Program Early Intervention in Psychosis (EIP) telah dikembangkan di banyak negara sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki prognosis pasien gangguan psikotik. Namun, program ini kurang dikenal dan dikembangkan di Indonesia.
Walaupun gangguan psikotik akut merupakan gangguan mental dengan prevalensi hanya 0,05‒1%, tetapi berdampak signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Telah terdapat banyak studi yang menyatakan bahwa intervensi komprehensif selama periode kritis awal gangguan psikotik secara signifikan berbanding lurus dengan prognosis yang lebih baik.[1]
Dampak Penundaan Intervensi terhadap Gangguan Psikotik Akut
Dilaporkan, pasien gangguan psikotik akut yang tidak segera ditangani akan cenderung menunjukkan gejala negatif, termasuk emosi dangkal/apatis, isolasi sosial, penurunan kemauan, dan penelantaran diri. Kondisi ini di kemudian hari akan sulit untuk melanjutkan kehidupan normal setelah pemulihan.[1,2]
Selain itu, kurangnya perawatan diri dapat meningkatkan komorbiditas dengan penyakit lain, kerugian finansial, peningkatan angka kekerasan dan penyalahgunaan obat, serta tingginya angka bunuh diri. Hal inilah yang mendasari mengapa perlu dilakukan program EIP.[1,2]
Apa itu Early Intervention in Psychosis?
Early Intervention in Psychosis (EIP) merupakan layanan komunitas kesehatan mental multidisiplin yang menyediakan perawatan dan dukungan bagi penderita gangguan psikotik akut episode awal. Tujuan utamanya adalah menyediakan layanan intervensi sesegera mungkin, untuk mengurangi duration of untreated psychosis (DUP) yang dapat memperburuk prognosis penyakit dengan segala akibatnya.[2,3]
Terdapat beberapa aspek yang dicakup EIP, antara lain deteksi dini, intervensi dini, dan pelayanan berkelanjutan yang diberikan selama 2 hingga 3 tahun. Walaupun kerap ditujukan pada populasi usia 14‒35 tahun, karena secara teori dan klinis disebutkan bahwa gangguan psikotik akut lebih sering dijumpai di usia muda, tetapi program ini dapat digunakan bagi berbagai usia.[2,3]
Secara umum, berdasarkan pedoman National Institute for Health and Care Excellence (NICE), komponen vital program EIP adalah:
- Penilaian episode awal gangguan psikotik secara cepat dan tepat
- Menyediakan informasi bagi pengampu, atau keluarga pasien, agar lebih memahami gangguan psikotik dan tata laksananya (psikoedukasi)
- Mendukung pasien gangguan psikotik dan keluarganya selama masa pelayanan, termasuk dukungan sosial dalam permasalahan ekonomi serta rumah tangga, serta pencegahan kekambuhan
- Intervensi farmakologis maupun psikoterapi (termasuk suportif dan terapi perilaku)
- Layanan krisis intervensi oleh Assertive Community Treatment (ACT)
- Pemeriksaan kesehatan fisik secara rutin
- Pemantauan kondisi atau keluhan penyerta lain, seperti depresi, gangguan cemas, maupun penyalahgunaan obat
- Pelayanan di rawat inap hingga rawat jalan[4]
Target Klinis Early Intervention in Psychosis
Program Early Intervention in Psychosis (EIP), sesuai namanya, memang ditujukan untuk menangani pasien dengan gangguan psikotik akut episode awal. Namun, dalam implementasinya, layanan ini juga mendeteksi individu yang sedang dalam beberapa kondisi, yaitu:
- Fase prodromal, yaitu periode perubahan perilaku, fungsi, peran, serta sosial yang muncul sebelum gejala gangguan psikotik akut
At risk mental state, yaitu periode gangguan psikotik akut yang berlangsung <7 hari, yang biasanya tidak terlalu parah tetapi menunjukkan performa fungsi sosial dan kognitif yang buruk
- Gangguan psikotik akut episode pertama, yaitu periode pasien pertama kali mengalami suatu gangguan jiwa, yang ditandai dengan hendaya berat dalam menilai realita dan gejala waham, halusinasi, atau gangguan proses berpikir yang terjadi dalam masa <2 minggu, serta dapat mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari[5]
Model Early Intervention in Psychosis
Terdapat tiga model utama dari layanan Early Intervention in Psychosis (EIP), yaitu stand-alone, hub and spoke dan terintegrasi. Program ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, dapat disesuaikan dengan sumber daya dan kebutuhan di suatu populasi.[4]
Stand Alone
Layanan stand-alone bekerja secara independen, tidak termasuk dalam Tim Kesehatan Mental yang didirikan pemerintah atau instansi tertentu. Penelitian telah menemukan model ini cukup efektif secara klinis dan ekonomis, serta lebih efisien mengaplikasikan intervensi yang direkomendasikan oleh NICE. Cocok diterapkan di daerah perkotaan yang memiliki akses pelayanan kesehatan lengkap.[4]
Hub and Spoke
Model stand-alone mungkin agak sulit diterapkan di daerah pedesaan yang berpenduduk jarang serta memiliki fasilitas kesehatan terbatas. Faktor-faktor penyulit misalnya rujukan yang tertunda karena lamanya jarak menuju akses pelayanan, kapasitas layanan yang lebih rendah, dan masalah dalam rekrutmen staf.
Sedangkan dalam model hub and spoke, pekerja tim khusus tetap terhubung dan mendapat akses bantuan tambahan serta supervisi dari Tim Kesehatan Mental sehingga rujukan dapat lebih cepat dilakukan.[4]
Terintegrasi
Dengan model terintegrasi, layanan EIP sepenuhnya terintegrasi dengan Tim Kesehatan Komunitas. Terdapat konsensus yang menyatakan bahwa model ini justru kurang efektif karena mengurangi fokus kerja pada intervensi dini gangguan psikotik akut sehingga para pasien kurang mendapatkan pelayanan secara personal.
Hal ini dapat menurunkan kepatuhan pengobatan, memperbanyak jumlah pasien yang tidak menerima pengobatan, serta memperpanjang DUP.[4]
Kerangka Kerja Early Intervention in Psychosis
Setiap negara berusaha mengadaptasi Early Intervention in Psychosis (EIP) sesuai kondisi masing-masing, dengan rincian yang mungkin sedikit berbeda dengan negara lain. Berikut contoh alur kerangka kerja EIP yang dilakukan di Inggris, salah satu negara yang sudah sering menerapkan dan mengembangkan layanan ini.[6]
Gambar 1. Kerangka Kerja Early Intervention in Psychosis. (Sumber: Singh SP et al, 2005)
Keberhasilan dan Kendala EIP dalam Berbagai Aspek
Sebuah uji kontrol acak di Inggris Raya, menunjukkan bahwa EIP dapat mengurangi psikopatologi dan meningkatkan kualitas hidup pasien, rasa puas terhadap perawatan, kemampuan untuk kembali bekerja, serta kepatuhan pengobatan.[7]
Psikoedukasi keluarga dalam program ini menunjukkan perbaikan prognosis secara signifikan, sehingga angka relaps menurun hingga 40%. Layanan ini juga berhasil mengurangi risiko bunuh diri pada pasien usia 14‒35 tahun, dari 15% menjadi 1%.[7]
Penelitian retrospektif kohort di Ontario tahun 2018, yang melibatkan subjek 1.522 pasien selama hampir dua dekade, melaporkan bahwa pengguna layanan EIP cenderung lebih sering kontrol dengan psikiater (78% vs 13%), lebih jarang mengunjungi unit gawat darurat karena relaps atau komorbiditas medis lainnya.[8]
Selain itu, angka mortalitas akibat bunuh diri juga jauh lebih rendah dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan layanan EIP.[8]
Studi longitudinal retrospektif di Oxford, pada tahun 2016 dengan 3.674 subjek, juga menyatakan pasien gangguan psikotik akut yang diterapkan EIP terbukti 116% cenderung lebih mudah mendapatkan pekerjaan, dan 17% lebih baik secara well being. Bila dihitung dari segi ekonomi, dikatakan program EIP dapat menghemat pengeluaran hingga £ 63,3 juta/tahun, sehingga layanan ini sangat hemat biaya bila dibandingkan dengan perawatan standar.[9]
Kendala EIP
Analisis sistemik yang dipublikasikan tahun 2021 menyimpulkan bahwa terdapat banyak hambatan dan fasilitator dalam implementasi EIP. Analisis ini mengidentifikasi 3 domain penghalang utama, yaitu sistem, layanan, dan tenaga kesehatan. Selain itu, subdomain yang paling sering ditemukan adalah masalah pendanaan dan kekuatan kerjasama dan komunikasi antara EIP dan kelompok dan layanan masyarakat.[1]
Untuk itu, diperlukan pemahaman menyeluruh sebelumnya tentang tantangan dan pendukung sebelum EIP diimplementasikan.[1,6]
Kesimpulan
Early Intervention in Psychosis (EIP) merupakan program kesehatan mental multidisiplin yang menyediakan perawatan dan dukungan bagi penderita gangguan psikotik akut episode awal. Layanan ini secara garis besar mencakup deteksi dan intervensi dini hingga pelayanan holistik berkelanjutan selama 2‒3 tahun.
Tidak hanya bagi pasien, EIP juga memberikan psikoedukasi dan dukungan pada keluarga pasien gangguan psikotik akut. Program ini secara universal telah terbukti efektif dalam mencegah dampak buruk dari gangguan psikotik akut, seperti komorbiditas medis, kerugian finansial, serta tingginya angka bunuh diri.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini