Sebuah studi kohort retrospektif yang diterbitkan pada tahun 2018 menunjukkan bahwa berbagai obat mood stabilizer meningkatkan risiko stroke pada pasien gangguan bipolar. Gangguan bipolar menyebabkan seseorang mengalami perubahan siklus mood dalam range manik hingga depresi.[1] Gangguan bipolar juga memunculkan masalah lain seperti penurunan fungsi harian, penurunan fungsi kognitif, serta peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas.[2] Selain itu, pasien gangguan bipolar berisiko 3-4 kali lebih besar mengalami gangguan kardiovaskular, sistem pulmonal, dan gangguan serebrovaskular yang menyebabkan mortalitas 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan populasi umum.[3,4]
Antipsikotik, mood stabilizer, dan antidepresan merupakan terapi standar pada gangguan bipolar. Namun, beberapa penelitian menunjukkan potensi peningkatan risiko penyakit jantung koroner dan stroke.[5]
Penggunaan Mood Stabilizer pada Gangguan Bipolar
Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments (CANMAT) dan International Society for Bipolar Disorders (ISBD) 2018 mengemukakan bahwa terapi lini pertama pada gangguan bipolar melibatkan pemberian mood stabilizer seperti lithium, asam valproat, dan lamotrigine yang bisa diberikan sebagai monoterapi.[6]
Lithium menjadi obat pilihan pada fase rumatan gangguan bipolar, karena terbukti efektif mencegah episode manik dan depresi, serta memiliki efek antisuicidal. [7,8] Lamotrigine memberikan efek baik pada gangguan bipolar yang dominan depresi dan disertai komorbid gangguan cemas. Lamotrigine monoterapi dinilai tidak cukup sesuai pada episode manik yang sering mengalami kekambuhan dan belum ada cukup bukti mengenai efikasinya dalam mencegah episode manik.[9] Carbamazepine memiliki potensi sebagai mood stabilizer, tapi hingga kini masih dijadikan obat lini kedua karena adanya risiko keamanan dan tolerabilitas yang buruk.[3]
Banyak studi membandingkan efikasi asam valproat dengan lithium. Tinjauan Cochrane terkait hal ini menunjukkan bahwa efikasi asam valproat sebanding dengan lithium dalam mencegah terjadinya kekambuhan gangguan bipolar.[10]
Risiko Stroke pada pemberian Mood Stabilizer
Studi kohort retrospektif berbasis populasi nasional yang dilakukan oleh Chen et al (2018) melaporkan bahwa pemberian mood stabilizer meningkatkan risiko stroke 1,26 kali lipat pada pasien gangguan bipolar.[11] Hal ini linier dengan temuan studi kohort lain yang menemukan peningkatan risiko mencapai 1,54 kali lipat.[12]
Chen et al melaporkan bahwa mood stabilizer sebagai kelompok obat dapat meningkatkan risiko stroke pada pasien bipolar hingga 1,26 kali lipat. Dibandingkan mood stabilizer lainnya, pemberian carbamazepine meningkatkan risiko paling tinggi (1,68 kali lipat), terutama untuk stroke iskemik (1,81 kali lipat). Paparan akut terhadap asam valproat ditemukan meningkatkan risiko stroke hemoragik 1,76 kali lipat. Namun, paparan akut terhadap lithium dan lamotrigine tidak meningkatkan risiko stroke tipe apapun.[11]
Munculnya risiko stroke tidak terlepas dari mekanisme farmakokinetik obat. Carbamazepine memiliki kemampuan menginduksi enzim sitokrom p-450 di hepar, sehingga berkontribusi pada peningkatan sejumlah penanda aterogenesis seperti kolesterol total, protein C-reaktif, homosistein, dan ketebalan arteri karotis intima-media yang berkaitan dengan stroke iskemik.[13,14] Asam valproat bekerja sebagai enzim inhibitorik yang membuat suatu kondisi hipokoagulasi, sehingga meningkatkan risiko perdarahan.[15]
Sementara itu, lithium menginhibisi infiltrasi makrofag pada plak ateroskletorik, serta proliferasi dan migrasi pada sel otot polos pembuluh darah. Hal ini diduga menyebabkan lithium memiliki efek protektif terhadap gangguan serebrovaskular.[12]
Risiko Stroke Pada Kombinasi Psikofarmaka
Hasil studi menunjukkan bahwa pemberian antipsikotik juga meningkatkan risiko stroke. Kombinasi carbamazepine dengan antipsikotik generasi satu meningkatkan risiko stroke hingga 2 kali lipat. Risiko ini meningkat hingga 3 kali lipat untuk stroke iskemik.[11]
Faktor Lain yang Mempengaruhi Risiko Stroke pada Gangguan Bipolar
Peningkatan risiko stroke pada gangguan bipolar tidak hanya bertumpu pada pemberian golongan mood stabilizer semata. Berbagai komorbiditas juga dapat meningkatkan risiko ini, seperti obesitas, gaya hidup sedenter, merokok, konsumsi minuman keras, penyalahgunaan zat, serta penyakit fisik seperti diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dan dislipidemia.[16,17]
Kesimpulan
Berbagai studi menunjukkan bahwa penggunaan mood stabilizer pada gangguan bipolar meningkatkan risiko stroke. Studi kohort retrospektif terbaru dengan jumlah sampel yang besar menunjukkan bahwa peningkatan risiko tertinggi didapatkan pada penggunaan carbamazepine. Penggunaan carbamazepine dilaporkan meningkatkan risiko stroke iskemik hingga hampir dua kali lipat. Sementara itu, asam valproat juga dilaporkan meningkatkan risiko stroke hemoragik hingga hampir dua kali lipat. Hasil berbeda ditemukan terkait penggunaan lithium dan lamotrigine. Kedua obat ini tidak ditemukan meningkatkan risiko stroke jenis apapun.
Kendati terdapat berbagai mekanisme farmakologi pada obat-obat ini yang dapat meningkatkan risiko stroke, bukti ilmiah yang ada saat ini hanya menunjukkan korelasi dan bukan hubungan sebab-akibat.