Kontraindikasi dan Peringatan Metoprolol
Kontraindikasi metoprolol adalah pada pasien dengan bradikardia simtomatik dan pasien dengan blok jantung. Peringatan diperlukan terkait risiko gejala angina jika obat dihentikan mendadak pada pasien dengan penyakit arteri koroner.[2,10,13]
Kontraindikasi
Metoprolol memiliki kontraindikasi pada pasien dengan bradikardia, AV blok derajat lebih dari 1, syok kardiogenik, gagal jantung, serta sick sinus syndrome (kecuali jika dipasang pacemaker permanen). Selain itu, penggunaan metoprolol juga kontraindikasi pada pasien dengan infark miokard akut yang memiliki frekuensi jantung <45–60 kali/menit, blok jantung, tekanan darah sistolik <100 mmHg, atau gagal jantung sedang hingga berat.[10]
Peringatan
β-blockers sebaiknya tidak digunakan pada pasien gagal jantung yang tidak stabil. Perhatikan pula bahwa penggunaan bersamaan dengan antagonis kalsium, seperti verapamil dan diltiazem, dapat menyebabkan bradikardia, hipotensi, dan asistol.[2,3]
Penghentian Terhadap Terapi Secara Tiba-Tiba
Penghentian terapi metoprolol secara tiba-tiba dapat memperburuk gejala angina atau memicu infark miokard pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Oleh karena itu, penghentian dosis harus dilakukan secara bertahap dalam 1-2 minggu dengan pemantauan. Jika angina atau insufisiensi koroner akut berkembang, terapi harus segera dihentikan dan pengelolaan angina harus segera dimulai.[10]
Gagal Jantung
Metoprolol dapat memperburuk atau memicu gagal jantung, terutama pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. Terapi metoprolol harus dimulai dan disesuaikan dosisnya di bawah pengawasan medis setelah pasien stabil dengan terapi gagal jantung lain. Perbaikan gejala mungkin tidak terlihat hingga 2-3 bulan setelah memulai terapi.
Penggunaan metoprolol tidak dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung dekompensasi dan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan fungsi miokard yang tidak memadai atau kardiomegali yang substansial. Jika terjadi tanda-tanda gagal jantung yang memburuk, terapi harus dihentikan secara bertahap dan diberikan pengelolaan gagal jantung yang sesuai.[10]
Penyakit Bronkospastik
Metoprolol dapat menyebabkan bronkospasme, terutama pada dosis lebih dari 100 mg/hari, pada pasien dengan penyakit bronkospastik seperti asma. Penggunaan obat ini harus dilakukan dengan hati-hati, pada dosis terendah yang efektif, dan dengan terapi maksimal menggunakan agonis β2-adrenergik.[10]
Bradikardia dan AV Blok
Metoprolol dapat menyebabkan bradikardia dan menurunkan otomatisitas nodus sinoatrial. Pemantauan diperlukan pada pasien dengan infark miokard, terutama yang memiliki disfungsi nodus sinus. Jika frekuensi jantung turun di bawah 40 kali/menit dengan output jantung yang menurun, atropin IV harus diberikan.[10]
Hipotensi dan Pembedahan Besar
Pada pasien dengan infark miokard, metoprolol dapat menyebabkan hipotensi. Jika ini terjadi, metoprolol harus dihentikan dan status hemodinamik pasien harus dievaluasi. Pada pembedahan kardiak, terutama dengan anestesi umum, metoprolol dapat meningkatkan risiko hipotensi berat karena menurunnya kemampuan jantung untuk merespons rangsangan refleks β-adrenergik.[10]
Diabetes dan Tirotoksikosis
Metoprolol dapat menutupi gejala hipoglikemia, seperti takikardia, tremor, dan kecemasan, serta dapat memperburuk hipoglikemia yang dipicu oleh insulin. Penggunaannya harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien diabetes.
Selain itu, metoprolol dapat menutupi gejala hipertiroidisme, dan penghentian terapi secara tiba-tiba dapat memicu badai tiroid pada pasien dengan tirotoksikosis. Pemantauan klinis diperlukan pada pasien ini.[10]
Efek Okular
Metoprolol dapat menyebabkan mata kering, penurunan produksi air mata, dan gejala terkait mata lainnya, seperti injeksi konjungtiva dan ulserasi kornea. Pasien harus dipantau untuk efek samping okular tersebut.[10]