Pedoman sepsis dan syok sepsis pada anak, digunakan untuk membantu klinisi dalam mendiagnosis dan tata laksana awal sepsis pada anak.
Infeksi menyumbang hampir 1/3 kasus kegawatan pada anak, 40% dari kasus rawat inap dan menyumbang 25% kematian anak di dunia. Syok sepsis pada anak (bayi baru lahir sampai usia 18 tahun) adalah kondisi infeksi berat yang melibatkan disfungsi kardiovaskular (hipotensi, membutuhkan terapi obat-obat vasoaktif atau gangguan perfusi) dengan atau tanpa melibatkan disfungsi organ lainnya.[1-3]
Pedoman penanganan sepsis anak mengacu pada rekomendasi “Surviving Sepsis Campaign International Guidelines for the Management of Septic Shock and Sepsis-associated Organ Dysfunction in Children” yang terdiri dari 77 pernyataan (6 rekomendasi kuat, 49 rekomendasi lemah). Ada 3 level rekomendasi berdasarkan bukti ilmiah yang ada yaitu level I (sangat kuat) sampai level III (lemah).[1-4]
Definisi Sepsis pada Anak
Sepsis sendiri didefinisikan sebagai suatu sindrom inflamasi sistemik yang dibuktikan karena adanya infeksi. Tanda yang mendukung sepsis diantaranya adanya disregulasi suhu badan (<36℃ atau >38 ℃), takikardia, bradikardia, disregulasi laju napas, peningkatan atau penurunan angka leukosit.[5]
Kriteria disfungsi organ yang dinilai untuk mendiagnosis sepsis meliputi semua sistem organ, yaitu:
- Sistem kardiovaskular: ditandai dengan penurunan tekanan darah di bawah persentil 5 atau kebutuhan akan obat-obatan vasoaktif untuk mempertahankan tekanan darah, oliguria, dan peningkatan waktu pengisian kapiler
- Sistem pernapasan: ditandai dengan PaO2/FiO2 <300 tanpa adanya masalah jantung atau paru atau kebutuhan FiO2>50% untuk mempertahankan saturasi oksigen ≥ 92%
- Sistem saraf: meliputi Glasgow Coma Scale (GCS) ≤ 11
- Sistem hematologi: ditandai dengan penurunan angka trombosit < 80.000/mm3 atau INR (International Normalized Ratio) >2
- Sistem renal: meliputi peningkatan serum kreatinin ≥ 2 kali lipat dari nilai basal
- Sistem hepatik: meliputi peningkatan bilirubin total ≥ 4 mg/dL atau peningkatan ALT 2x lipat dari nilai normalnya[6]
Sistem Skoring Sepsis pada Anak
Beberapa sistem skoring digunakan untuk menentukan ada tidaknya disfungsi organ yang nantinya secara tidak langsung mengarahkan untuk diagnosis sepsis. Skoring yang digunakan saat ini diantaranya adalah PELOD-2, dan pSOFA (Pediatric SOFA) dimana tujuan akhir dari sistem skoring ini dapat digunakan untuk menentukan prognosis. Studi terbaru membuktikan pSOFA prediktor yang lebih baik dibandingkan PELOD-2. Skor pSOFA ≥ 2 meningkatkan risiko mortalitas 10-11 x lipat.[6,7]
Beberapa biomarker laboratorium digunakan untuk mendiagnosis sepsis dan syok sepsis. C reaktif protein (CRP) dan prokalsitonin yang paling sering digunakan. Peningkatan kedua marker tersebut menunjukan infeksi bakteri berat. Peningkatan level interleukin-6 (IL-6) dapat digunakan sebagai marker inflamasi sistemik dan sepsis pada anak. Kadar laktat yang meningkat (>4 mmol/L) digunakan dalam menegakan diagnosis syok sepsis dan berhubungan dengan kegagalan organ dalam 24 jam berikutnya.[8]
Resusitasi Awal Anak dengan Sepsis dan Syok Sepsis
Saat ini, sesuai dengan rekomendasi surviving sepsis campaign (SSC) terapi syok sepsis untuk resusitasi (antibiotik, cairan, dan inotropik) yang sebelumnya dilakukan dalam 3-6 jam diperbaharui hingga dalam 1 jam pertama, resusitasi cairan idealnya dilakukan dalam 15 menit awal pada anak dengan syok sepsis.[5]
Sementara, pada anak dengan sepsis-associated organ dysfunction tetapi belum ditemukan tanda syok sepsis, antimikroba sebaiknya diberikan secepatnya setelah melakukan evaluasi yang tepat dalam jangka waktu 3 jam setelah sepsis dikenali.[1,5]
Rasionalisasi Pemberian Antibiotik
Pemilihan antibiotik spektrum luas direkomendasikan pada penanganan sepsis anak sampai didapatkan hasil kultur (disesuaikan dengan hasil kultur atau dapat dihentikan jika tidak didapatkan bukti adanya infeksi) dan segera kontrol kemungkinan sumber infeksi.[1]
Rasionalisasi Resusitasi Cairan
Terapi cairan di rumah sakit yang memiliki ruang intensif dapat diberikan hingga 40-60 ml/kg bolus dalam waktu 1 jam sebagai resusitasi cairan syok sepsis, dan selalu monitor hemodinamik anak (target mean arterial pressure/MAP adalah persentil 5- persentil 10 sesuai usia). Pada kasus syok sepsis, epinefrin dan norepinefrin lebih direkomendasikan dibandingkan dopamin (level III). Penggunaan kortikosteroid intravena direkomendasikan pada kasus syok sepsis yang tidak respon dengan terapi vasopresor dan cairan (level III). Kadar glukosa dipertahankan di bawah 140 mg/dL dengan atau tanpa terapi insulin (level I).[1,9]
Sedangkan, pada rumah sakit yang tidak memiliki perawatan ruang intensif sebaiknya resusitasi tidak diberikan jika tidak ditemukan hipotensi. Namun, pada kondisi hipotensi, resusitasi cairan tetap diberikan sesuai dengan acuan 40 mL/kg bolus dalam 1 jam dan dititrasi sesuai dengan penanda klinis. Hentikan pemberian cairan jika tanda overload (misalnya edema paru) ditemukan.[1]
Rasionalisasi Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi secara parenteral direkomendasikan pada kasus syok sepsis di 7 hari pertama dengan kalori yang adekuat (level III), pemberian suplemen seperti vitamin C, zinc dan vitamin D direkomendasikan pada kasus sepsis (level III). Terapi packed red cell dan plasma dapat diberikan sesuai kebutuhan (level III). Pemberian imunoglobulin intravena bukan merupakan terapi rutin pada sepsis dan syok sepsis (level III). Pemberian profilaksis stress ulcer dapat diberikan pada kasus sepsis anak (level III).[1]
Rasionalisasi Pemberian Vasopressor
Penggunaan vasopresor untuk syok dingin dan inotropik untuk syok hangat seringkali tidak berjalan seideal di lapangan. Studi yang dilakukan di rumah sakit di Philadelphia yang melibatkan 469 anak yang dirawat di ruang intensif anak dimana 307 (65%) anak dikategorikan syok hangat, dan 162 (35%) anak dikategorikan syok dingin ternyata kesepakatan klinis antar klinisi terbukti rendah. Walaupun demikian, perbedaan penentuan jenis syok tersebut terbukti tidak berhubungan dengan komplikasi yang terjadi.[10]
Salah satu penyebab sepsis yang sering terjadi adalah pada kasus trauma kepala anak dimana ada beberapa rekomendasi khusus diantaranya pengawasan tekanan intrakranial (level III), pemeriksaan CT scan kepala tidak rutin dilakukan (level III), terapi hiperosmolar pada kasus tekanan intrakranial yang meningkat (level II), pemberian analgesik dan sedatif di ruang rawat intensif (level III), drainase cairan serebrospinal untuk mengatasi peningkatan tekanan intrakranial (level III), pemberian antikejang profilaksis (level III), pengaturan ventilasi yang adekuat (level III), kontrol suhu badan (level II), nutrisi yang optimal (level II), penggunaan kortikosteroid tidak direkomendasikan untuk menurunkan tekanan intrakranial (level III).[4]
Kesimpulan
Mengenali sepsis dan syok sepsis pada anak sangatlah penting agar bisa dilakukan penanganan yang sesuai dan tepat waktu dimana rekomendasi resusitasi harus dilakukan dalam waktu 1 jam pertama.
Pemberian antibiotik spektrum luas harus segera diberikan begitu diagnosis sepsis ditegakkan sambil menunggu hasil pemeriksaan kultur. Mengingat masalah pada sepsis melibatkan sistem organ makan penanganannya pun harus dilakukan secara simultan untuk menyelamatkan semua sistem organ baik dengan pemberian cairan, obat-obatan vasopresor, terapi nutrisi, dll. Diagnosis dan terapi yang tepat dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pada anak.