Rute pemberian glukosa untuk pertolongan pertama hipoglikemia dapat dilakukan secara enteral ataupun intravena. Tujuan utama tata laksana hipoglikemia adalah untuk mendeteksi dan menangani kadar gula darah rendah sesegera mungkin. Pedoman medis saat ini merekomendasikan pemberian glukosa rute enteral, khususnya rute oral, pada pasien hipoglikemia dengan kesadaran yang masih baik, sedangkan pemberian glukosa intravena direkomendasikan pada pasien hipoglikemia dengan penurunan kesadaran (hipoglikemia berat) karena risiko aspirasi jalan nafas jika diberikan per oral. [1-4]
Pada situasi pertolongan pertama, pemberian glukosa melalui rute intravena sering menemui hambatan baik dalam hal akses intravena maupun ketersediaan larutan infus dekstrosa. Oleh karena itu, pemberian glukosa melalui rute enteral lebih sesuai untuk diterapkan pada situasi pertolongan pertama. Pemberian glukosa melalui rute enteral dapat dilakukan per oral, sublingual, buccal, dan kombinasi oral-buccal. [4]
Pemberian Glukosa Rute Oral
Pada pemberian glukosa rute oral, pasien hipoglikemia diinstruksikan untuk mengunyah atau menelan sediaan glukosa atau meminum larutan yang mengandung glukosa. [1-5] Pasien diberikan karbohidrat kerja cepat (monosakarida) dalam sediaan tablet glukosa, gula meja, permen, atau jus buah manis. [1,3-5]
Sejumlah bukti menunjukkan bahwa 15 gram glukosa (monosakarida) dapat meningkatkan 2,1 mmol/L kadar gula darah dalam 20 menit setelah pemberian. Sedangkan 20 gram glukosa dapat meningkatkan sekitar 3,6 mmol/L kadar gula darah pada 45 menit setelah pemberian. [5]
Contoh 15 gram monosakarida yang dapat diberikan adalah 15 gram tablet glukosa, 15 mL (3 sendok teh) gula meja yang dilarutkan dalam air, lima kubus gula meja, 150 mL jus manis atau soft drink, atau 15 mL ( 1 sendok makan ) madu. [5]
American Diabetes Association Guidelines dan Diabetes Canada Clinical Practice Guidelines telah merekomendasikan pemberian glukosa 15-20 gram untuk penatalaksanaan awal kasus hipoglikemia tanpa penurunan kesadaran. [3,5]
Pemberian Glukosa Rute Sublingual
Pemberian glukosa rute sublingual dilakukan dengan memberikan sediaan glukosa di bawah lidah pasien. Penelitian pada populasi anak-anak hipoglikemia dengan malaria berat menemukan bahwa pemberian glukosa melalui rute sublingual terbukti dapat meningkatkan kadar gula darah lebih cepat dan bioavailabilitasnya lebih tinggi (84%) jika dibandingkan dengan pemberian lewat rute oral (38%). Penelitian tersebut menggunakan dosis glukosa sebesar 2,5 gram. Hingga saat ini pemberian glukosa rute sublingual belum direkomendasikan pedoman klinis, karena masih kurangnya bukti ilmiah yang mendukung. [4,6,7]
Pemberian Glukosa Rute Buccal
Pemberian glukosa rute buccal dilakukan dengan cara mengolesi gel desktrosa pada mukosa buccal. Salah satu contoh produk ini adalah gel desktrosa 40% (40 g/100mL). [2,4,8-12]
Sudah ada sejumlah penelitian yang memeriksa penggunaan gel dekstrosa melalui rute buccal. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Harris et al pada tahun 2013 dan Weston et al pada tahun 2016. Kedua penelitian ini merekomendasikan penggunaan gel dekstrosa pada kasus neonatal hipoglikemia karena aman dan praktis. [9,10]
Estimasi peningkatan konsentrasi glukosa darah setelah pemberian dekstrosa gel kira-kira sebesar 0,4 mmol/L. [10] Namun pada tinjauan sistematik Cochrane pada tahun 2019, ditemukan bahwa peningkatan kadar glukosa darah pada rute buccal tidak lebih baik daripada pemberian glukosa melalui rute oral.[4] Oleh karena keterbatasan bukti, kombinasi menyusui dan pemberian glukosa rute buccal disarankan secara terbatas pada kasus neonatal hipoglikemia. [2,4,8-12] Dosis gel dekstrosa yang direkomendasikan sebanyak 200 mg/kg hingga 400 mg/kg. [10]
Pemberian Glukosa Rute Kombinasi Oral dan Buccal
Pemberian glukosa rute kombinasi oral dan buccal dilakukan dengan menggunakan gel dekstrosa. Namun, bukti yang ada masih sangat terbatas untuk mendukung pemberian glukosa melalui rute tersebut. Menurut tinjauan sistematik Cochrane, pemberian glukosa melalui rute ini belum memberikan manfaat signifikan baik dalam hal resolusi gejala maupun resolusi hipoglikemia jika dibandingkan dengan pemberian lewat rute oral saja. [4]
Edukasi Pasien
Pasien yang berisiko hipoglikemia adalah pasien diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus tipe 2, serta pengguna sulfonilurea dan insulin. Pada pasien, perlu diajarkan cara pemantauan glukosa darah mandiri (self-monitoring blood glucose/SMBG) agar dapat mendeteksi hipoglikemia sebelum manifestasi memberat.
Pasien juga perlu mengetahui gejala dan tata laksana awal hipoglikemia. Gejala hipoglikemia antara lain pusing, keringat dingin, hingga penurunan kesadaran. Apabila kadar glukosa darah kurang dari 70 mg/dL, pasien tetap harus waspada walaupun merasa tidak mengalami gejala. Pasien yang berisiko, sebaiknya selalu membawa sumber karbohidrat untuk berjaga-jaga.
Kesimpulan
Pada prinsipnya, pemberian glukosa baik melalui rute oral, sublingual, buccal atau kombinasi oral dan buccal dapat diterapkan untuk pertolongan pertama pada kasus hipoglikemia. Namun, pemberian glukosa melalui rute sublingual, buccal, kombinasi oral-buccal belum direkomendasikan karena bukti klinis yang belum memadai. Hanya pemberian glukosa melalui rute oral saja yang telah direkomendasikan oleh pedoman saat ini untuk penatalaksanaan kasus hipoglikemia tanpa penurunan kesadaran.
Pada pemberian glukosa rute oral, pasien diinstruksikan untuk mengunyah atau menelan sediaan glukosa atau meminum larutan yang mengandung glukosa. Pasien diberikan glukosa dalam bentuk tablet, gula meja, permen, atau jus buah manis.
Pada pasien dan keluarga pasien yang berisiko mengalami hipoglikemia, perlu diedukasi tanda-tanda hipoglikemia dan apa yang dapat dilakukan di rumah. Gejala hipoglikemia antara lain pusing, keringat dingin, hingga penurunan kesadaran.