Teknik Penanganan Luka Lecet
Teknik penanganan luka lecet mencakup pembersihan luka, pemberian dressing yang adekuat, profilaksis yang sesuai, serta perawatan luka yang komprehensif. Umumnya, luka lecet atau abrasi kulit dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi tetap berisiko mengalami infeksi dan jaringan parut.[1,2]
Persiapan Pasien
Semua terapi pada trauma perlu mengikuti proses primary dan secondary survey berdasarkan Advanced Trauma Life Support (ATLS). Pasien perlu dalam kondisi aman dan stabil dahulu sebelum tindakan penanganan luka lecet dilakukan. Sebelum melakukan tindakan apapun pada pasien, pasien perlu dijelaskan mengenai apa yang akan dilakukan kepadanya, dimulai dari pemeriksaan hingga tata laksana sehingga dapat menurunkan rasa takutnya dan meningkatkan kerja samanya.[3]
Informed consent perlu didapatkan dari pasien. Luka lecet pada umumnya adalah suatu masalah yang tidak terlalu berat dan informed consent cukup untuk didapatkan secara lisan dari pasien atau keluarganya. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien perlu dilakukan dahulu sebelum melakukan tindakan.[1,3,5]
Anamnesis
Diperlukan anamnesis lengkap mengenai kapan dan mekanisme terjadinya luka serta semua faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang dapat mempengaruhi baik kesembuhan luka maupun kemungkinan infeksi perlu diketahui.[6]
Jarak waktu dari saat awal terjadinya luka, terapi yang telah diberikan pasien sendiri, mekanisme terjadinya luka, lingkungan di mana luka terjadi, serta status imun pasien perlu diketahui. Kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada luka akan meningkat semakin lama luka diterapi secara definitif.[6]
Walau demikian, golden period untuk sebuah luka sangatlah variatif. Luka kotor dapat mengalami infeksi 3 jam setelah kejadian, jika tidak diberikan terapi. Sementara itu, luka bersih pada daerah dengan vaskularisasi banyak (seperti kulit kepala atau muka) dapat ditutup pada waktu 24 jam tanpa risiko tinggi terjadi infeksi. Secara umum, luka ringan yang bersih akan mengandung <105 bakteri/gram jaringan yang terluka pada waktu di bawah 6 jam sebelum kejadian dan cukup aman untuk ditutup.[6]
Dokter juga harus menanyakan mengenai faktor intrinsik pasien yang dapat memperlambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi termasuk usia, berat badan, medikasi, diabetes mellitus atau penyakit kronis lainnya, alergi, status nutrisi, dan mobilitas.[3,5]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada luka mencakup penilaian jumlah jaringan yang hancur, tingkat kontaminasi, dan kerusakan pada struktur sekitarnya. Pemeriksaan fisik luka sebaiknya dilakukan dengan teknik aseptik. Walau kondisi pemeriksaan yang paling ideal adalah dengan sarung tangan steril, pemeriksaan dengan sarung tangan yang bersih saja dapat dilakukan. Tidak ada data yang mengkuantifikasi kenaikan infeksi apabila sarung tangan steril tidak digunakan.[3,7]
Klinisi perlu dengan jelas dapat mendiagnosa suatu kondisi luka lecet. Kemungkinan untuk terjadinya luka campuran juga perlu dipikirkan. Selain luka lecet bisa terdapat luka laserasi, luka hancur, luka tusuk, dan avulsi yang membutuhkan penanganan berbeda. Penting juga untuk mengetahui tingkat kontaminasi luka.[3,7]
Terdapat 2 jenis utama kategori kontaminasi luka:
- Luka terkontaminasi: luka yang relatif bersih dengan durasi sekitar <12 jam, di mana risiko infeksi hanya 1,1‒21%
- Luka kotor: luka dengan bagian jaringan yang lebih sedikit vaskularisasinya dan durasi sekitar >12 jam, di mana risiko infeksi mencapai 7‒38%[3,7]
Lokasi luka juga dapat menentukan risiko infeksi. Luka pada daerah dengan banyak mikroflora yang banyak seperti kulit kepala berambut, kening, ketiak, perineum, penis, vagina, mulut, jari, dan kulit dapat meningkatkan risiko infeksi. Daerah yang memiliki banyak vaskularisasi, seperti kulit kepala dan wajah, berisiko infeksi lebih rendah. Daerah kulit pada organ yang lebih distal pada umumnya juga memiliki risiko infeksi yang lebih tinggi.[3,7]
Luka lecet pada umumnya hanya mencapai kedalaman dermis hingga epidermis. Walau demikian perlu diketahui bahwa luka tersebut yang juga disebut sebagai abrasion burn atau friction burn dapat dikategorikan seperti luka bakar.[3,7]
Luka bakar mencakup 4 stadium, yaitu:
- Superfisial (derajat 1): hanya pada epidermis
Partial thickness superficial (derajat 2): hingga ke dermis superficial (papiler)
Partial thickness dalam (derajat 2): hingga ke dermis dalam (retikuler)
Full thickness (derajat 3): hingga ke seluruh dermis
Full thickness dalam (derajat 4): hingga ke lemak, otot, dan tulang[7]
Lecet yang mencapai derajat 2 partial thickness dalam atau yang lebih buruk dapat menjadi pemikiran untuk dilakukan tindakan grafting kulit dan konsultasi kepada dokter bedah. Tidak ada indikasi khusus mengenai kapan pasien dapat dikonsulkan kepada dokter bedah.[8]
Informed consent perlu didapatkan dari pasien. Luka lecet pada umumnya adalah suatu masalah yang tidak terlalu berat dan informed consent cukup untuk didapatkan secara oral dari pasien atau keluarganya.[3]
Peralatan
Beberapa peralatan yang diperlukan untuk tatalaksana tindakan penanganan luka lecet di rumah sakit atau klinik. Tatalaksana dari luka lecet terdiri dari perawatan bedah dan perawatan luka, yang akan dijelaskan berikut ini.[1,9]
Perawatan Bedah
- Sarung tangan bersih (tidak harus steril)
- Pelindung splashback yang terdiri dari gown dan pelindung wajah/mata jika diperlukan
-
Linen saver pad atau waterproof bed pad
- Alat-alat anestesi bila diperlukan: spuit 3,5 mL serta lidocaine 0,5‒1,0%, procaine 0,5‒1,0%, bupivacaine 0,25%, LET (lidocaine, epinephrine, tetracaine) (LET), atau EMLA (eutectic mixtures of local anesthetics)[1,9]
Perawatan Luka
- Cairan irigasi yang terpilih (prescribed irrigant): salin normal, air steril, air botol, hidrogen peroksida, atau povidone iodine
- Alat irigasi: spuit 35 mL dan needle 18-ga/19-ga
- Kasa steril
- Kantong sampah tahan air[1,9]
Cairan Salin Normal:
Cairan salin normal adalah pilihan paling sering dipakai karena keamanannya. Cairan salin normal bersifat fisiologis sehingga tidak diabsorpsi oleh tubuh dan tidak menyebabkan hemolisis. Kekurangan dari cairan ini adalah tidak dapat membersihkan luka yang sangat kotor dan nekrotik. Cairan salin normal sebaiknya dipakai dalam waktu 24 jam sejak pertama kali terbuka, sebelum terkontaminasi oleh bakteri.[3]
Air Steril:
Air steril dapat dipakai untuk membersihkan luka dan lebih murah daripada cairan salin normal. Tingkat infeksi pencucian luka oleh cairan salin normal dan air steril cukup mirip, sehingga solusi ini dapat digunakan sebagai alternatif. Kekurangan air steril adalah sifat hipotoniknya yang dapat menyebabkan hemolisis dan diserap oleh jaringan.[3]
Air Botol:
Air botol dapat digunakan sebagai pengganti cairan salin normal dan air steril, terutama pada kondisi gawat darurat di lokasi-lokasi yang kurang memadai.[3]
Povidone Iodine:
Povidone iodine (betadine) adalah cairan antimikroba spektrum luas, yang efektif terhadap sejumlah patogen termasuk Staphylococcus aureus. Tingkat infeksi setelah penggunaan cairan salin normal dan povidone iodine cukup mirip. Namun, solusi ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan sehat serta menimbulkan jaringan granulasi.
Selain itu, povidone iodine yang mengering dapat menyebabkan diskolorasi pada kulit, bahkan iritasi lokal pada kulit sekitar luka. Solusi povidone iodine yang dipakai untuk membersihkan luka sebaiknya encer, yaitu konsentrasi 1%. [3]
Hidrogen Peroksida:
Hidrogen peroksida 3% merupakan antiseptik yang penggunaannya kontroversial, karena sifat sitotoksiknya terhadap jaringan sehat. American Medical Association menyarankan penggunaan hidrogen peroksida hanya untuk mengangkat debris dan kotoran dari luka, terutama luka yang nekrotik. Apabila digunakan, luka perlu dicuci ulang dengan salin normal.[3]
Posisi Pasien
Pasien dapat diletakkan pada posisi supine pada tempat tidur pasien. Semua terapi luka apabila memungkinkan sebaiknya dilakukan dengan pasien dalam posisi terlentang oleh karena pasien dapat pingsan ataupun terjatuh pada saat tindakan dilakukan.[3]
Selain dalam posisi supine, pasien sebaiknya diletakan dalam posisi di mana pada saat dilakukan irigasi cairan dapat turun dari bagian atas luka hingga ke bawah. Sebuah pad dapat diletakkan pada bawah luka sehingga cairan tidak membasahi dan mengotori tempat tidur pasien.[9]
Prosedural
Kondisi luka, derajatnya, dan kondisi pasien secara holistik perlu dievaluasi. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan dengan sarung tangan bersih. Luka lecet dengan sendirinya biasanya tidak begitu parah, walau demikian perlu dipikirkan kemungkinan keperluan untuk konsultasi pada dokter bedah pada kasus-kasus yang lebih parah.[3,8]
Luka perlu dibersihkan secepat mungkin setelah evaluasi. Tujuan dari pembersihan luka adalah menghilangkan dan menurunkan jumlah bakteri sehingga tidak terjadi infeksi, serta menghilangkan kotoran dan debris yang dapat memperpanjang proses inflamasi atau mempromosikan pertumbuhan bakteri.[8]
Anestesi pada Luka Lecet
Pada saat pemeriksaan luka dan pembersihannya, pasien dapat diberikan anastesi dahulu. Pemberian anestesi pada luka lecet ringan biasanya tidak diperlukan. Dua jenis utama anestesi adalah anestesi topikal dan infiltrasi.[3]
- Anestesi topikal yang dapat digunakan untuk kulit terbuka adalah campuran lidocaine 4%, epinefrin 1:2000, dan tetrakain 0.5% (LET). LET tersedia dalam bentuk gel atau cairan, yang diaplikasikan pada kassa sebanyak 1‒3 mL kemudian ditekankan pada luka selama 15‒30 menit
- Krim eutectic mixture of local anesthetics (EMLA) biasanya dipakai untuk kulit yang utuh, tetapi juga dapat dipakai secara off-label untuk luka-luka ringan
- Pada anestesi infiltrasi, agen anestesi diinjeksikan secara langsung pada luka atau juga dengan cara field block. Agen yang paling sering digunakan untuk anestesi infiltrasi adalah lidocaine 0,5‒1,0%, procaine 0,5‒1,0%, atau bupivacaine 0,25%[3,8-11]
Irigasi Luka Lecet
Pasien sebaiknya berbaring atau posisi supine saat pembersihan luka. Pembersihan luka dapat dilakukan dengan irigasi atau mechanical scrubbing. Terdapat beberapa pilihan cairan irigasi yang dapat dipakai dalam membersihkan luka, yaitu salin normal, air steril, air botol, hidrogen peroksida, atau povidone iodine.[3,9]
Perlu diketahui keefektifan irigasi tergantung dari tekanan cairan yang diberikan. Tekanan cairan irigasi yang disarankan oleh Agency for Healthcare Policy and Research (AHCPR) adalah 4‒15 psi. Tekanan lebih tinggi dari 15 psi dapat menyebabkan trauma pada luka dan membuat bakteri semakin masuk pada luka.[3,9]
Irigasi disarankan untuk menggunakan spuit 35 mL dengan needle 18-ga/19-ga. Spuit dengan ujung jarum 19-ga umumnya mengeluarkan tekanan 11‒31 psi, tetapi ujung yang mencapai luka dapat menjadi serendah 8 psi. Tekanan yang lebih rendah dari 4 psi tidak cukup kuat untuk membersihkan luka secara signifikan.[3,9]
Penggunaan bulb syringe atau penekanan kantong cairan irigasi (menekan kolf cairan salin normal) ditemukan tidak seefektif irigasi dengan tekanan spuit. Pada luka yang terkontaminasi perlu diketahui bahwa pembasahan luka tanpa menggunakan suction tidaklah efektif, bahkan dapat memperparah kontaminasi. Walau demikian, hal ini mungkin tidak perlu dilakukan pada mayoritas luka-luka lecet.[3,9]
Pada umumnya, jumlah cairan optimal untuk irigasi adalah 50‒100 mL/cm2 luka. Jumlah cairan optimal ditentukan oleh karakteristik luka dan tingkat kontaminasi. Luka perlu dilakukan irigasi hingga semua kotoran yang terlihat sudah tidak ada.[1,3,9]
Proteksi Splashback
Irigasi luka, terutama dengan tekanan tinggi dapat menyebabkan splashback kepada lingkungan sekitar. Penggunaan proteksi seperti face shield dan mask dapat digunakan bila perlu.[9]
Mechanical Scrubbing
Luka lecet dapat dilakukan scrubbing dengan solusi irigasi. Semua kotoran/material yang tidak bisa diabsorpsi perlu dihilangkan, karena kotoran yang terjebak di dermis dapat menyebabkan efek tato kulit saat penyembuhan. Tindakan scrubbing dapat lebih baik membuang benda asing, bakteri, dan debris daripada irigasi saja, tetapi tindakan ini berisiko menimbulkan kerusakan jaringan dan inflamasi lebih lanjut.
Tindakan scrubbing biasanya hanya dilakukan pada luka yang kotor dan terkontaminasi. Selain itu, scrubbing dilakukan jika irigasi saja tidak dapat membersihkan luka. Scrubbing sebaiknya dilakukan dengan sponge fine-pore untuk meminimalisir abrasi jaringan.
Cairan irigasi yang digunakan sebaiknya memakai detergen, seperti povidone iodine daripada cairan salin normal. Hal ini karena dapat mengurangi gesekan, serta dapat melarutkan partikel/debris lebih baik sehingga lebih mudah terlepas dari permukaan luka.[1,3]
Penggunaan Solusi Antibiotik untuk Irigasi
Penggunaan solusi antibiotik untuk irigasi tidak rutin digunakan. Walaupun hingga sekarang belum ditemukan komplikasi yang berhubungan dengan penurunan sensitivitas antibiotik dan terbentuknya tingkat antibiotik yang toksik dalam jaringan, tetapi WHO tidak menyarankan penggunaan solusi antibiotik dalam pembersihan luka, Mechanical scrubbing perlu dilakukan sebelum pemberian solusi antibiotik. Tidak ada indikasi khusus untuk penggunaan solusi antibiotik saat irigasi.[3,12]
Penggunaan Dressing pada Luka Lecet
Penggunaan dressing oklusif jauh lebih efektif dalam menyembuhkan luka daripada tidak menggunakannya. Pemakaian dressing harus sesuai dengan luka yang dialami. Dressing yang baik dapat memberikan:
- Melembabkan area luka
- Mempromosikan penyembuhan migrasi epidermis dan pembentukan jaringan baru
- Memproteksi dari infeksi bakteri
- Tidak menempel pada luka dan mudah untuk dilepas
- Memiliki sifat debridemen dan menyerap eksudat luka
- Bersifat steril, tidak toksik, dan tidak menyebabkan alergi[3,13,14]
Terdapat bermacam-macam jenis dressing serta kelebihan dan kekurangannya, yaitu dressing tradisional, albinate, hydrofiber, hydrocolloid, hydrogel, dan film transparant.[1,13]
Dressing Tradisional
Penggunaan dressing tradisional, seperti kasa, lint¸ plester, dan cotton wool, cukup murah. Namun, dressing ini memiliki kekurangan, yaitu perlu sering diganti sehingga akhirnya meningkatkan biaya. Kekurangan dressing tradisional adalah lebih mudah mengering dan sering menempel pada luka, sehingga luka terasa nyeri dan bagian luka yang sedang membaik jadi mengelupas. Oleh sebab itu, dressing tradisional sebaiknya digunakan untuk luka dengan eksudat minimal, atau hanya digunakan sebagai lapisan di luar dressing modern apabila dibutuhkan.[3]
Alginate
Merek: algisite, comfeel, curasorb, kaltogel, kaltostat, sorbsan, dan tegagel.
Alginate terdiri dari ekstrak rumput laut dan memiliki tingkat absorpsi eksudat yang sangat tinggi.[3]
Hydrofiber
Merek: aquacel, aquacel-ag, dan versiva. Sementara, merek foam: LYOfoam, pyrosorb, dan allevyn.
Hydrofiber terdiri dari pad tekstil yang absorptif yang memiliki tingkat absorpsi eksudat yang baik. Dressing ini terdiri dari polyurethane foam dan cocok untuk luka yang bergranulasi dengan eksudat minimal.[3]
Hydrocolloid
Merek: combiDERM, COmfeel, DUoDerm, CGF Extra Thin, granuflex, dan tegasorb.
Dressing ini terdiri dari suspensi mikrogranul polimer sintetik atau natural seperti gelatin atau pektin dalam suatu adhesive matrix. Granul tersebut dapat berubah dari status semi hydrated menjadi bentuk gel pada saat mengabsorpsi eksudat. Hydrocolloid baik untuk luka nekrotik yang kering, luka dengan eksudat minimal, dan luka bersih yang bergranulasi.[3]
Hydrogel
Merek: aquasorb, DuoDerm, intrasite gel, granugel, normlGel, Nu-Gel, purilon gel, dan KY jelly.
Dressing ini berbasis air atau gliserin dan terdiri dari polimer hidrofilik semipermeable, yang memiliki sifat mendinginkan luka dan mengabsorbsi cairan tergantung dari tingkat hidrasi luka. Hydrogel baik untuk digunakan pada luka yang kering, termasuk eskar.[3]
Film Transparan
Merek: OpSite, skintact, release tegaderm, dan bioclusive.
Keuntungan utama dari dressing ini adalah sifat transparannya yang memungkinkan inspeksi luka tanpa membuka luka. Walau demikian, dressing ini tidak memiliki tingkat absorpsi eksudat. Film transparan baik untuk digunakan pada luka yang bersih dan kering dengan eksudat minimal. Dressing ini juga dapat digunakan sebagai pengerat material absorptif yang dapat diletakan di bawahnya.[3]
Penggunaan Salep Antibiotik dan Kortikosteroid
Penggunaan antibiotik salep pada luka lecet sangat terbatas, karena keamanan dan efektifitasnya masih tidak jelas. Penggunaan antibiotik salep dapat menyebabkan resistensi pada kuman, tetapi tampak dapat menurunkan tingkat infeksi. Diduga, antibiotik salep pada luka lecet dapat menurunkan pembentukan crust, pengeringan luka, dan penempelan luka pada dressing.[3]
Sementara itu, salep kortikosteroid memiliki efek yang buruk pada penyembuhan luka. Penggunaan salep asetonid triamsinolon 0,1% dapat menghambat penyembuhan luka sebanyak 60%. Kortikosteroid oral juga dapat menghambat penyembuhan luka, terutama bila dikonsumsi di 3 hari pertama penyembuhan luka.[3]
Profilaksis Antibiotik, Antitetanus, dan Antinyeri
Profilaksis antibiotik sistemik pada umumnya tidak terindikasi pada luka lecet, kecuali pada kasus-kasus berikut:
- Luka gigitan pada ekstremitas
- Luka gigitan manusia
- Luka yang berhubungan dengan kerusakan tendon, tulang, atau sendi
- Laserasi intraoral
- Luka dengan kontaminasi berat, umumnya terindikasi dengan nanah atau terkena tanah dan kotoran[12]
Tidak ada pilihan antibiotik tertentu yang paling superior yang dapat diberikan pada pasien. Beberapa sumber merekomendasikan antibiotik golongan penisilin seperti amoxicillin atau sefalosporin generasi 1 seperti cefazolin.
Luka dianggap rentan untuk terkena tetanus apabila baru dibersihkan dan diberikan terapi pada waktu >6 jam setelah kejadian. Indikasi lain untuk profilaksis tetanus adalah:
- Luka tusuk, luka oleh karena proyektil cepat
- Luka dengan banyak bagian jaringan yang kehilangan perdarahan
- Luka terkontaminasi oleh tanah atau kotoran, dengan dugaan terinfeksi tetanus
- Risiko sepsis[12,15]
Tabel 1. Profilaksis Tetanus pada Luka
Sejarah vaksinasi tetanus toksoid | Luka ringan bersih | Luka lainnya | ||
Td (vaksin tetanus) | TIG (tetanus immunoglobulin) | Td | TIG | |
Tidak diketahui atau <3 dosis | Ya | Tidak | Ya | Ya |
> 3 dosis | Ya apabila >10 tahun setelah dosis terakhir | Tidak | Ya apabila >5 tahun setelah dosis terakhir | Tidak |
Sumber: Michael Susanto, 2021.[15]
Untuk mengatasi nyeri pada luka lecet, penggunaan analgesik dapat dilakukan pain ladder WHO. Untuk nyeri ringan, dapat diberikan analgesik nonopioid seperti paracetamol atau obat antiinflamasi nonsteroid (OIANS) seperti ibuprofen.[16]
Follow Up
Pasien perlu diajarkan agar luka tetap kering dan dressing tidak kotor selama 24‒48 jam (1‒2 hari). Luka yang bersih dan lembab akan tertutup oleh koagulum dan sel epitel setelah +48 jam dan sudah kedap terhadap infeksi bakteri. Kontrol sebaiknya dilakukan 2‒3 hari kemudian. Luka sebaiknya dilapisi dressing pada minggu pertama, dimana dressing sebaiknya diganti setiap hari.[3]
Pasien perlu diberikan edukasi terkait tanda-tanda infeksi, yaitu kemerahan, bengkak, nanah, dan nyeri. Jika muncul tanda infeksi maka pasien dianjurkan untuk kembali kontrol ke dokter.[3]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini