Pandangan tradisional tentang peran serat dalam konstipasi pada anak kini mulai dipertanyakan. Hal ini seiring dengan munculnya tinjauan sistematik yang mengungkap bahwa efikasi suplementasi serat dalam penanganan konstipasi pada anak tidak didukung oleh basis bukti yang cukup.[1]
Konstipasi memengaruhi hingga 10% anak dan pada mayoritas kasus tidak ada faktor etiologi yang jelas. Sekitar sepertiga anak dengan konstipasi kronis terus mengalami masalah ini hingga masa pubertas. Selain itu, penelitian pada anak kembar menunjukkan bahwa 59% kasus konstipasi pada anak dapat dijelaskan oleh predisposisi genetik, meskipun belum ada mutasi genetik tertentu yang secara spesifik dikaitkan dengan timbulnya konstipasi pada anak.[1-4]
Faktor perilaku juga diketahui memegang peranan penting. Setengah dari populasi anak dengan impaksi feses kronis dan inkontinensia feses pernah mengalami episode buang air besar yang menyakitkan dan banyak anak dengan konstipasi kronis menunjukkan perilaku menahan buang air besar.[2,5]
Peran Kekurangan Serat dalam Konstipasi pada Anak Semakin Dipertanyakan
Pandangan umum adalah bahwa kekurangan serat atau cairan menyebabkan konstipasi. Pandangan ini juga banyak diyakini oleh profesional kesehatan. Namun, pedoman tata laksana, seperti yang dipublikasikan oleh NICE, sudah tidak menyarankan penggunaan diet tinggi serat ataupun suplementasi serat sebagai pengobatan konstipasi idiopatik pada anak. Menurut NICE, tidak ada basis bukti yang cukup untuk mendukung efikasi konsumsi serat dalam penanganan konstipasi pada anak.[3,6]
Selain itu, kepercayaan bahwa konstipasi disebabkan oleh kurangnya serat seringkali menyebabkan penundaan pemberian laksatif. Penundaan ini, yang ditambah dengan kekhawatiran orang tua tentang efek jangka panjang laksatif dan rasa bersalah terkait pola makan anak, dapat memperburuk kondisi konstipasi hingga menjadi masalah kronis yang sulit diatasi.[3]
Belum Ada Bukti Kuat Mengenai Efikasi Serat dalam Penanganan Konstipasi pada Anak
Tidak ada bukti kuat yang mendukung efikasi penggunaan serat dalam penanganan konstipasi pada anak. Dalam sebuah tinjauan sistematik, dilakukan evaluasi terhadap hasil dari 9 uji klinis, dengan total 680 subjek studi. Penelitian ini menemukan bahwa suplementasi serat tidak menunjukkan efektivitas yang signifikan dalam meningkatkan frekuensi defekasi, konsistensi feses, atau mengurangi gejala konstipasi lain pada anak dengan konstipasi fungsional.[1]
Tinjauan sistematik lain mengevaluasi hasil dari 13 studi, dengan total sampel 723 orang anak, untuk mengetahui efikasi konsumsi serat pada kasus irritable bowel syndrome dan konstipasi fungsional. Dari keseluruhan studi yang dianalisis, 9 dari 10 uji klinis menemukan serat lebih efektif daripada plasebo, atau sama efektifnya dengan laksatif. Meski begitu, peneliti menyatakan bahwa bukti yang ada tidak cukup kuat karena heterogenitas desain studi, durasi pengobatan, dan jenis serat yang digunakan.[7]
Penelitian lain menggunakan metode triangulasi dengan tiga pendekatan, yakni tinjauan sistematik (6 uji klinis acak), analisis data kohort ALSPAC (6796-9828 anak), dan kajian literatur pada studi kembar (338 dan 93 pasang kembar, ditambah 45 dari ALSPAC). Penelitian ini menemukan bahwa peningkatan konsumsi serat tidak efektif mengatasi konstipasi.[3]
Penggunaan Serat dalam Penanganan Konstipasi pada Anak Menurut Pedoman Klinis
Menurut pedoman North American Society for Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (NASPGHAN) dan European Society of Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition (ESPGHAN), tidak ada bukti yang mendukung efikasi penggunaan serat dalam pengobatan konstipasi fungsional pada anak. Oleh karena itu, pedoman ini merekomendasikan pemberian jumlah serat dalam jumlah “normal" sesuai usia anak, tanpa perlu menambahkan secara khusus untuk mengatasi konstipasi.[7]
Serupa dengan pedoman NASPGHAN/ESPGHAN, American Family Physician (AFP) juga menyatakan bahwa peningkatan konsumsi serat tidak terbukti memberi manfaat bermakna pada kasus konstipasi pada anak. AFP menyarankan penggunaan polietilen glikol sebagai lini pertama, serta laktulosa dan enema sebagai penanganan lini kedua.[8]
Kesimpulan
Meskipun konsumsi serat sering dianggap dapat mencegah dan mengobati konstipasi pada anak, belum ada basis bukti yang kuat yang mendukung efikasinya. Beberapa bukti ilmiah bahkan tidak menemukan manfaat bermakna dari konsumsi serat tambahan dalam penanganan konstipasi pada anak. Berbagai pedoman klinis juga sudah tidak merekomendasikan penggunaan serat tambahan dalam kasus konstipasi pada anak. Terapi yang direkomendasikan untuk anak dengan konstipasi adalah penggunaan obat pencahar selama berbulan-bulan, bahkan terkadang bertahun-tahun, disertai edukasi pada orang tua untuk mendorong perilaku positif terkait kebiasaan buang air besar.