Epidemiologi Neuroblastoma
Berdasarkan data epidemiologi, angka kejadian neuroblastoma mencapai 65 kasus per 1 juta anak di Amerika Serikat. Secara global, prevalensi neuroblastoma adalah 8–10% dari seluruh tumor padat pada anak. Median usia diagnosis awal yang paling banyak adalah 17 bulan.[1,9]
Global
Neuroblastoma merupakan tumor padat ekstrakranial yang paling sering pada anak. Insidensinya bervariasi di tiap negara tetapi negara berkembang memiliki insidensi tertinggi, yaitu 1 dari 7.000 anak. Di Amerika, neuroblastoma menjadi penyebab 7,8% kasus keganasan pada anak, dengan insidensi mencapai 650 kasus setiap tahunnya. Neuroblastoma mendominasi kasus keganasan neonatus (28–39%).[1-4,6]
Sebanyak 90% kasus ditemukan sebelum usia 5 tahun, dengan median usia saat diagnosis adalah 2 tahun. Usia <12 bulan memiliki insiden yang lebih tinggi dibandingkan 5 tahun ke atas, dengan perbandingan 1,2–5:1. Insidensi neuroblastoma relatif serupa antara anak laki-laki maupun perempuan.[1-3,6,8]
Pada orang dewasa insiden anualnya adalah 0,05–0,01 kasus per 100.000 person-years. Sedangkan pada anak mencapai 0,5–0,9 kasus per 100.000 person-years.[9]
Indonesia
Belum ada data epidemiologi khusus secara umum di Indonesia untuk neuroblastoma. Akan tetapi, sebuah studi kohort retrospektif di Jakarta menunjukkan bahwa sekitar 1.070 keganasan pada anak yang terdaftar, persentase neuroblastoma adalah sekitar 5,8%. Dari persentase tersebut, 58% adalah laki-laki dan 42% perempuan. Usia terbanyak saat diagnosis adalah 1–5 tahun.[2]
Mortalitas
Sebanyak 15% kematian akibat kanker pada anak disebabkan oleh neuroblastoma. Penelitian di Jakarta mendapatkan angka kematian neuroblastoma sebesar 37% dari total 62 pasien. Sepsis merupakan penyebab kematian tersering (44%), diikuti oleh perdarahan (30%), infiltrasi sistem saraf pusat (22%), dan infiltrasi mediastinum (4%).[1,2]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli