Skrining Meningitis Noninvasif pada Bayi – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Andrian Yadikusumo, Sp.An

Non-Invasive Meningitis Screening in Neonates and Infants: Multicentre International Study

Ajanovic S, Jobst B, Jiménez J, et al; UNITED study group. Non-invasive meningitis screening in neonates and infants: multicentre international study. Pediatr Res. 2025 Jul 23. PMID: 40702208.

studiberkelas

Abstrak

Latar Belakang dan Tujuan: Diagnosis meningitis memerlukan pungsi lumbal (LP) untuk memperoleh cairan serebrospinal (CSF) yang kemudian dianalisis di laboratorium. Di negara pendapatan tinggi, LP merupakan bagian pendekatan sistematis untuk skrining meningitis, tetapi sebagian besar hasilnya negatif. Di negara pendapatan rendah dan menengah, LP jarang dilakukan dan kasus meningitis yang dicurigai sering ditangani secara empiris. Tujuan penelitian ini adalah memvalidasi alat penghitung sel darah putih (WBC) noninvasif transfontanel pada CSF untuk skrining meningitis.

Metode: Studi dilakukan secara prospektif di tiga rumah sakit di Spanyol, satu rumah sakit di Mozambik, dan satu rumah sakit di Maroko (2020–2023). Kriteria inklusi adalah pasien berusia di bawah 24 bulan dengan dugaan meningitis, fontanel anterior masih terbuka, dan LP dilakukan dalam ≤24 jam sejak perekrutan. Gambar high-resolution ultrasound (HRUS) dari CSF diperoleh dengan probe khusus. Model deep learning lalu dilatih untuk mengklasifikasikan pola CSF berdasarkan jumlah WBC pada LP, memakai ambang batas 30 sel/mm³.

Hasil: Algoritma diterapkan pada 3.782 pencitraan dari 76 pasien. Alat ini berhasil mengklasifikasikan dengan benar 17 dari 18 sampel CSF dengan ≥30 WBC/mm³, dan 55 dari 58 kontrol normal (sensitivitas: 94,4% dan spesifisitas: 94,8%). Satu kasus false negative ditemukan pada LP traumatik dengan 40 WBC/mm³ (setelah koreksi).

Kesimpulan: Perangkat noninvasif ini berpotensi menjadi alat skrining yang akurat untuk meningitis pada neonatus dan bayi muda, serta dapat membantu menentukan indikasi LP secara lebih tepat.

Skrining Meningitis Noninvasif pada Bayi

Ulasan Alomedika

Meningitis adalah inflamasi pada meninges yang membungkus sistem saraf pusat. Di negara dengan pendapatan rendah dan menengah, pungsi lumbal (LP) jarang bisa dilakukan, sehingga kasus yang dicurigai meningitis sering ditangani secara empiris. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi alat penghitung sel darah putih (WBC) yang noninvasif transfontanel pada CSF untuk skrining meningitis.[1]

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan high-resolution ultrasound (HRUS) dengan integrasi deep learning (DL) memiliki akurasi tinggi dalam skrining meningitis pada neonatus dan bayi dengan dugaan infeksi sistem saraf pusat. Dengan sensitivitas mencapai 94,4%, spesifisitas 94,8%, dan akurasi 94,7%, alat ini menunjukkan potensi besar sebagai metode noninvasif, yang bisa menggantikan sebagian peran LP sebagai pemeriksaan awal.[1]

Pendekatan ini sangat bermanfaat, terutama di negara berpendapatan rendah dan menengah di mana keterbatasan fasilitas laboratorium menyebabkan LP sulit dilakukan dan kasus dugaan meningitis kerap diobati secara empiris. Penerapan teknologi ini diharapkan dapat meningkatkan deteksi dini meningitis di fasilitas dengan sumber daya terbatas.[2]

Selain keunggulannya dalam aspek akurasi, metode ini juga memberikan keuntungan klinis penting seperti sifatnya yang noninvasif, dapat dilakukan pada pasien kritis, dan memungkinkan pemantauan progresi penyakit melalui pemeriksaan berulang. Integrasi teknologi kecerdasan buatan dalam interpretasi citra HRUS memungkinkan deteksi dini peradangan pada sistem saraf pusat dengan waktu pemeriksaan rata-rata 12–18 menit per pasien.[3,4]

Namun, penelitian ini masih memiliki limitasi, seperti penurunan akurasi pada fontanel yang menebal dan kebutuhan validasi lebih luas pada populasi yang lebih heterogen. Penelitian lanjutan dan penyempurnaan perangkat diperlukan di masa depan. Teknologi ini berpotensi menjadi standar baru dalam skrining meningitis pada neonatus dan bayi, sekaligus membantu dokter menentukan indikasi LP.[5]

Ulasan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi prospektif multicentre yang dilakukan antara tahun 2020 hingga 2023 di lima rumah sakit, yaitu tiga di Spanyol, satu di Mozambik, dan satu di Maroko. Subjek penelitian adalah neonatus dan bayi berusia kurang dari 24 bulan dengan dugaan meningitis, yang memenuhi kriteria memiliki fontanel anterior terbuka dan menjalani LP maksimal 24 jam setelah perekrutan.

Citra cairan serebrospinal (CSF) diperoleh menggunakan ultrasonografi resolusi tinggi dengan probe khusus Neosonics® berfrekuensi 20 MHz melalui fontanel anterior untuk memvisualisasi ruang CSF. Lalu, model deep learning berbasis arsitektur ResNet50 dikembangkan dan dilatih untuk mengklasifikasikan pola citra CSF berdasarkan jumlah sel darah putih (WBC) yang diperoleh dari analisis LP, dengan ambang batas diagnosis meningitis ditetapkan pada ≥30 sel/mm³ sebagai standar acuan.

Dalam pelaksanaannya, citra HRUS yang dikumpulkan mencapai total 3.782 gambar dari seluruh peserta dan dianalisis menggunakan algoritma yang telah dilatih. Proses validasi dilakukan dengan membandingkan hasil klasifikasi algoritma terhadap hasil hitung WBC dari LP, yang digunakan sebagai standar emas diagnosis. Waktu maksimal 24 jam antara pengambilan citra dan LP dipertahankan untuk meminimalkan variabilitas data serta memastikan kesesuaian hasil.

Pendekatan metodologis ini memungkinkan penilaian sensitivitas, spesifisitas, akurasi, dan prediktivitas model terhadap skrining meningitis pada neonatus dan bayi. Dengan desain penelitian yang terstruktur dan protokol yang ketat, studi ini mampu memberikan bukti ilmiah yang kuat mengenai potensi penggunaan HRUS berbasis deep learning sebagai metode skrining noninvasif untuk meningitis pada bayi dan neonatus.

Ulasan Hasil Penelitian

Penelitian ini melibatkan total 76 pasien neonatus dan bayi dengan dugaan meningitis dan menghasilkan 3.782 citra cairan serebrospinal (CSF) melalui ultrasonografi resolusi tinggi. Model deep learning yang dikembangkan diaplikasikan pada seluruh citra untuk mengklasifikasikan pola CSF berdasarkan jumlah WBC dengan ambang ≥30 sel/mm³.

Hasil analisis menunjukkan performa diagnostik yang sangat baik, dengan sensitivitas mencapai 94,4%, spesifisitas 94,8%, dan akurasi keseluruhan sebesar 94,7%. Selain itu, nilai prediktif positif (PPV) diperoleh sebesar 85%, sementara nilai prediktif negatif (NPV) mencapai 98,2%. Satu kasus hasil negatif palsu ditemukan pada pasien dengan pungsi lumbal traumatik dan hitung WBC sebesar 40 sel/mm³, sedangkan beberapa kasus meningitis dengan WBC rendah terjadi pada pasien yang telah mendapatkan antibiotik sebelum prosedur.

Selain temuan utama, analisis juga menunjukkan bahwa perangkat noninvasif ini dapat dengan andal membedakan pasien dengan meningitis dari kelompok kontrol normal. Dari 18 sampel CSF dengan WBC ≥30 sel/mm³, algoritma berhasil mengklasifikasikan dengan benar 17 kasus, dan dari 58 sampel kontrol, 55 di antaranya juga teridentifikasi dengan tepat. Waktu pemeriksaan rata-rata tercatat sekitar 12–18 menit per pasien, yang menunjukkan kecepatan dan efisiensi metode ini.

Hasil ini mendukung potensi besar teknologi ultrasonografi resolusi tinggi berbasis deep learning sebagai alat skrining noninvasif untuk meningitis pada neonatus dan bayi, serta dapat menjadi dasar pertimbangan klinis untuk mengurangi LP yang tidak diperlukan.

Kelebihan Penelitian

Penelitian ini menjawab isu yang memang relevan dengan tantangan deteksi meningitis di dunia nyata, yaitu kesulitan untuk melakukan LP, terutama di negara berpendapatan rendah dan menengah. Selain itu, metode deteksi meningitis yang noninvasif memang penting dipelajari, mengingat LP adalah metode invasif yang tidak terlepas dari risiko. Desain multicentre dalam penelitian ini bisa meningkatkan validitas eksternal. Selain itu, integrasi HRUS dan deep learning meningkatkan akurasi diagnosis.

Limitasi Penelitian

Alat yang dipakai keliru mengklasifikasikan satu pasien dengan WBC 40/mm3 sebagai kontrol. Menurut peneliti, variabilitas interpretasi standar baku emas memang menjadi tantangan dalam evaluasi akurasi diagnostik suatu tes alternatif. Hal ini terutama perlu diperhatikan pada sampel dengan WBC rendah, karena variabilitas antar pengamat dan faktor konversi dapat memengaruhi klasifikasi final (meningitis atau bukan meningitis).

Presisi alat yang dipakai juga berkurang pada fontanel tebal (>4 mm). Oleh karena itu, versi terbaru dari teknologi ini akan meningkatkan kekuatan sinyal jika fontanel >4 mm. Presisi alat juga berkurang pada kasus dengan ruang CSF yang sempit (<2 mm). Studi lebih lanjut masih diperlukan untuk mempelajari cara mengatasi isu ini. Selain itu, skala pasien yang lebih besar masih diperlukan untuk konfirmasi temuan-temuan studi ini.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Teknologi HRUS berbasis deep learning dapat menjadi alat noninvasif untuk skrining meningitis yang praktis dan akurat. Penggunaan teknologi ini di negara berpendapatan rendah dan menengah yang kesulitan melakukan LP bermanfaat untuk mempercepat diagnosis, meminimalkan terapi empiris, dan meningkatkan keselamatan pasien.[1,5]

Akan tetapi, waktu masih diperlukan agar penyediaan USG HRUS di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia bisa tercapai secara merata. Bila teknologi ini dapat disediakan di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan, maka angka deteksi dini meningitis pada neonatus dan bayi muda dapat ditingkatkan, sehingga diharapkan dapat mengurangi beban biaya, morbiditas, dan mortalitas terkait meningitis.

Referensi