Diagnosis Trombositopenia
Diagnosis trombositopenia ditegakkan melalui pemeriksaan kadar trombosit dalam darah, yaitu kurang dari 150.000 sel/µL (nilai normal dewasa adalah 150.000‒400.000 sel/µL) . Namun, terdapat 2,5% populasi umum yang memiliki jumlah trombosit <150.000 sel/µL sebagai jumlah fisiologis dan tidak bergejala.[2,6]
Tujuan dari diagnosis trombositopenia adalah mencari penyebab yang mendasari penurunan kadar trombosit, serta menentukan risiko perdarahan, trombosis, dan komplikasi potensial lainnya. Trombositopenia dapat bersifat simptomatik maupun asimptomatik. Di Indonesia, kondisi trombositopenia harus dicurigai akibat malaria dan demam berdarah (penyakit endemik).[2,6]
Anamnesis
Anamnesis yang rinci dapat memberikan informasi penting mengenai etiologi dan faktor risiko trombositopenia, serta membantu untuk menegakkan diagnosis. Pasien trombositopenia bisa simptomatik maupun asimptomatik. Kasus asimptomatik dan fisiologis, yang tidak memerlukan pengobatan, dapat ditemukan pada neonatus dan 5‒10% ibu hamil.
Beberapa pasien mengeluhkan adanya perdarahan, seperti mimisan (epistaksis), bintik merah seperti tusukan peniti pada kulit (petechiae), mudah memar, serta perdarahan pada mukosa mulut dan gusi. Selain itu, perdarahan bisa bermanifestasi sebagai muntah darah (hematemesis), terdapat darah pada tinja (hematochezia), tinja berwarna kegelapan (melena), maupun darah pada urin (hematuria).
Pasien juga dapat datang dengan keluhan demam atau munculnya memar pada permukaan tubuh dengan intensitas yang meningkat. Manifestasi klinis pada pasien trombositopenia sangat bervariasi tergantung pada penyakit yang mendasari, oleh karena itu perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu pasien yang berpotensi menyebabkan trombositopenia serta riwayat status kesehatan pasien. Selain itu perlu juga untuk melakukan evaluasi pada pola makan dan gaya hidup pasien.[2,6]
Mencari Penyebab Trombositopenia
Tantangan klinis pada trombositopenia adalah membedakan penyebab penurunan kadar trombosit untuk menentukan risiko perdarahan, trombosis, dan komplikasi potensial lainnya secara akurat. Riwayat jumlah trombosit pasien sebelumnya penting diketahui untuk melihat tren jumlah trombosit yang turun akut atau stabil rendah kronis. Penurunan jumlah trombosit yang baru dijumpai lebih mengkhawatirkan dibandingkan jumlah trombosit rendah yang stabil dalam waktu lama.
Penurunan jumlah trombosit sebesar 50% dari riwayat sebelumnya, walaupun masih dalam rentang nilai normal, dapat bermakna secara klinis dan memerlukan evaluasi lanjutan. Hal ini biasanya menunjukkan kemungkinan perjalanan penyakit yang memburuk.[2,6]
Indonesia merupakan negara endemis demam dengue dan malaria, sehingga bila mendapatkan pasien dengan keadaan trombositopenia yang disertai dengan gejala demam, perlu dipertimbangkan untuk melakukan analisa dan pemeriksaan lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis kemungkinan infeksi dengue maupun malaria.[3,4]
Gejala yang Berkaitan dengan Keadaan Trombositopenia
Pada anamnesis untuk menegakkan diagnosis trombositopenia, berikut beberapa hal yang perlu untuk ditanyakan, antara lain:
- Keluhan flu like symptoms, demam, sakit kepala, malaise, nausea, vomitus, adanya nyeri abdomen serta gejala infeksi lainnya
- Keluhan perdarahan seperti epistaksis, hematemesis, melena, hematochezia, maupun keluhan petechiae pada integumen serta peningkatan intensitas memar pada permukaan tubuh (easy bruising)
- Penurunan berat badan
Riwayat Penyakit
Pada saat anamnesis, dokter juga perlu menanyakan riwayat penyakit pasien yang terkait dengan kondisi trombositopenia, seperti:
- Riwayat penyakit infeksi virus, bakteri, jamur, dan parasite, infeksi rickettsia, risiko adanya tick bite atau gigitan kutu)
- Riwayat penyakit keganasan (sindrom myelodysplastic, leukemia, limfoma, dan anemia aplastik)
- Riwayat penyakit herediter seperti Wiskott Aldrich Syndrome dan Bernard Soulier
- Riwayat penyakit autoimun seperti immune thrombocytopenic purpura (ITP)
- Riwayat penggunaan obat-obatan yang dikonsumsi secara rutin terutama yang dapat menginduksi trombositopenia
Riwayat Prosedur Tindakan yang Pernah Dijalani
Beberapa prosedur tindakan yang pernah dijalani oleh pasien juga dapat menyebabkan terjadinya kondisi trombositopenia. Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa riwayat prosedur tindakan yang dapat menginduksi kondisi trombositopenia, seperti:
- Riwayat transplantasi organ dan transfusi darah
- Riwayat trauma dengan risiko perdarahan yang tinggi dan kondisi pemulihan pasca operasi
- Riwayat kemoterapi atau radioterapi pada pasien kanker, karena penggunaan obat-obatan sitostatika dapat menginduksi trombositopenia
Trombositopenia yang Disebabkan oleh Obat-obatan
Aspek lain yang perlu diperhatikan pada trombositopenia, terutama pada pasien dengan gangguan kardiovaskular dan tromboemboli, adalah penggunaan obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi trombosit dan atau proses koagulasi. Obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi trombosit antara lain antibiotik beta laktam, nitrat, beta-blockers, diuretik thiazide, antidepresan trisiklik, selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), dan non-steroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) seperti ibuprofen.[18,31]
Heparin-Induced Thrombocytopenia:
Heparin-induced thrombocytopenia (HIT) adalah kasus yang berat dari trombositopenia yang diinduksi oleh obat yang dapat mengancam jiwa. HIT dapat terjadi 5-10 hari setelah pasien mendapat terapi kontinu heparin. Pada HIT jumlah trombosit turun menjadi lebih dari 50% dari jumlah awal trombosit, terdapat lesi kulit nekrotik pada tempat suntikan, dan dapat ditemukan adanya gejala trombosis. Dalam kasus HIT, penggunaan heparin harus segera dihentikan.[5]
COVID-19 Vaccine-Induced Immune Thrombotic Thrombocytopenia (VITT):
Kondisi khusus lainnya dari trombositopenia yang diinduksi oleh obat yang diamati sebagai kejadian langka, adalah kondisi trombositopenia setelah pemberian beberapa vaksin adenoviral vektor COVID-19, khususnya vaksin AstraZeneca dan vaksin Johnson&Johnson. Gejala yang timbul mirip dengan gejala pada HIT.[11,32-34]
Kehamilan
Sekitar 5-10% wanita hamil mengalami trombositopenia ringan selama kehamilan. Trombositopenia gestasional atau trombositopenia fisiologis tidak menunjukkan gejala (asimptomatik) dan sembuh secara spontan setelah persalinan tanpa menimbulkan risiko yang terkait perdarahan atau komplikasi pada janin.
Namun, dapat terjadi kasus trombositopenia berat pada kehamilan, yaitu jika jumlah trombosit kurang dari 70.000 sampai 80.000/mikroL yang disertai dengan hipertensi, nyeri kepala, gejala gangguan visual dan insufisiensi ginjal. Pada kasus tersebut diperlukan dengan segera evaluasi sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzymes and Low Platelets) atau preeklampsia maupun thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP).[13,19]
Penilaian Pola Makan
Penilaian pola dan kebiasaan makan sebagai gambaran tingkat kecukupan zat gizi untuk mempertimbangkan diagnosis trombositopenia sehubungan dengan defisiensi vitamin B9 dan B12.[1,6]
Konsumsi minuman yang mengandung quinine, seperti air tonik dan lemon pahit Schweppes dapat menyebabkan trombositopenia. Quinine dapat mengikat membran trombosit dan kemudian merangsang produksi antibodi IgG yang nantinya akan berikatan dengan megakariosit sehingga terjadi kerusakan pada sel-sel prekursor trombosit dan produksi trombosit menurun.[5,35]
Diagnosis Trombositopenia dari Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap
Diagnosis trombositopenia dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah lengkap. Jumlah trombosit yang rendah juga dapat disertai dengan penurunan jumlah sel darah lainnya, yang dikenal dengan pansitopenia.
Trombositopenia yang Terisolasi:
Yaitu suatu keadaan dimana jumlah trombosit <100.000 sel//µLdengan jumlah sel darah putih dan hemoglobin normal. Biasanya berhubungan dengan kelainan yang diperantarai oleh sistem imun seperti misalnya immune thrombocytopenic purpura (ITP), drug-induced thrombocytopenia (DIT) atau herediter (Bernard-Soulier dan Thrombocytopenia Absent Radius (TAR) Syndrome).[18]
Pansitopenia:
Yaitu suatu keadaan yang ditandai oleh adanya anemia, leukopenia, dan trombositopenia, dengan segala manifestasinya. Contoh pansitopenia ditemui pada anemia aplastik, leukemia, infeksi, dan anemia Fanconi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik trombositopenia harus difokuskan pada tanda-tanda perdarahan, khususnya pada kulit dan membran mukosa oral, yang merupakan tanda penting untuk segera dilakukan evaluasi dan terapi yang lebih mendesak. Pemeriksaan kondisi umum, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan sesuai sistem organ pada penyakit yang mendasari juga harus tetap dilakukan.[5]
Beberapa tanda yang mungkin dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien trombositopenia, antara lain:
Pemeriksaan Regio Facialis dan Kelenjar Getah Bening
Ditemukan sklera ikterik, konjungtiva anemis dan perdarahan konjungtiva. Pada palpasi kelenjar getah bening didapatkan limfadenopati.
Pemeriksaan Regio Toraks dan Abdomen
Ditemukan tanda efusi pleura, hepatosplenomegali dan nyeri tekan abdomen.
Pemeriksaan Regio Ekstremitas dan Muskuloskeletal
Ditemukan tanda iskemik pada tungkai seperti rasa nyeri, paresthesia, paralisis, pucat, denyut nadi tidak teraba (pulseless), serta ekstremitas teraba dingin. Tanda iskemik pada tungkai berhubungan dengan trombositopenia akibat penggunaan heparin.
Dapat ditemukan juga malformasi pada digiti I manus pada pasien anemia fanconi. Malformasi shortening digiti manus pada sindrom trombositopenia - absen radius juga dapat dijumpai pada pemeriksaan regio ekstremitas.
Di pemeriksaan sistem muskuloskeletal ditemukan sendi tampak bengkak dan nyeri bila dipalpasi, range of motion (ROM) terbatas.
Pemeriksaan Integumen dan Lain
Ditemukan tanda petechiae, purpura dan ekimosis. Dapat juga ditemui memar pada kulit. Setiap regio yang terdapat memar harus diberi tanda untuk mencatat pola perdarahan (bleeding pattern). Juga ditemukan tanda perdarahan lain, seperti perdarahan di hidung (epistaksis), gusi dan urogenital.[1,6,36]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding trombositopenia sangat luas meliputi penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan penurunan kadar trombosit. Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan adalah immune thrombocytopenic purpura (ITP), thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP), dan disseminated intravascular coagulation (DIC).[6,37]
Immune Thrombocytopenic Purpura
Immune thrombocytopenic purpura (ITP) merupakan penyakit autoimun dengan jumlah trombosit rendah yang menyebabkan peningkatan risiko perdarahan. Keluhan yang sering timbul pada ITP adalah perdarahan pada mukokutaneus seperti rongga mulut dan kulit. Perdarahan kulit dapat berupa purpura tanpa penyebab yang jelas, sementara perdarahan pada mukosa dapat berupa epistaksis, gusi berdarah, dan perdarahan saluran gastrointestinal.
Pada sebagian besar pasien ITP tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan fisik. Kondisi ITP dapat didiagnosa melalui hasil pemeriksaan laboratorium yang khas pada ITP yaitu penurunan jumlah trombosit terisolasi kurang dari 100.000 sel/µL.
Trombositopenia terisolasi didefinisikan sebagai trombositopenia tanpa gangguan morfologi serta jumlah eritrosit, hemoglobin, dan leukosit yang normal. Pemeriksaan sumsum tulang belakang pada kondisi ITP, menunjukkan jumlah megakariosit yang meningkat atau normal, serta peningkatan jumlah megakariosit imatur.[5,7,10] Terapi yang dapat diberikan adalah kortikosteroid, Intravenous Immunoglobulin (IVIg) dan agen thrombomimetic.
Thrombotic Thrombocytopenic Purpura
Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP) merupakan suatu kelainan darah yang menyebabkan darah lebih cepat menggumpal, sehingga dapat menyebabkan sirkulasi darah ke organ menjadi terhambat (gangguan mikrosirkulasi) dan menimbulkan gejala defisit neurologis. Etiologi dari TTP adalah defisiensi enzim ADAMTS13 yang berperan sebagai salah satu protein yang terlibat dalam proses pembekuan darah.
Pada pemeriksaan penunjang pada kondisi TTP, ditemukan schistocytes dan peningkatan laktat dehidrogenase (LDH) serta penurunan kadar enzim ADAMTS13. Untuk terapi TTP dapat dilakukan plasmapheresis.[17,38]
Disseminated Intravascular Coagulation
Disseminated intravascular coagulation (DIC) merupakan suatu kondisi hiperaktivasi koagulasi darah secara sistemik yang dapat menyebabkan trombosis pada kapiler dan vaskuler. Keadaan trombosis tersebut yang menimbulkan perdarahan hebat serta disfungsi organ pada kondisi DIC.
Penyebab DIC adalah kondisi sepsis, malignansi, maupun kondisi trauma. Pada DIC, trombositopenia diikuti dengan peningkatan D-dimer, penurunan fibrinogen, serta pemanjangan PT dan aPTT. Untuk terapi DIC adalah dengan tatalaksana underlying cause, pemberian cryoprecipitate maupun fresh frozen plasma.[37,39,40]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis trombositopenia ditegakkan melalui pemeriksaan hematologi lengkap, pembacaan apusan darah tepi, menilai waktu perdarahan, agregasi trombosit, evaluasi riwayat trombosit sebelumnya, dan pemeriksaan hitung jenis untuk menilai trombositopenia terisolasi atau penurunan sel darah secara menyeluruh. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis penyakit yang mendasari.[1,6]
Pemeriksaan Jumlah Trombosit
Langkah awal dalam menegakkan diagnosis trombositopenia adalah melalui hitung trombosit pada pemeriksaan darah lengkap. Nilai normal trombosit pada orang dewasa berkisar antara 150.000‒400.000 sel/µL. Klasifikasi trombositopenia berdasarkan hasil pemeriksaan trombosit dalam darah terbagi menjadi tiga kategori yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Trombositopenia
Kategori Trombositopenia | Jumlah Trombosit |
Ringan | 100.000‒150.000 sel/µL |
Sedang | 50.000‒100.000 sel/µL |
Berat | <50.000 sel/µL |
Sumber: dr. Eva, 2021.[10]
Pemeriksaan Sumsum Tulang
Pemeriksaan sumsum tulang dapat dilakukan untuk mengevaluasi trombositopenia. Pemeriksaan ini dapat membantu mengidentifikasi produksi trombosit yang buruk, destruksi atau utilisasi trombosit yang berlebihan. Pemeriksaan sumsum tulang sangat bermanfaat dalam mengidentifikasi masalah produksi trombosit.
Namun pemeriksaan ini kurang bermanfaat jika kondisi trombositopenia yang terjadi diasosiasikan dengan trombositopenia imun, DIC, atau TTP. Pada pasien dengan kelainan sel myeloid (sel darah merah, sel darah putih), pemeriksaan ini dapat mendiagnosis kelainan sumsum tulang primer seperti sindrom myelodysplastic, leukemia, atau limfoma.[2,6]
Pemeriksaan Laboratorium Lain
Pemeriksaan laboratorium lain yang dapat menegakkan diagnosis trombositopenia dan etiologinya meliputi pemeriksaan hitung sel darah lengkap, tes fungsi hati (LDH, bilirubin total dan direct, SGOT, SGPT), dan kreatinin serum. Jika trombositopenia diasosiasikan dengan suspek DIC maka perlu dilakukan pemeriksaan D-dimer. Pemeriksaan direct antiglobulin (coombs test), jumlah retikulosit, dan haptoglobin dapat dilakukan bila terdapat suspek hemolisis yang menimbulkan trombositopenia.[6,17]
Pemeriksaan tes darah samar feses (faecal occult blood test) perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya faktor risiko trombositopenia akibat perdarahan pada saluran gastrointestinal. Pemeriksaan urinalisa juga dapat mendeteksi adanya perdarahan pada traktus urinarius maupun infeksi saluran kemih yang menjadi salah satu faktor risiko trombositopenia.
Kondisi trombositopenia sering dijumpai pada infeksi dengue dan malaria, untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang berkaitan dengan infeksi tersebut seperti pemeriksaan hematologi lengkap atau complete blood count (CBC), tes serologi seperti IgG dan IgM-anti dengue, NS1, kultur virus, atau pemeriksaan mikroskopis apusan darah tepi.[6,9,10,14]
Pemeriksaan schistocytes (fragmen sel darah merah) yang terlihat pada apusan perifer dapat mengindikasikan TTP. Skrining serta pemeriksaan human immunodeficiency virus (HIV) mungkin diperlukan untuk menegakkan trombositopenia yang diasosiasikan dengan infeksi virus. Pemeriksaan kadar asam folat dapat dilakukan untuk mengeliminasi kondisi trombositopenia yang diasosiasikan dengan defisiensi asam folat.[2,6,9]
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi hepar dilakukan untuk mendeteksi sirosis hepar. Pemeriksaan foto rontgen toraks untuk mendeteksi keadaan inflamasi dan infeksi yang menyebabkan trombositopenia.[2,6]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini