathic eruptive macular hyperpigmentation. Hiperpigmentasi juga bisa saja baru muncul selama kehamilan, misalnya pada kasus melasma, atau pada usia paruh baya, misanya lentigin dan liken planus pigmentosus.
Poin penting anamnesis lainnya adalah faktor pemicu. Riwayat penggunaan kontrasepsi oral bisa ditemukan pada anamnesis kasus melasma, sedangkan gejala peradangan bisa ditemukan pada kasus hiperpigmentasi pasca inflamasi. Anamnesis riwayat konsumsi obat juga dapat mengidentifikasi obat pencetus hiperpigmentasi, seperti bleomycin dan amiodarone.
Gejala sistemik dapat menunjukkan adanya kelainan penyebab hiperpigmentasi, misalnya penyakit Addison, defisiensi vitamin B12, hemokromatosis, diabetes, atau tumor pituitari.[1-6]
Pemeriksaan Fisik
Beberapa penyebab hiperpigmentasi memiliki karakteristik lesi yang cukup khas. Sebagai contoh, akantosis nigrikans ditandai dengan hiperpigmentasi fokal dan plak beludru pada aksila dan leher posterior.
Kelainan tertentu juga memiliki distribusi yang unik. Sebagai contoh, nevus Ota memiliki pola distribusi saraf trigeminal, sedangkan nevus Ito memiliki pola distribusi saraf akromioklavikular. Hiperpigmentasi yang mempengaruhi area yang terpapar sinar matahari mungkin disebabkan oleh aktinik liken planus, liken planus pigmentosus, atau nevus Hori.[1-6]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan patologi jaringan kulit dapat dilakukan untuk membantu membedakan lesi ganas dan jinak. Pemeriksaan kadar vitamin, tiroid, kadar hormon, penanda infeksi, dan gangguan metabolik dapat dipilih jika ada kecurigaan klinis penyebab sistemik.[1,2,5]
Jika warna lesi hiperpigmentasi lebih ke arah biru atau abu-abu dibandingkan coklat, maka kemungkinan pigmentasi ada di dermis. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood dapat dilakukan konfirmasi, yaitu pigmentasi tidak ditingkatkan pada pigmentasi dermal sedangkan pigmentasi lebih ditingkatkan pada lampu Wood dengan pigmentasi epidermal.[7]
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus hiperpigmentasi kulit memiliki tantangan tersendiri, karena lesi bisa saja bersifat kronis dan mudah rekuren. Langkah pertama dari penatalaksanaan adalah menghindari faktor pemicu, seperti sinar ultraviolet dan hormon. Kemudian, penatalaksanaan dipilih berdasarkan etiologi yang mendasari.
Jika hiperpigmentasi berkaitan dengan kondisi yang menyebabkan peningkatan melanin, misalnya melasma atau liken planus, maka penatalaksanaan ditekankan pada menekan sintesis melanin baru dan menghilangkan melanin yang sudah terbentuk. Beberapa obat yang dapat digunakan antara lain hydroquinone, arbutin, azelaic acid, glycolic acid, niacinamide, isotretinoin, dan vitamin C. Tindakan laser juga dapat dipertimbangkan jika hasil dari terapi awal tidak memuaskan.
Jika hiperpigmentasi berkaitan dengan peningkatan proliferasi melanosit atau keratinosit, seperti pada lentigo atau hamartoma dermal, maka terapi berfokus pada pengurangan kelebihan melanosit atau keratinosit dengan menggunakan perawatan laser. Di sisi lain, kasus keganasan, seperti melanoma, mungkin akan memerlukan eksisi bedah, diseksi kelenjar limfe, Mohs micrographic surgery, ataupun kemoterapi tergantung dari stadium keganasan.[1,2,7]