Diagnosis Hidradenitis Suppurativa
Diagnosis hidradenitis suppurativa ditegakkan secara klinis, berdasarkan morfologi lesi, lokasi, dan progresi penyakit. Pemeriksaan penunjang jarang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.
Anamnesis
Pasien hidradenitis suppurativa umumnya akan mengeluhkan terdapat nodul pada area intertriginosa, seperti aksila, lipatan inframammary, regio anogenital, dan lipatan paha. Penyakit ini bersifat kronik, sehingga pasien akan mengalami flare rekuren. Gejala lain yang bisa timbul adalah rasa terbakar atau menyengat, nyeri, gatal, hangat, dan kering.
Rasa terbakar pada nodul akan terjadi selama 7-15 hari dan diikuti dengan ruptur nodul yang menyebabkan rasa nyeri lebih berat. Setelah terbentuknya abses, pasien akan mengeluhkan terdapat cairan purulen dengan bau busuk. [4,5]
Pemeriksaan Fisik
Penampakan lesi hidradenitis suppurativa bergantung pada progresi penyakit. Lesi dapat ditemukan pada aksila, anogenital, lipatan paha, dan lipatan inframammary.
Hidradenitis suppurativa memiliki karakteristik lesi primer berupa nodul dengan ukuran 0,5-2 cm. Nodul dapat muncul pada lebih dari satu kelenjar, sehingga akan tampak berbenjol-benjol. Kumpulan nodul yang saling bertumpuk dan tidak teratur ini kemudian akan melunak tidak merata, yang disebut sebagai abses multipel. Abses yang pecah akan mengeluarkan cairan purulen berbau busuk, serta menimbulkan sinus dan fistula. [4,5]
Stadium Hurley
Derajat penyakit hidradenitis suppurativa dapat ditentukan melalui sistem stadium Hurley. Berikut ini merupakan hidradenitis suppurativa berdasarkan pembagian stadium Hurley :
- Hurley stadium I : formasi abses tanpa adanya jaringan parut atau saluran sinus
- Hurley stadium II: Abses rekuren dengan saluran sinus dan jaringan parut
- Hurley stadium III : Keterlibatan luas, saluran sinus multipel yang menyatu, abses-abses hampir terdapat pada seluruh area meninggalkan sedikit atau tidak ada bagian kulit normal [3,4]
Diagnosis Banding
Hidradenitis suppurativa perlu dibedakan dengan beberapa penyakit kulit, seperti manifestasi kulit pada penyakit Crohn, acne, dan skrofuloderma.
Manifestasi Kulit Pada Penyakit Crohn
Crohn’s disease dapat memiliki manifestasi mukokutaneus, terutama pada bagian perianal dan genitalia. Efluoresensi pada penyakit ini hampir sama dengan hidradenitis suppurativa, seperti fistula, abses, dan jaringan parut. Akan tetapi, berbeda dengan hidradenitis suppurativa, umumnya pada manifestasi kulit penyakit Crohn dapat ditemukan ulkus “knife-cut” dan fistula yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. [5,11]
Acne
Acne atau jerawat memiliki gambaran yang hampir sama dengan hidradenitis suppurativa, yaitu kista dengan pus, nodul inflammasi, dan jaringan parut. Klinisi dapat membedakannya dengan hidradenitis suppurativa berdasarkan predileksinya. Acne umumnya terdapat pada bagian muka, punggung, dan dada bagian atas. [5]
Skrofuloderma
Skrofuloderma merupakan manifestasi tuberkulosis pada kulit dengan penampakan abses dan fistula yang dapat disertai drainase purulen, mirip dengan gambaran klinis yang ditemukan pada hidradenitis suppurativa. Namun, karakteristik pembeda skrofuloderma dari hidradenitis suppurativa adalah adanya jembatan kulit dan tepi yang livid. Selain itu, patogen Mycobacterium juga akan ditemukan pada pasien skrofuloderma. [5,12]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis hidradenitis suppurativa umumnya tidak membutuhkan pemeriksaan penunjang. Peran pemeriksaan penunjang pada hidradenitis suppurativa adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding dan mencari komorbiditas.
Biopsi Kulit
Sampai sekarang tidak ditemukan perubahan histopatologis yang merupakan karakteristik dari hidradenitis suppurativa. Biopsi kulit dilakukan guna menyingkirikan diagnosis banding yang berat dan lebih jarang, seperti karsinoma sel skuamosa. Hasil biopsi kulit yang ditemukan pada hidradenitis suppurativa adalah hiperkeratosis infundibular, hiperplasia epitelium folikular, dan perifolikulitis. Selain itu, hiperplasia psoriasiform dan infiltrasi leukosit derajat rendah juga dapat ditemukan. Apabila sudah terjadi pembentukan sinus, maka ruptur folikular dapat ditemukan. [13,14]
Ultrasonografi
Ultrasonografi dilakukan pada pasien hidradenitis suppurativa apabila klinisi masih tidak yakin akan diagnosis. High frequency ultrasound imaging merupakan pemeriksaan yang efektif dalam mengidentifikasi dan menentukan tingkat keparahan hidradenitis suppurativa. Selain itu, lesi subklinis hidradenitis suppurativa juga dapat dideteksi dengan pemeriksaan ini. [14,15]
Lesi hidradenitis suppurativa pada pencitraan ultrasound umunya dapat ditemukan dengan karakteristik kantung cairan hipoekoik dengan tepi regular yang menggambarkan terdapatnya abses. Apabila ditemukan kantung cairan hipoekoik namun dengan tepi irregular, maka menandakan bahwa abses telah ruptur. Formasi sinus juga dapat ditemukan dengan karakteristik terowongan hipoekoik dengan tepi hiperekoik. [14,15]
Tes Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk evaluasi penyakit dan komorbiditas pada pasien hidradenitis suppurativa. Berikut ini merupakan beberapa tes laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien hidradenitis suppurativa :
- Pemeriksaan darah lengkap : Pada pemeriksaan darah lengkap pasien hidradenitis suppurativa dapat ditemukan peningkatan sel darah putih yang menunjukkan terdapat infeksi
- Laju endap darah : Peningkatan laju endap darah dapat ditemukan pada lesi akut hidradenitis suppurativa
- Hemoglobin A1c : Peningkatan hemoglobin A1c (HbA1c) ≥ 6,5% dapat ditemukan pada hidradenitis suppurativa dengan komorbiditas diabetes mellitus [5,13]
Kultur Bakteri
Kultur bakteri umumnya tidak diperlukan pada kasus hidradenitis suppurativa dan hanya dilakukan saat terdapat kecurigaan terjadinya infeksi sekunder. Beberapa organisme, seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus sp, dan Bacteroides sp, dapat ditemukan. Selain itu Corynebacterium sp, Porphyromonas sp, dan Peptoniphilus sp juga dapat ditemukan pada lesi hidradenitis suppurativa. [1,3,13]