Farmakologi Dapsone
Farmakologi dapsone adalah bersifat bakteriostatik terhadap Mycobacterium leprae dan memiliki aktivitas bakterisidal yang lemah. Dapsone bekerja dengan menghambat sintesis asam dihidrofolat melalui kompetisi dengan para-aminobenzoat (PABA) untuk mendapat sisi aktif dihidropteroat sintetase.[2,5]
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dapsone berkaitan dengan penghambatan sintesis asam folat sehingga menyebabkan penghambatan replikasi DNA bakteri. Dapsone menghambat sintesis asam dihidrofolat melalui kompetisi dengan para-aminobenzoat (PABA) untuk mendapat sisi aktif dihidropteroat sintetase.[2,5]
Dapsone bersifat bakteriostatik terhadap M. leprae dan memiliki aktivitas bakterisidal yang lemah, sehingga diindikasikan untuk terapi lepra. Obat ini juga aktif melawan Plasmodium dan Pneumocystis carinii.[2,5]
Sementara, mekanisme kerja gel dapsone dalam terapi acne masih perlu studi mendalam. Dapsone memiliki efek menghambat berbagai jenis jerawat, antagonisme ekspresi sitokin inflamasi, dan berkorelasi dengan sekresi hormon. Studi telah menemukan bahwa gel dapsone efektif untuk mengurangi resistensi obat jerawat dan dapat digunakan sebagai pengganti isotretinoin dan antibiotik.[3]
Farmakokinetik
Dapsone peroral diabsorpsi hampir seluruhnya di saluran cerna dengan konsentrasi puncak di plasma tercapai dalam 2−8 jam setelah pemberian. Sementara, penyerapan gel dapsone topikal ke dalam sistemik relatif rendah, tetapi masih ada laporan efek samping yang disebabkan oleh penggunaan topikal ini.[1-3,5]
Absorbsi
Absorbsi dapsone hampir seluruhnya di saluran cerna dan mencapai konsentrasi puncak dalam plasma setelah 2−8 jam pemberian. Bioavailabilitas pada pemberian oral sekitar 70‒80%. Lingkungan yang asam diperlukan untuk absorpsi optimal. Konsentrasi steady-state tercapai dalam minimal 8 hari, jika pemberian dapsone setiap hari. Dosis 100 mg/hari memberikan plasma dapsone trough levels.[1,5]
Distribusi
Dapsone didistribusikan secara luas di dalam tubuh melalui siklus enterohepatik. Sirkulasi dapsone sekitar 50‒80% berikatan dengan protein plasma. Obat ini dapat melintasi plasenta. Dapsone menunjukkan afinitas khusus terhadap beberapa jaringan, seperti kulit, otot, hati, dan ginjal, sehingga masih dapat terdeteksi di jaringan tersebut hingga 3 minggu setelah terapi dihentikan.[2,5]
Metabolisme
Metabolisme dapsone di hati melalui 2 jalur utama, yaitu N-asetilasi (oleh N-asetiltransferase) dan N-hidroksilasi (oleh berbagai isoform enzim sitokrom P450 seperti CYP2E1, CYP2C9, dan CYP3A4). Jalur pertama menghasilkan monoasetil dapsone (MADDS), sementara jalur kedua menghasilkan dapsone hidroksilamin (DDS-NOH). Kedua jalur ini dianggap bertanggung jawab terhadap kejadian efek samping hematologi dari dapsone.[1,2,5]
Oleh sebab itu, level ekspresi isoenzim P450 yang terlibat dalam metabolisme dapsone bisa menjadi penentu kerentanan seseorang terhadap efek toksik dapsone. DDS-NOH merupakan suatu oksidan poten yang dapat mengosongkan glutation di dalam sel darah merah sehingga memicu produksi methemoglobin dan hemolisis.[1,2,5]
Eliminasi
Ekskresi dapsone 46% terjadi melalui urin dalam bentuk utuh dan metabolit. Sekitar 70% diekskresikan di urin sebagai mono-N-glucoronide dan mono-N-sulfamate, sementara 20% diekskresikan dalam bentuk tidak berubah. Sekitar 10% diekskresikan melalui empedu.[2,5]
Setelah pemberian dapsone dosis tunggal, sekitar 50% diekskresikan dalam 24 jam pertama. Ekskresi dapsone melalui urin dapat berkurang dengan pemberian probenesid dan meningkat dengan pemberian rifampisin.[2,5]
Resistensi
Mekanisme terjadinya resistensi dapsone diperkirakan berhubungan dengan DHPS (dihydropteroate synthase). Deteksi mutasi titik pada folP 1 yang mengkode DHPS digunakan untuk mengidentifikasi strain M. leprae yang resisten terhadap dapsone. Resistensi M.leprae terhadap dapsoen harus dicurigai apabila terjadi relaps penyakit lepra secara klinis maupun bakteriologis.[5,10,11]
Penulisan pertama oleh: dr. Edwin Wijaya
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini