Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik
Patofisiologi yang mendasari ketoasidosis diabetik (KAD) atau diabetic ketoacidosis adalah penurunan aktivitas insulin yang bersirkulasi disertai adanya peningkatan kontra-regulator hormon stres seperti glukagon, epinefrin, norepinefrin, kortisol, dan growth hormone.[4]
Defisiensi Insulin
Berdasarkan konsentrasi yang bersirkulasi, insulin memiliki beberapa efek. Pada konsentrasi sangat rendah, insulin menghambat lipolisis dan menghentikan produksi keton. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, insulin menstimulasi penyerapan glukosa ke dalam sel, menghambat glikogenolisis, dan menstimulasi sintesis glikogen.
Dengan demikian, jika tidak terdapat insulins seperti pada diabetes mellitus tipe 1, atau jika hormon kontra-regulator (kortisol, katekolamin, atau glukagon) tinggi, seperti adanya penyakit akut, maka penyerapan glukosa ke dalam sel akan menurun, dan memerlukan substrat energi alternatif. Defisiensi insulin meningkatkan aktivitas hormon lipase sensitif. Hal ini menyebabkan pemecahan trigliserida dan pelepasan asam lemak bebas.
Asam lemak bebas ini membentuk acetyl coenzyme A (CoA) akibat oksidasi beta, dan memasuki siklus tricarboxylic acid (TCA). Namun, saat konsentrasi asam lemak bebas tinggi, pada kondisi defisiensi insulin, maka siklus TCA kewalahan dan acetyl CoA dikonversi menjadi keton pada hepar. Pada kondisi ini, akumulasi dari keton menyebabkan asidosis metabolik dengan anion gap tinggi yang perlihat pada KAD.[1]
Metabolisme Karbohidrat
Saat terjadi penurunan insulin yang efektif, hiperglikemia terjadi akibat peningkatan glukoneogenesis, glikogenolisis, dan gangguan penggunaan glukosa perifer akibat resistensi insulin. Enzim glukoneogenik fructosa 1,6 biphosphatase, phosphoenolpyruvate carboxykinase (PEPCK), glucosa 6 phosphatase dan pyruvate carboxylase, terstimulasi dengan peningkatan rasio glukoan:insulin dan hiperkortisolisme yang menyebabkan percepatan produksi glukosa hepar.[4]
Selain itu juga terdapat peningkatan prekursor glukoneogenik seperti asam amino alanin dan glutamin, akibat katabolisme protein; laktat dari peningkatan glikogenolisis otot dan gliserol dari peningkatan lipolisis. Glukoneogenesis hepar adalah mekanisme utama hiperglikemia pada ketoasidosis.[4]
Metabolisme Lipid
Penurunan aktivitas insulin efektif dan peningkatan konsentrasi dari hormon kontra-regulator, terutama epinefrin, yang mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan adiposa, mengakibatkan peningkatan produksi non-esterified fatty acids (NEFA) dan gliserol dari pemecahan trigliserida pada KAD. NEFA teroksidasi menjadi keton pada hepar, sebuah proses yang distimulasi oleh glukagon. Selain itu, glukagon juga mensintesis diacylglycerol yang berkontribusi pada hiperlipidemia dan peningkatan very-low-density proteins (VLDL).
Hiperglukagonemia mengakibatkan ketogenesis melalui peningkatan konsentrasi karnitin hepatik dan penurunan malonyl CoA hepatik, yang menstimulasi carnitine acyltransferase (CAT1), enzim rate-limiting pada ketogenesis. Pembersihan keton juga terganggu pada KAD akibat konsentrasi insulin yang rendah, peningkatan glukokortikoid, dan penurunan penggunaan glukosa perifer.[4]
Gangguan Cairan dan Elektrolit
Diuresis osmotik akibat hiperglikemia menyebabkan hilangnya mineral dan elektrolit seperti natrium, kalium, magnesium, kalsium, klorida, dan fosfat. Sebagian elektrolit ini (natrium, kalium, klorida) dapat digantikan secara cepat saat terapi, sedangkan yang lainnya memerlukan waktu beberapa hari atau minggu untuk mengembalikan homeostasis.[4]
Abnormalitas kalium pada KAD sering dijumpai akibat peningkatan tonisitas plasma, yang menyebabkan pergeseran cairan dan kalium intraseluler ke ruang ekstraseluler. Selain itu, katabolisme protein dengan pergeseran kalium resultan ke ruang ekstraseluler, penurunan re-entry kalium ke sel secara sekunder karena insulinopenia dan hilangnya kalium renal yang signifikan akibat diuresis osmotik dan ketonuria. Hal ini menyebabkan gangguan homeostasis kalium. Hilangnya volume progresif menyebabkan penurunan glomerular filtration rate (GFR) dan retensi glukosa dan keto-anion yang lebih banyak pada plasma sehingga peningkatan tonisitas plasma.[4]
Diuresis Osmotik
Ekskresi keto-anion menyebabkan ekskresi kation urin obligat dalam bentuk natrium, kalium, dan garam amonium, yang berkontribusi pada diuresis terlarut. Defisiensi insulin juga berkontribusi pada kehilangan cairan dan elektrolit pada ginjal karena efek insulin pada tubulus renalis dalam menyerap garam dan cairan menurun.[4]
Ketoasidosis diabetik terjadi sebagai konsekuensi defisiensi insulin baik absolut maupun relatif diiringi dengan kenaikan hormon-hormon antagonis insulin, seperti glukagon, kortisol, growth hormone, epinefrin, dan sitokin. Hal ini menyebabkan terjadinya proses glukoneogenesis yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya diuresis osmotik sehingga menyebabkan terjadinya poliuria, dehidrasi, dan polidipsia.
Edema Serebral
Ketoasidosis diabetik yang terus berlanjut akan menyebabkan terjadinya edema serebral atau edema otak. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti dehidrasi, asidosis, dan rendahnya kadar karbondioksida pada darah (PaCO2). Faktor-faktor tersebut bersama dengan proses inflamasi yang terjadi akibat ketoasidosis diabetik akan menurunkan aliran darah ke otak sehingga terjadi risiko edema serebral saat terapi rehidrasi dilakukan. Edema serebral ini akan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga berpotensi menyebabkan kematian.[4]
Penulisan pertama oleh: dr. Riawati