Diagnosis Ruptur Tendon Achilles
Diagnosis ruptur tendon Achilles dapat ditegakkan secara klinis, serta ditunjang dengan pemeriksaan MRI dan USG.[2]
Anamnesis
Pada anamnesis, perlu ditanyakan bagaimana riwayat kejadian, apakah ada riwayat cedera pada tungkai bawah, riwayat pengobatan, riwayat merokok, durasi timbul gejala, aktivitas sehari-hari, frekuensi, dan intensitas olahraga.[18]
Ruptur tendon Achilles akan memberikan gejala nyeri seperti ditembak atau dipukul yang muncul mendadak di tumit.[1] Tanda lainnya adalah terdapat audible pop/snap saat bermanuver, pembengkakan betis, kekakuan otot, dan sulit berjinjit.[9,19]
Pemeriksaan Fisik
Kunci pemeriksaan fisik pada gangguan muskular adalah look, feel dan move. Pada tahap look, lihat gait pasien, kemudian lakukan inspeksi kulit dan lihat apakah terdapat pembengkakan, ecchymosis, dan benjolan pada otot.[18,20]
Pada tahap feel, palpasi tendon untuk merasakan kekenyalan dan bentuk otot, apakah terdapat nyeri tekan atau teraba gap, letak gap umumnya berada pada 2-6 cm di atas tulang calcaneus. Namun gap bisa tidak teraba jika terdapat pembengkakan.[18,20,21]
Pada tahap move: lakukan penilaian Range Of Motion (ROM) baik aktif dan pasif serta bandingkan kekuatan otot dengan kontralateral. Jika terjadi ruptur, kekuatan plantarfleksi menurun sedangkan pergerakan pasif dan aktif dorsofleksi tidak terpengaruh.[18,20]
Pedoman American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) menyarankan pemeriksaan Thompson test dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Matles test, Copeland test, dan O’Brien test.[2]
Thompson Test
Tes ini disebut juga Simmond test atau Calf-squeeze test. Cara pemeriksaan adalah pasien dibaringkan posisi telungkup dengan kedua kaki dan pergelangan kaki menggantung. Kemudian pegang betis seperti gerakan memeras. Pemeriksaan dinyatakan positif jika tidak terjadi plantar fleksi pada kaki. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 98% dan spesifisitas 93%[1]
Matles Test
Tes ini dilakukan dengan pasien dalam posisi telungkup, lutut fleksi sebesar 90 derajat. Ruptur tendon Achilles ditandai dengan posisi kaki menjadi netral atau dorsofleksi.[22]
Copeland Test
Cara pemeriksaan adalah pasien berbaring telungkup dengan kedua kaki dan pergelangan kaki menggantung di meja periksa. Kemudian letakkan sphygmomanometer di pertengahan betis, pompa sampai tekanan 100 mmHg lalu dorsifleksikan pergelangan kaki. Pada kondisi normal, tekanan akan naik sampai 140 mmHg, namun jika terdapat ruptur tendon Achilles maka kenaikan tidak ada atau hanya sedikit.[23]
O’Brien Needle Test
Tes ini lebih invasif dan jarang dilakukan. Tes ini memasukkan jarum kira-kira 10 cm pada insersi kalkaneus, kemudian dilakukan plantarfleksi pasif. Normalnya, jarum bergerak ke arah berlawanan sementara pada ruptur tendon Achilles, posisi jarum tetap sama.[8]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada ruptur tendon Achilles antara lain tendinopati, retrocalcaneal bursitis, dan paratenonitis.
Achilles Tendinopati
Sama seperti ruptur tendon Achilles, pada kondisi ini juga didapati nyeri dan kekakuan tendon. Perbedaannya, pada achilles tendinopati, terdapat krepitasi dan penebalan tendon.[5,21]
Retrocalcaneal Bursitis
Nyeri pada tumit belakang juga terdapat pada retrocalcaneal bursitis. Untuk membedakan dengan ruptur tendon Achilles, pada kondisi ini terdapat penonjolan tulang atau Haglund process.[8,18,21]
Paratenonitis
Berbeda dengan ruptur tendon Achilles, paratenonitis akan memberikan gejala nyeri ringan dan tumpul saat plantarfleksi. Nyeri umumnya muncul saat istirahat dan memburuk dengan aktivitas.[8,18]
Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi/USG dan Magnetic resonance imaging/MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk konfirmasi diagnosis, namun tidak dianjurkan dipakai sebagai pemeriksaan rutin.[2]
USG dapat memberikan penilaian dinamis dari tendon dan dapat mengevaluasi neovaskularisasi jaringan. USG juga dapat digunakan untuk membimbing prosedur perkutan. USG memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 90% untuk diagnosis ruptur tendon Achilles.
MRI bermanfaat dalam diagnosis gangguan tendon karena dapat mendeteksi kelainan pada seluruh unit alat gerak, termasuk tendon, kalkaneus, insersi Achilles, bursa retrocalcaneal, jaringan peritendinous, dan persimpangan muskulotendinous. Temuan MRI juga berkorelasi dengan temuan intraoperatif dan berguna untuk perencanaan bedah.[3]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja