Penatalaksanaan Trigeminal Neuralgia
Penatalaksanaan pilihan untuk trigeminal neuralgia adalah terapi medikamentosa karena kebanyakan pasien bisa merespons terapi ini dengan baik. Pasien yang tidak merespons obat, mengalami relapse, atau menunjukkan intoleransi terhadap obat dapat dipertimbangkan untuk menjalani tindakan invasif.
Medikamentosa
Pengobatan lini pertama trigeminal neuralgia adalah carbamazepine dengan dosis 200–1.200 mg/hari atau oxcarbazepine dengan dosis 600–1.800 mg/hari. Kedua obat ini memiliki efek yang berkaitan dengan blokade kanal natrium, sehingga membantu stabilitas membran saraf.[14,21-25]
Efek samping yang umum terjadi pada pasien adalah mual, rasa gatal, pusing, diplopia, ataksia, hingga peningkatan transaminase dan hiponatremia. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, kadar natrium, dan fungsi hepar perlu dilakukan sebelum dan beberapa minggu setelah pemberian dosis awal.[14,21-25]
Pengobatan lini kedua adalah lamotrigine 400 mg/hari atau baclofen 40–80 mg/hari. Pengobatan lini kedua digunakan jika lini pertama tidak berhasil menghilangkan nyeri atau hanya efektif secara parsial.[14,21-25]
Tindakan Invasif
Prosedur invasif untuk tata laksana trigeminal neuralgia bisa dilakukan secara perkutan atau secara bedah terbuka. Pemilihan prosedur perlu mempertimbangkan preferensi pasien dan pengalaman dokter bedah, serta potensi manfaat dan risiko masing-masing tindakan sesuai kondisi klinis masing-masing pasien.[21]
Tindakan perkutan yang bisa dilakukan adalah injeksi gliserol, rhizotomy radiofrekuensi, kompresi balon, dan pembedahan pisau gamma. Teknik-teknik ini bersifat kurang invasif bila dibandingkan dengan bedah terbuka. Teknik-teknik ini juga memerlukan rawat inap yang lebih singkat atau tidak memerlukan rawat inap, serta memiliki risiko komplikasi yang lebih rendah. Namun, teknik-teknik ini lebih berisiko menimbulkan kekambuhan gejala dan gangguan sensorik.[21]
Bedah terbuka pada trigeminal neuralgia mencakup rhizotomy trigeminal parsial dan dekompresi mikrovaskular. Prosedur-prosedur ini melibatkan eksplorasi fossa posterior dan berisiko menimbulkan komplikasi, seperti stroke, meningitis, dan kematian. Akan tetapi, risiko ini dilaporkan <2%. Kelebihan bedah terbuka adalah risiko kekambuhan dan kehilangan sensorik yang lebih rendah.[21]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur