Malam docs,maaf ada 1 pertanyaan lagi, tp ini lbh ke arah diskusi sih. Blkgan ini makin marak sosialisasi ttg NIPT yg mengklaim bs memeriksa dgn akurasi...
Diskusi Non Invasive Prenatal Testing (NIPT) dan Penerapan di Indonesia - Diskusi Dokter
general_alomedikaDiskusi Dokter
- Kembali ke komunitas
Diskusi Non Invasive Prenatal Testing (NIPT) dan Penerapan di Indonesia
Malam docs,
maaf ada 1 pertanyaan lagi, tp ini lbh ke arah diskusi sih. Blkgan ini makin marak sosialisasi ttg NIPT yg mengklaim bs memeriksa dgn akurasi tinggi secara non invasif (hanya melalui sample darah ibu) untuk kemgknan kelainan pada bayi spt trisomi, mikrodelesi, kelainan seks kromosom dsbnya.
Dijelaskan katanya prosedur ini menggunakan cell free fetal DNA di darah ibu dan diharapkan bs menggantikan peran amniocentesis maupun CVS yg dinilai invasif.
Biasanya NIPT dilakukan di usia 10 mgg minimal menurut literatur.
Menurut sejawat sekalian bagaimana peran dan tempat pemeriksaan spt ini ya? Soalnya kan Indonesia dan kedokteran sebnrnya tdk mendukung aborsi tanpa indikasi medis yg jelas (saya pribadi jg tdk setuju aborsi apapun alasannya kecuali dgn indikasi medis spt mengancam nyawa sih). Jika ternyata hasil pemeriksaan menunjukkan trisomi 13 atau sindrom Patau mslnya, bukankah org tua bayi tsb akan mempertimbangkan terminasi? Atau mmg pemeriksaan ini penting dlm aspek mempersiapkan diri saja?
Mgkn ada sejawat yg punya pendapat.
Terima kasih.
Akibatnya, bisa saja dilakukan abortus provokatus kriminalis yang mengancam nyawa ibu, atau menyebabkan depresi pada ibu selama masa kehamilan.
Alo dokter Jonathan!
Setuju dengan dr.Marianti, sebetulnya risk-benefit nya kalo dipikir-pikir lebih banyak risk-nya, terutama bagi si ibu (depresi, abortus kriminalis, kematian, perceraian, dst). Belum lagi, dari segi harga, pemeriksaan ini mahal.
Kalo menurut saya, sebaiknya diabndingkan NIPT, lebih ditekankan antenatal care yang berkualitas dan konseling pranikah.
Di Amerika sendiri, tes ini sebetulnya hanya dikerjakan pada populasi tertentu, jadi memang bukan pemeriksaan rutin yang dikerjakan pada seluruh pasien.
dr. Marianti
Iya, setuju, dok. Saya juga sempat berpikir begitu. Kalau memang ternyata ditemukan kelainan, tidak mungkin juga kan diaborsi di Indonesia.
Oct 01, 2018 at 05:16 AM
Akibatnya, bisa saja dilakukan abortus provokatus kriminalis yang mengancam nyawa ibu, atau menyebabkan depresi pada ibu selama masa kehamilan.
Terima kasih dok insightnya, mmg serba salah, kadang ada kepentingan need to know apalagi pada pasien dgn high risk pregnancy, cm kalau ujung2nya terminasi juga serba salah.
Mmg sptnya ignorance is bliss itu ada baiknya juga ya, hehe. Terima kasih dok.
dr.Bedry Qintha
Oct 01, 2018 at 06:42 AMAlo dokter Jonathan!
Setuju dengan dr.Marianti, sebetulnya risk-benefit nya kalo dipikir-pikir lebih banyak risk-nya, terutama bagi si ibu (depresi, abortus kriminalis, kematian, perceraian, dst). Belum lagi, dari segi harga, pemeriksaan ini mahal.
Kalo menurut saya, sebaiknya diabndingkan NIPT, lebih ditekankan antenatal care yang berkualitas dan konseling pranikah.
Di Amerika sendiri, tes ini sebetulnya hanya dikerjakan pada populasi tertentu, jadi memang bukan pemeriksaan rutin yang dikerjakan pada seluruh pasien.
Di bbrp negara lain yg aborsi dilegalkan sebnrnya sudah mulai marak dok, bahkan sudah jd salah satu pemeriksaan rutin yg disarankan.
Bahkan sprt di Indonesia saja vendor yg menyediakan sdh tdk hanya 1-2, sdh cukup banyak yg menyediakan fasilitas pemeriksaan ini, jd bahkan sptnya sudah melampaui aspek penelitian dan masuk ranah layanan medis.
Hanya mmg saya setuju dilematisnya di sana. Sometimes ketidaktahuan mmg lbh baik terlepas kalau tahu seharusnya bs lbh menyiapkan diri, tp kalau dengan tahu malah membuat keputusan spt aborsi ya mmg jd tdk benar ujung2nya.
Terima kasih dok insightnya.