Donor ginjal hidup akan terpapar berbagai risiko kesehatan dan psikososial yang lebih tinggi dibandingkan individu non-donor. Transplantasi ginjal dari individu sehat yang masih hidup, atau lebih dikenal dengan donor ginjal hidup, merupakan prosedur yang menjadi pilihan terbaik untuk mengganti fungsi ginjal yang rusak bagi pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir. Meski demikian, beberapa bukti ilmiah mengindikasikan adanya risiko kesehatan jangka menengah dan panjang terhadap donor ginjal hidup.[1-3]
Donor Ginjal Hidup dan Risiko Gagal Ginjal Stadium Akhir
Salah satu risiko yang penting bagi donor ginjal hidup adalah risiko gagal ginjal stadium akhir. Donor ginjal hidup yang menjalani nefrektomi dapat mengalami penurunan akut laju filtrasi glomerulus (LFG) hingga 25-40% walaupun kaitan antara fenomena ini dengan risiko gagal ginjal jangka panjang masih diperdebatkan. Sementara itu, hilangnya massa ginjal pasca nefrektomi yang dialami donor hidup biasanya berkaitan dengan kompensasi fisiologis pada ginjal yang tak didonor. Secara intuitif dapat dibayangkan bahwa perubahan LFG secara akut tersebut berpotensi mempercepat onset penyakit ginjal kronis pada donor ginjal hidup.
Data dari 96.217 donor hidup dan partisipan sehat di Amerika Serikat menujukkan bahwa insidensi kumulatif penyakit ginjal stadium akhir pada 15 tahun sebesar 30,8 per 10,000 pada populasi donor dibandingkan 3,9 per 10.000 partisipan non-donor ginjal.[2]
Faktor yang Mempengaruhi
Risiko mengalami gangguan fungsi ginjal bermakna ini nampaknya dipengaruhi pada karakteristik pasien juga. Sebuah studi pada 133.824 donor ginjal hidup melaporkan bahwa ras kulit hitam dan jenis kelamin laki-laki secara bermakna berkaitan dengan risiko gagal ginjal yang lebih tinggi. Selain itu, ditemukan peningkatan risiko sebesar 1,6 kali untuk tiap peningkatan indeks massa tubuh (IMT) 5 kg/m2. Hubungan kekerabatan tingkat pertama antara donor dengan resipien juga berkaitan dengan peningkatan risiko gagal ginjal.[4]
Pada studi lain yang menghubungkan sebuah register donor ginjal nasional dengan data register pasien gagal ginjal mengungkapkan bahwa gagal ginjal stadium akhir pasca donasi umumnya berkaitan dengan glomerulonefritis. Sementara itu, gagal ginjal stadium akhir yang terjadi dalam jangka waktu yang lebih lama pasca donasi ginjal lebih sering disebabkan oleh diabetes atau hipertensi.[5]
Risiko Pembedahan pada Donor Ginjal Hidup
Risiko mortalitas dan morbiditas terkait pembedahan pada donor ginjal hidup sangat rendah. Dalam sebuah penelitian di Amerika Serikat yang mempelajari register 80.347 donor ditemukan bahwa tingkat mortalitas 90 hari pasca nefrektomi adalah 3,1 per 10.000. Pada studi yang melibatkan data administratif dari 98 Rumah Sakit pendidikan di Amerika Serikat (n=14.964), disebutkan bahwa komplikasi operatif pasca nefrektomi dapat terjadi pada 16,8% pasien yang umumnya berkaitan dengan keluhan gastrointestinal (4,4%), perdarahan (3%), pernapasan (2,5%), dan terkait pembedahan atau anestesi (2,4%). Komplikasi mayor (Clavien level 4 atau 5) cukup rendah, yakni 2,5 hingga 2,9%.[2]
Pengaruh Usia Donor dan Resipien
Beragam penelitian telah dilakukan untuk mengurangi risiko bagi donor ginjal hidup dan meningkatkan luaran yang diharapkan pasca prosedur. Salah satu faktor yang penting untuk dipertimbangkan sebelum penentuan apakah seseorang merupakan donor ginjal yang tepat bagi pasien adalah kedekatan usia antara donor dan resipien. Aslam et al mengusulkan bahwa kedekatan usia relatif antara donor dan resipien dapat mendukung kesintasan pasien dan organ cangkok.
Dalam sebuah penelitian retrospektif, Aslam et al mempelajari luaran transplantasi ginjal dari donor hidup berdasarkan usia donor dan resipien. Donor dan resipien dikelompokkan ke dalam kategori usia muda (<50 tahun) dan usia tua (≥50 tahun)
Dari 347 prosedur donasi ginjal hidup ditemukan bahwa kelompok donor usia muda dengan resipien usia tua memiliki proporsi resipien yang berstatus perokok sebanyak 53,6% dan hepatitis C sebanyak 5,5%, namun lama masa rawat lebih pendek (5,3 hari). Kelompok donor usia tua dengan resipien usia muda memiliki lama masa rawat terpanjang (7,4 hari), namun masa iskemik dingin lebih pendek (2,3 jam). Tidak ada perbedaan bermakna terkait penundaan fungsi cangkok antar grup. Perbedaan tingkat komplikasi yang bermakna terlihat pada kejadian perdarahan dalam 30 hari yang paling tinggi ditemukan pada kelompok donor usia tua dengan resipien usia tua (7,7%).[6]
Risiko Preeklampsia pada Wanita Donor Ginjal
Risiko preeklampsia dan hipertensi dalam kehamilan pada wanita donor ginjal hidup merupakan salah satu hal yang patut dipertimbangkan oleh setiap wanita sebelum memutuskan untuk menjadi donor. Studi kohort retrospektif terdahulu (2015) yang melibatkan 85 wanita donor ginjal dan 510 wanita non-donor ginjal menemukan peningkatan risiko preeklampsia dan hipertensi dalam kehamilan sebesar 2,4 kali lipat.[7]
Suatu kohort (2019) yang melibatkan 59 wanita donor ginjal menemukan ada kecenderungan peningkatan risiko preeklampsia atau eklampsia pada donor ginjal, tetapi tidak signifikan secara statistik. Namun, pada donor ginjal yang berusia ≤30 tahun, dilaporkan terdapat peningkatan risiko preeklampsia atau eklampsia 4 kali lipat.[8]
Meski demikian, hasil berbeda dipaparkan oleh studi kohort retrospektif lain (2018) yang melibatkan 225 donor dengan 426 kehamilan. Dalam studi ini, peneliti menemukan bahwa tidak ada perbedaan bermakna terkait hipertensi, preeklampsia, ataupun luaran komposit.[9]
Luaran Psikososial Pasca Donasi Ginjal
Luaran psikososial pasca donasi ginjal dapat berkaitan dengan perubahan kualitas hidup dan risiko finansial. Rodrigue et al dalam sebuah studi mengungkapkan bahwa donor ginjal hidup melaporkan perubahan minimal terkait mood, citra diri, kekhawatiran tentang gagal ginjal, kepuasan hidup, dan stabilitas keputusan hingga 2 tahun pasca donasi ginjal. Luaran tersebut tidak berbeda bermakna dibandingkan terhadap kelompok kontrol sehat non-donor. Secara khusus, insidensi gangguan mood (16%), kekhawatiran gagal ginjal (21%), citra diri (13%), dan ketidakpuasan hidup (10%) pasca donasi cukup rendah.[10]
Kendati donasi ginjal hidup sering dianggap sebagai prosedur yang tidak memerlukan biaya khusus, risiko finansial tetap dapat dialami oleh donor. Biaya yang dikeluarkan calon donor ginjal hidup dapat berkaitan dengan biaya langsung dan tidak langsung proses donasi, seperti biaya perjalanan, obat, kehilangan waktu pekerjaan, dan biaya untuk dependen. Data di AS menunjukkan bahwa sekitar 92% donor ginjal hidup mengeluarkan biaya langsung sebesar US$ 433 dan hampir sepertiga donor mengalami kehilangan pendapatan pada tahun pertama pasca donasi sebesar US$ 2712. Pada penelitian serupa di Kanada, dilaporkan bahwa 98% donor ginjal hidup mengeluarkan biaya rerata US$ 1254 dan sebanyak 20% pasien mengalami kehilangan pendapatan hingga US$ 5534.[11,12]
Kesimpulan
Beberapa studi melaporkan adnaya peningkatan risiko kesehatan dan psikososial pada donor ginjal hidup. Meskipun peningkatan risiko ini relatif kecil, dokter tetap perlu memberikan konseling dan informasi yang lengkap agar pasien dapat membuat informed decision sebelum melakukan donasi ginjal. Risiko dari donor ginjal hidup mencakup gagal ginjal stadium akhir, preeklampsia, hipertensi dalam kehamilan, efek samping pasca pembedahan, dan juga risiko psikososial.