Terdapat studi yang mengindikasikan bahwa penggunaan low-level laser therapy efektif dalam penanganan Bell’s palsy. Bell’s palsy merupakan kelumpuhan saraf wajah perifer yang bersifat unilateral, onset akut spontan (≤ 72 jam), dan tidak disertai dengan gejala klinis lain. Bell’s palsy merupakan penyebab tersering dari semua kelumpuhan saraf wajah dan mewakili kurang lebih 50% dari seluruh kasus kelumpuhan perifer pada wajah.[1,2]
Keterbatasan dalam Manajemen Bell’s Palsy
Pada Bell’s palsy, terapi farmakologi utama adalah kortikosteroid, seperti prednison 60-80 mg/hari selama 1 minggu. Meski kebanyakan pasien dengan Bell’s palsy mengalami pemulihan total, sebagian ada yang mengalami kelemahan wajah permanen.
Usia yang lebih tua, hipertensi, gangguan pengecapan, nyeri (kecuali pada telinga), dan kelemahan total pada wajah merupakan faktor prognosis buruk Bell’s palsy. Selain itu, pemberian kortikosteroid pada pasien dengan diabetes dapat menginduksi hiperglikemia yang dapat memperburuk kontrol glikemik pasien sehingga potensi risiko perlu dipertimbangkan.[1,2]
Pendekatan non-farmakologi pada Bell’s palsy bertujuan untuk membantu memulihkan kekuatan otot pasien. Pendekatan ini juga dapat dipilih pada pasien yang memiliki kondisi sistemik yang tidak memungkinkan pemberian medikamentosa. Terapi non-farmakologi yang dapat diberikan antara lain fisioterapi, pijat wajah, senam wajah, akupuntur, serta terapi laser seperti low-level laser therapy (LLLT).[2]
Mekanisme Manfaat Low-Level Laser Therapy pada Bell’s Palsy
Secara klinis, low-level laser therapy (LLLT) dapat digunakan pada kasus Bell’s palsy derajat sedang hingga berat atau yang sudah mengalami paralisis total. LLLT diketahui dapat menghasilkan efek fisiologi pada jaringan target atau yang disebut juga sebagai photobiomodulation.
LLLT dapat membantu meningkatkan produksi ATP pada mitokondria dan meningkatkan konsumsi oksigen pada sel yang membantu relaksasi otot, meningkatkan kadar serotonin dan endorfin. LLLT juga memiliki efek antiinflamasi, dapat meningkatkan suplai darah, serta dapat menurunkan permeabilitas membran neuron terhadap natrium dan kalium sehingga menginduksi hiperpolarisasi neuron. LLLT juga telah dilaporkan dapat meningkatkan drainase limfatik dan mengurangi edema.[1]
Protokol Pemberian Low-Level Laser Therapy pada Bell’s Palsy
Belum ada konsensus baku mengenai bagaimana protokol pemberian LLLT yang terbaik pada penanganan Bell’s Palsy. Pada beberapa uji klinis, LLLT dilakukan dalam durasi 2 minggu dari onset. Terapi LLLT dilakukan selama kurang lebih 30-60 detik per lokasi, diulang selama beberapa kali seminggu.[3-5]
Kelebihan dan Keterbatasan Low-Level Laser Therapy pada Bell’s Palsy
Terapi LLLT menjadi pilihan dibandingkan dengan terapi alternatif lain karena keuntungannya, yakni rasa nyeri yang minimal, bersifat non-invasif, mudah diterapkan, dan relatif tidak menghasilkan efek samping bermakna. Meski demikian, LLLT tidak dapat dilakukan pada lokasi tertentu, seperti area dekat mata, kelenjar tiroid, atau lokasi kulit yang terdapat tato karena risiko luka akibat pemanasan oksida besi atau garam logam pada pigmentasi tato.[1,3]
Efikasi Low-Level Laser Therapy pada Bell’s Palsy Menurut Penelitian
Sebuah studi intervensi melibatkan 30 pasien diabetes dengan Bell's palsy yang menerima pengobatan dengan LLLT selain rejimen obat biasa mereka. Tingkat keparahan kerusakan saraf dinilai menggunakan sistem House-Brackmann, dan studi elektromiografi dan konduksi saraf dilakukan sebelum dan sesudah 12 sesi LLLT.
Pada akhir studi, 18 pasien dilaporkan mencapai kesembuhan total, sedangkan 6 pasien mengalami kesembuhan sebagian setelah 3 bulan. Penelitian ini mengindikasikan bahwa LLLT adalah pendekatan alternatif yang efektif dan aman, terutama pada pasien yang memiliki komorbiditas seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Meski demikian, kekuatan buktinya rendah karena jumlah sampel penelitian yang kecil, tidak ada pengacakan, dan tidak ada kontrol.[1]
Dalam penelitian lain, dilakukan uji klinis acak terhadap 25 penderita Bell's palsy akut. Partisipan dibagi menjadi 2 kelompok, yang menerima LLLT atau stimulasi elektrik untuk 12 sesi pengobatan selama 2 minggu. Hasil menunjukkan peningkatan skor yang signifikan pada kedua kelompok, namun tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok LLLT dan stimulasi elektrik. Kekuatan bukti dari penelitian ini juga kurang baik karena sampel yang sangat kecil.[3]
Kesimpulan
Secara teori, penggunaan low-level laser therapy (LLLT) diharapkan dapat membantu memulihkan rasa nyeri, memberi efek antiinflamasi, mengurangi edema, serta membantu penyembuhan pada Bell’s palsy. Terapi LLLT memiliki kelebihan karena bersifat non-invasif, relatif tanpa efek samping bermakna, dan mudah dilakukan. Meski demikian, basis bukti yang mendukung efikasinya dalam penanganan Bell’s palsy masih sangat lemah. Oleh karena itu, dibutuhkan uji klinis acak terkontrol lanjutan dengan jumlah sampel lebih besar sebelum kesimpulan yang lebih definitif bisa ditarik.