Latar belakang pemberian suplemen asam folat pada pasien penyakit ginjal kronis (CKD) dimulai dari sebuah studi yang menemukan prevalensi tinggi kadar homosistein (Hcy) pada pasien penyakit ginjal kronis. Studi tersebut menunjukkan adanya hubungan independen antara peningkatan Hcy dengan albuminuria. Data lain menunjukkan bahwa hiperhomosisteinemia ditemukan pada 85% pasien penyakit ginjal kronis.[1-3]
Telah diketahui bahwa albuminuria berhubungan erat dengan progresi penyakit ginjal kronis. Studi terdahulu telah mengidentifikasi bahwa kadar tinggi Hcy merupakan faktor risiko untuk penyakit kardiovaskular (CVD), termasuk penyakit jantung iskemik dan stroke. Sementara itu, penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada pasien penyakit ginjal kronis tahap akhir. Oleh sebab itu, berkembanglah hipotesis bahwa dengan menurunkan kadar Hcy dapat memperbaiki progresi penyakit ginjal kronis, termasuk dalam hal reduksi risiko CVD.[3-7]
Jalur Homosistein dan Asam Folat
Homosistein (Hcy) merupakan asam amino yang tidak terlibat dengan sintesis protein, melainkan intermediet pada metabolisme metionin. Kadar plasma Hcy ditentukan oleh beberapa faktor, seperti alterasi genetik pada enzim metabolisme metionin dan kondisi defisiensi asam folat (vitamin B9), vitamin B6, dan vitamin B12.
Asam folat sendiri tidak aktif secara biologis dan bergantung pada aktivitas enzim methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR). Asam folat merupakan substrat untuk produksi tetrahidrofolat (prekursor dari 5-methyltetrahydrofolate/ 5-MTHF). MTHFR merupakan enzim regulator kunci yang terlibat pada folate-dependent Hcy remethylation. Enzim ini akan mengkatalisis reduksi 5,10-methylenetetrahydrofolate menjadi 5-MTHF yang dibutuhkan untuk aktivitas normal dari enzim methionine synthase (MTS). Dengan demikian, asam folat akan mempengaruhi metabolisme homosistein secara tidak langsung.[3]
Strategi Menurunkan kadar Homosistein
Strategi utama untuk menurunkan kadar Homosistein (Hcy) meliputi pemberian oral asam folat atau 5-MTHF. Selain itu, penambahan vitamin B6 dan B12 dapat pula membantu karena vitamin B6 dan B12 merupakan kofaktor penting pada metabolisme Hcy.[3]
Bukti Ilmiah Manfaat Asam Folat pada Penyakit Ginjal Kronis Masih Inkonklusif
Terlepas dari asosiasi kuat antara hiperhomosisteinemia dengan penyakit ginjal kronis, sejumlah studi malah menunjukkan tidak ada manfaat nyata dari pemberian suplemen vitamin B untuk tujuan pencegahan kejadian kardiovaskular ataupun untuk mencegah progresi penyakit ginjal kronis. Bahkan, percobaan Diabetic Intervention with Vitamins in Nephropathy memperlihatkan adanya harm dengan pemberian dosis tinggi vitamin B pada pasien nefropati diabetes dewasa, khususnya pada kelompok dengan estimasi laju filtrasi glomerulus (eGFR) yang rendah. Namun, terdapat uji klinis acak terkontrol skala besar yang menunjukkan hasil sebaliknya.[8-11]
Hasil Uji Klinis Skala Besar Mendukung Manfaat Suplementasi Asam Folat pada Penyakit Ginjal Kronis
Percobaan China Stroke Primary Prevention Trial (CSPPT) melakukan percobaan acak pada 20.720 pasien hipertensi dewasa, tanpa riwayat penyakit kardiovaskular termasuk stroke, ke dalam grup yang mendapat enalapril 10 mg atau grup kombinasi enalapril 10 mg dan asam folat 0,8 mg setiap hari. Penelitian ini menunjukkan hasil kecil namun bermakna secara statistik terkait reduksi risiko stroke fatal maupun non-fatal pada grup kombinasi enalapril dan asam folat, demikian pula dengan reduksi pada luaran komposit kardiovaskular.[10]
Pada CSPPT Renal Substudy yang melibatkan 15.104 partisipan, luaran primer penyakit ginjal kronis menunjukkan perbaikan sebesar 30% pada partisipan dengan eGFR baseline ≥ 60 ml/menit/1,73m2; dan perbaikan sebesar 50% pada partisipan dengan eGFR baseline antara 30-60 ml/menit/1,73m2 pada grup yang mendapat kombinasi enalapril dan asam folat. Pemantauan dengan median 4,4 tahun menunjukkan manfaat luaran primer perbaikan eGFR pada kelompok yang mendapat terapi kombinasi enalapril plus asam folat jika dibandingkan dengan kelompok enalapril saja (2,5% vs 2,1%; adjusted odds ratio 0,79). Hasil ini mengindikasikan adanya manfaat dari pemberian suplementasi asam folat pada eGFR partisipan dengan penyakit ginjal kronis.[11]
Menyikapi Bukti Ilmiah yang Masih Bertentangan
Terdapat beberapa keterbatasan pada percobaan CSPPT yang perlu dipertimbangkan dalam menginterpretasikan hasil penelitian tersebut. Pertama, meski ditemukan low rate of loss to follow-up (0,3%) pada percobaan utama (CSPPT), ternyata sejumlah 14% partisipan substudi CSPPT Renal Substudy dieksklusi dari analisis. Kemudian, luaran primer penyakit ginjal kronis didefinisikan hanya dengan pengukuran eGFR satu kali saja, baik pada baseline maupun akhir masa studi. Selain itu, kepatuhan partisipan terhadap pengobatan ditemukan rendah pada kedua grup terapi yang dibandingkan. Secara keseluruhan, kurang dari 70% partisipan CSPPT yang memenuhi inklusi analisis per-protokol, dan ada 14% partisipan yang menghentikan pengobatan selama masa studi.
Keterbatasan potensial lainnya terdapat pada aspek generalisabilitas hasil studi yang membedakan temuan hasil CSPPT dengan studi terdahulu. Proses enrollment percobaan CSPPT mengambil lokasi eksklusif di Cina, yang merupakan area tanpa kebijakan keharusan fortifikasi asam folat pada gandum, yang tentu berbeda dengan kebijakan di negara lain. Oleh sebab itu, bisa saja manfaat suplementasi asam folat lebih berarti untuk pasien-pasien dengan defisiensi asam folat saja.
Meski demikian, data penelitian yang ada saat ini menyokong kemungkinan adanya manfaat dalam aspek keamanan pemberian asam folat dibandingkan vitamin B lain pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Adanya isu harm yang dikaitkan dengan suplementasi vitamin B pada penelitian sebelumnya diduga disebabkan oleh pemberian cyanocobalamin yang menimbulkan akumulasi sianida dan metabolit thiocyanate pada pasien dengan eGFR rendah. Hipotesis ini mengindikasikan bahwa penggunaan suplemen asam folat atau methylcobalamin dapat menggantikan pemberian cyanocobalamin pada studi di masa depan.[9,12]
Kesimpulan
Asam folat diduga bermanfaat pada penyakit ginjal kronis karena mampu menurunkan kadar homosistein sehingga diharapkan dapat mencegah progresi penyakit dan komplikasi kardiovaskular. Studi terdahulu tidak menyokong teori ini, namun terdapat uji klinis skala besar di Cina yang menunjukkan efikasi asam folat dalam pencegahan progresi dan komplikasi kardiovaskular pada pasien dengan penyakit ginjal kronis. Meski begitu, studi ini masih memiliki berbagai limitasi.
Pedoman internasional untuk tata laksana pasien penyakit ginjal kronis juga masih belum menyarankan pemberian rutin asam folat dengan atau tanpa vitamin B6, B12, atau B kompleks untuk tujuan pencegahan progresi penyakit ginjal kronis maupun perbaikan luaran kardiovaskular. Pemberian asam folat baru direkomendasikan dalam konteks penanganan nutrisi terkait penyakit ginjal kronis, khususnya bagi pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami defisiensi folat.
Mengingat basis bukti ilmiah yang masih sangat terbatas, diperlukan uji klinis acak terkontrol skala besar multisenter terbaru sebelum kesimpulan lebih pasti dapat diambil.