Patofisiologi Recurrent Aphthous Stomatitis
Patofisiologi recurrent aphthous stomatitis atau RAS kurang lebih sama dengan erosi, yaitu terjadinya kerusakan epitel hingga mencapai stratum korneum atau basalis. Hal ini membuat RAS memiliki ciri khas nyeri dan rasa terbakar yang hebat.[3]
Tahap RAS dibedakan menjadi tiga, yaitu pra-ulserasi, ulserasi, dan penyembuhan. Tahap pra-ulserasi terjadi kurang lebih 1–24 jam, yang ditandai dengan degenerasi sel epitel suprabasalis. Kemudian, tahap ulserasi terjadi pada hari ke-2 hingga waktu sembuh, yang ditandai dengan perluasan inflamasi atau edema, degenerasi jaringan epitel, dan mulai terbentuknya ulser yang diselubungi oleh membran fibrin.[4,5]
Tahap terakhir adalah tahap penyembuhan, yang ditandai dengan regenerasi epitel yang menutupi ulser. Pada tahap penyembuhan, rasa nyeri dan rasa terbakar yang dialami pasien akan berkurang secara drastis.[4,5]
Selain itu, RAS memiliki banyak aspek dengan interaksi fisiologis yang signifikan antara sistem imun, genetika, dan faktor-faktor lain seperti defisiensi vitamin D dan anemia. Meskipun belum diketahui secara pasti, kerusakan DNA akibat stres oksidatif diduga berperan besar dalam patofisiologi RAS seperti halnya kondisi inflamasi kronis lain.[6,7]
Recurrent Aphthous Stomatitis dan Kerusakan Oksidatif
Dalam beberapa literatur, parameter yang sering digunakan untuk menilai kerusakan oksidatif pada pasien RAS adalah Total Oxidative Status (TOS), Total Antioxidant Status (TAS), dan Oxidative Stress Index. Hasil ini memberikan gambaran bahwa pasien RAS memiliki ketidakseimbangan rasio oksidan-antioksidan yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Penyebab ketidakseimbangan ini kemungkinan besar multifaktorial.[4,6]
Bukti lain juga menyebutkan tentang adanya peran faktor imunologi pada pasien RAS. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antigen tertentu bisa merangsang keratinosit kemudian menghasilkan sekresi sitokin dan kemotaksis leukosit.[6]
Ada peningkatan tumor necrosis factor (TNF-α) yang cukup signifikan pada saliva pasien RAS. Selain itu, polimorfisme nukleotida tunggal (snP) dalam gen untuk sitokin proinflamasi interleukin 1 dan interleukin 6 dianggap memiliki signifikansi yang cukup tinggi pada kasus RAS.[6]
RAS juga dianggap memiliki kaitan dengan faktor genetik, yaitu dengan haplotype HLA. Haplotype HLA yang berkaitan dengan RAS adalah haplotype a*038B*07DrB1*13.[6]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur