Red flags atau tanda bahaya nyeri berkemih atau disuria pada ibu hamil penting dikenali untuk mengidentifikasi potensi komplikasi pada kehamilan dan juga janin. Nyeri berkemih pada ibu hamil merupakan suatu sensasi nyeri atau terbakar, rasa tajam, atau gatal saat buang air kecil yang dialami ibu hamil.
Pada kebanyakan kasus, nyeri berkemih disebabkan oleh infeksi saluran kemih (ISK). Salah satu bahaya ISK pada ibu hamil adalah peningkatan risiko syok septik pada ibu hamil dan kelahiran prematur atau abortus. Untungnya, kebanyakan kasus ISK pada ibu hamil dapat diterapi dengan mudah dan memiliki luaran yang baik.[1-3]
Sekilas Tentang Etiologi Nyeri berkemih pada Ibu Hamil
Etiologi nyeri berkemih pada ibu hamil cenderung sama dengan etiologi nyeri berkemih pada pasien yang tidak hamil. Etiologi nyeri berkemih pada ibu hamil dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu infeksi dan non infeksi.
Etiologi infeksi dari nyeri berkemih pada ibu hamil antara lain uretritis, pyelonephritis, vaginitis, dan penyakit menular seksual seperti gonorrhea. Kecenderungan ibu hamil mengalami infeksi salah satunya adalah akibat penurunan daya tahan tubuh dan juga terkait kondisi anatomi dimana panjang uretra yang lebih pendek membuat mikroorganisme lebih mudah menjangkau kandung kemih.[1-3]
Adapun etiologi non infeksi dari nyeri berkemih pada ibu hamil antara lain perubahan anatomis seperti dilatasi ureter akibat penekanan dari rahim yang makin membesar, benda asing, batu saluran kemih, iritasi pada kandung kemih atau uretra yang terkait riwayat pemasangan kateter, serta efek samping obat seperti ketamine. Penyebab noninfeksi lain adalah adanya tumor urogenital dan trauma atau striktur pada uretra. Sejumlah makanan atau minuman yang dilaporkan memicu iritasi pada saluran kemih antara lain yang tinggi kafein, tinggi oksalat, tinggi kalium, dan yang pedas.[2,4]
Red Flags Nyeri berkemih pada Ibu Hamil
Pasien dengan red flags atau tanda bahaya nyeri berkemih saat hamil memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengonfirmasi etiologi dan mendapatkan penanganan segera. Red flags yang perlu diperhatikan antara lain:
- Nyeri berkemih berlangsung terus menerus
- Jumlah urine yang keluar menurun drastis
- Takikardia
- Hipotensi
- Penurunan kesadaran
- Demam lebih dari 2 minggu
- Hematuria
- Nyeri perut
- Peningkatan atau penurunan denyut jantung janin
- Perdarahan per vaginam
- Nyeri perut berat yang tidak berespon dengan obat antinyeri seperti paracetamol
Dispareunia[1-3]
Sekilas tentang Manajemen Red Flag Nyeri berkemih pada Ibu Hamil
Apabila ditemukan red flags atau tanda bahaya nyeri berkemih pada ibu hamil, dokter perlu memastikan penyebab dari nyeri berkemih ini.[1-3]
Anamnesis Nyeri berkemih pada Ibu Hamil
Anamnesis yang lengkap dapat membantu mengetahui penyebab nyeri berkemih pada ibu hamil. Tanyakan riwayat dan karakteristik nyeri, seperti onset dan frekuensi berkemih, durasi dan kualitas nyeri, waktu timbulnya nyeri, serta hendaya yang terjadi (tidak masuk kerja, sekolah atau tidak dapat beraktivitas). Apakah ada keluhan lain seperti sering berkemih, urine berdarah, nyeri saat berhubungan intim, discharge vagina yang abnormal, demam, mual, muntah, nyeri pinggang, nyeri sendi, dan ruam pada kulit tubuh ataupun area kemaluan.[1-3]
Pemeriksaan Fisik Nyeri berkemih pada Ibu Hamil
Saat memeriksa tanda vital, perhatikan apakah ada tanda sepsis seperti takikardia, hipotensi, dan demam tinggi. Pada pemeriksaan palpasi abdomen, mungkin akan dijumpai ketegangan hingga nyeri tekan pada area suprapubik ataupun kostovertebral. Pemeriksaan organ genitalia eksterna dapat dilakukan untuk melihat apakah ada ruam pada area organ genitalia eksterna ataupun tanda-tanda discharge vagina yang abnormal. Pemeriksaan organ genitalia interna dapat dilakukan pada ibu hamil trimester pertama dan kedua untuk menyingkirkan kemungkinan vaginitis atau servisitis.[1,3]
Penilaian denyut jantung janin (DJJ) juga harus tetap dilakukan untuk memantau kondisi janin. Pada kondisi ibu hamil mengalami demam, DJJ dapat meningkat hingga lebih dari 160 kali per menit.[1,3]
Pemeriksaan Penunjang Nyeri berkemih pada Ibu Hamil
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai dengan indikasi. Pemeriksaan urinalisis merupakan modalitas pilihan awal dalam identifikasi etiologi nyeri berkemih saat hamil. Jika terdapat kecurigaan adanya penyakit menular seksual, dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan swab vagina. Pemeriksaan hitung darah lengkap, panel metabolik termasuk kadar serum kreatinin, serta kultur darah dapat dipertimbangkan untuk dilakukan jika dicurigai adanya tanda infeksi sistemik. Apabila terdapat kecurigaan non infeksi, dapat dilakukan pemeriksaan non invasif seperti ultrasonografi abdomen.[1-3]
Tata Laksana Nyeri berkemih pada Ibu Hamil
Setelah etiologi nyeri berkemih pada ibu hamil dapat diidentifikasi, tata laksana dapat dilakukan sesuai dengan etiologi. Prinsip tata laksana awal nyeri berkemih pada ibu hamil adalah mengatasi nyeri. Paracetamol dapat diresepkan untuk mengatasi keluhan nyeri berkemih pada ibu hamil.[3,4]
Tata laksana lanjutan untuk nyeri berkemih pada ibu hamil adalah pengobatan berdasarkan etiologinya. Jika memang disebabkan oleh bakteri, maka dapat diberikan terapi antibiotik empirik. Beberapa pilihan antibiotik yang sering digunakan pada ibu hamil antara lain amoxicillin, ampicillin, nitrofurantoin, dan cotrimoxazole.
Meskipun demikian, nitrofurantoin tidak disarankan penggunaannya pada kehamilan trimester ketiga dikarenakan risiko anemia hemolitik pada bayi. Sulfonamid, seperti cotrimoksazole, juga harus dihindari pemakaiannya pada trimester awal dan menjelang kelahiran dikarenakan efek teratogenik dan kemungkinan kernikterus. Fluorokuinolon juga harus dihindari dikarenakan kemungkinan efek pada pertumbuhan kartilago fetus.[3,5]
Untuk mempercepat penyembuhan serta mengurangi risiko reinfeksi, dokter dapat menyarankan pasien untuk melakukan kompres hangat pada daerah yang nyeri, mandi air hangat, minum air putih yang cukup, tidak menunda hasrat ingin berkemih, mencuci tangan sebelum menggunakan toilet, serta selalu membasuh kemaluan dari arah depan ke belakang tanpa menggunakan disinfektan atau vaginal douche. Modifikasi diet juga dapat disarankan pada ibu hamil, yaitu dengan menghindari makanan dan minuman yang mengandung alkohol, kafein, serta makanan tinggi kalium.[1,6]