Diagnosis Fraktur Ankle
Diagnosis fraktur ankle atau ankle fracture didasarkan pada adanya riwayat trauma pada pergelangan kaki, adanya gejala klinis berupa rasa nyeri pada pergelangan kaki, pembengkakan lokal atau menyeluruh, dan ketidakmampuan pergelangan kaki untuk menahan beban.[11,13]
Pemeriksaan fisik awal pada fraktur pergelangan kaki yang disebabkan oleh trauma meliputi primary survey untuk menilai airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk secondary survey, dengan fokus pemeriksaan pada regio pergelangan kaki yang mengalami trauma.[22,23]
Pemeriksaan penunjang dapat berupa pemeriksaan pencitraan untuk menilai jenis dan lokasi fraktur, serta untuk mendeteksi fraktur mikro yang tidak terdeteksi pada pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengevaluasi status kesehatan umum pasien terutama jika pasien akan menerima intervensi bedah.[24,25]
Anamnesis
Pasien dengan fraktur ankle lebih sering datang dengan kesadaran yang baik. Pasien dengan kesadaran baik dapat menjelaskan tentang onset dan keluhan yang dirasakan, serta kronologis trauma (jatuh, kecelakaan saat berkendara, tertabrak, tersandung, atau tertimpa benda berat).[24,25]
Nyeri pada Ankle
Keluhan nyeri yang disampaikan oleh pasien harus terdeskripsikan dengan baik, yaitu meliputi lokasi, durasi, intensitas dan kualitas nyeri, faktor yang memperberat dan mengurangi nyeri, serta pengaruh gerakan tertentu terhadap rasa nyeri. Selain itu, penting untuk mengevaluasi mekanisme trauma yang terjadi pada pasien untuk menentukan tingkat keparahan trauma.[13,24]
Evaluasi Fraktur Mikro
Pada anamnesis fraktur ankle, perlu dipertimbangkan untuk melakukan analisa riwayat mikrotrauma sebagai penyebab fraktur stress pada pergelangan kaki. Ini mencakup aktivitas fisik dengan gerakan repetitif maupun aktivitas olahraga yang melibatkan akselerasi dan deselerasi yang cepat serta high impact, misalnya olahraga lari, bela diri, gimnastik, bola basket, voli, dan sepak bola.[13,24]
Faktor Risiko
Riwayat penyakit dan kondisi medis pasien yang meningkatkan risiko terjadinya fraktur pergelangan kaki, seperti penggunaan kortikosteroid jangka panjang, riwayat kanker tulang primer, maupun riwayat kanker lainnya, riwayat obesitas, dan penyakit diabetes melitus, penting untuk ditanyakan.[5,7,13]
Pasien Fraktur Ankle dengan Penurunan Kesadaran
Pasien fraktur ankle yang mengalami penurunan kesadaran tidak dapat memberikan keterangan, oleh karena itu diperlukan aloanamnesis singkat dengan pengantar pasien, atau saksi di tempat kejadian (terutama pada kasus kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja). Anamnesis riwayat pasien berpedoman pada AMPLE, yaitu:
- A: allergies, riwayat alergi
- M: medications, daftar obat-obatan yang sedang digunakan
- P: past illnesses/pregnancy, riwayat penyakit dahulu dan kehamilan
- L: last meal, waktu makan terakhir
- E: events/environment, mekanisme kejadian yang berhubungan dengan trauma.[23]
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan fraktur pergelangan kaki terutama yang disebabkan oleh trauma harus menjalani pemeriksaan primary survey, secondary survey, dan pemeriksaan fisik regional yaitu regio ankle (pergelangan kaki).[22-24]
Primary Survey
Semua pasien fraktur pergelangan kaki yang disebabkan oleh trauma harus segera dilakukan pemeriksaan airway (jalan napas), breathing and ventilation (pernapasan dan ventilasi), circulation (sirkulasi), disability (evaluasi neurologis), serta exposure and environmental (paparan dan lingkungan).[22,24]
Pemeriksaan primary survey dapat mengidentifikasi adanya gangguan pernapasan maupun gangguan hemodinamik seperti syok hemoragik yang dapat terjadi pada fraktur ankle terbuka dengan trauma multipel. Segera lakukan penatalaksanaan awal primary survey dengan resusitasi fungsi vital pada pasien dengan penurunan kesadaran sampai kondisi pasien stabil.[22,24,25]
Secondary Survey
Pasien fraktur ankle dengan kondisi yang stabil pada saat datang maupun setelah dilakukan resusitasi fungsi vital, harus tetap dilakukan pemantauan tanda-tanda vital pasien, dan pemeriksaan fisik ‘head to toe’ pada secondary survey yang meliputi evaluasi kepala, toraks, abdomen, sistem muskuloskeletal, integumen, dan saraf, terutama pada pasien dengan trauma multipel.[23-25]
Pemeriksaan Regional
Pada pemeriksaan fisik regional yang terfokus pada regio ankle atau pergelangan kaki, dapat ditemukan tanda klinis seperti pembengkakan lokal atau menyeluruh, deformitas, dan nyeri tekan, serta range of motion yang terbatas.[24,25]
Look: Pergelangan kaki tampak membengkak, dan deformitas dapat terlihat dengan jelas, tidak jarang sering didapatkan fraktur pergelangan kaki yang terbuka dengan kerusakan jaringan lunak abrasi, atau laserasi.
Feel: Adanya nyeri tekan saat dilakukan palpasi pada pergelangan kaki (tenderness).
Move: Ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan sendi pergelangan kaki (range of motion yang terbatas).[24,26]
Pemeriksaan Neurovaskular
Penilaian neurovaskular pada pasien fraktur ankle harus dilakukan sebelum dan setelah dilakukan manipulasi pergelangan kaki pada pemeriksaan fisik. Penilaian neurovaskular meliputi warna dan suhu kaki, sedangkan penilaian neurologis harus meliputi fungsi motorik dan sensorik dari nervus peroneal superfisial, tibial, dan plantar lateral.[24,26]
Kaki yang tampak pucat dan dingin menunjukkan adanya gangguan vaskular yang kritis, untuk itu segera lakukan palpasi dan evaluasi denyut nadi tibialis posterior dan dorsalis pedis, serta bandingkan dengan sisi kontralateral. Apabila terdapat gangguan vaskular, maka akan ditemukan tanda klinis berupa kulit yang ‘tertarik atau berkerut’ secara abnormal (skin tenting). Pemeriksaan hand doppler juga dapat dilakukan untuk menilai aliran vaskular di kaki secara cepat dan non-invasif.[24-26]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan pada fraktur ankle adalah ruptur tendon Achilles dan sprain pada ligamen deltoid.[24,25]
Ruptur Tendon Achilles
Manifestasi klinis pada ruptur tendon Achilles mirip dengan fraktur ankle, yaitu nyeri yang disertai dengan ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan sendi pergelangan kaki. Namun, pada ruptur tendon Achilles, nyeri tajam terlokalisir di bagian belakang pergelangan kaki, sementara pada fraktur ankle nyeri terlokalisir pada sisi luar, dalam, ataupun bagian depan pergelangan kaki.[24,27]
Pada ruptur tendon Achilles, pemeriksaan uji Simmonds akan menunjukkan hasil positif, di mana tidak akan terjadi plantarfleksi dari kaki, saat fibula dimanipulasi dengan 'squeezing the calf'. Pemeriksaan rontgen tidak akan dapat mendeteksi ruptur tendon Achilles. Pemindaian ultrasonografi berguna untuk menilai tingkat ruptur dan panjang celah dari ruptur tendon Achilles.[25,27]
Sprain pada Ligamen Deltoid
Sprain pada ligamen deltoid menunjukkan manifestasi klinis yang hampir sama dengan fraktur ankle. Umumnya nyeri pada sprain ligamen deltoid dirasakan pasien di bagian dalam pergelangan kaki, terutama saat pergelangan kaki digerakkan.[24,28]
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan nyeri tekan dan pembengkakan di atas maleolus medial. Pemindaian dengan MRI dapat membantu diagnosis sprain pada ligamen deltoid, di mana hasil pemindaian MRI menunjukkan adanya edema, tanda inflamasi, dan peregangan hingga robekan pada ligamen deltoid.[28]
Pemeriksaan Penunjang
Modalitas pemeriksaan penunjang pada fraktur ankle meliputi pemeriksaan rontgen, CT Scan, dan MRI. Pemeriksaan MRI berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding dari fraktur pergelangan kaki, serta untuk mengevaluasi jaringan lunak.[24,25,29]
Pemeriksaan penunjang radiografi pergelangan kaki harus dilakukan jika terdapat nyeri atau nyeri tekan pada salah satu maleolus dan salah satu dari kriteria berikut ini pada Ottawa Ankle Rules:
- Terdapat nyeri tekan pada tulang di tepi posterior atau ujung (dalam jarak 6 cm) maleolus lateral atau medial
- Pasien tidak mampu menahan beban pada saat cedera dan saat tiba di unit gawat darurat. Penilaian kemampuan menahan beban ditentukan oleh kemampuan pasien untuk melangkah empat langkah.[24,30]
Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan rontgen ankle dengan visualisasi anteroposterior (AP), lateral, dan mortise view merupakan modalitas awal dalam evaluasi keadaan tulang dan jaringan pada pergelangan kaki. Visualisasi pergelangan kaki AP dapat menilai pembengkakan jaringan lunak yang dapat membantu klinisi untuk menemukan fraktur mikro pada pergelangan kaki, sedangkan visualisasi lateral akan menunjukkan keadaan maleolus posterior dan kubah talus yang relatif terhadap mortise distal.
Visualisasi mortise juga sangat penting untuk menilai mortise pergelangan kaki (plafond tibialis, maleus medial, maleolus lateral, dan kubah talus). Visualisasi mortise pada rontgen adalah gambaran pergelangan kaki anteroposterior dengan tungkai diputar ke dalam sebesar 15 hingga 20 derajat, dan pergelangan kaki dalam posisi dorsofleksi. Visualisasi mortise dapat mengevaluasi posisi talus dan pelebaran sindesmosis.[25,29]
Weight-bearing dan tekanan rotasi eksternal dapat membantu evaluasi stabilitas fraktur pergelangan kaki dan menyingkirkan cedera ligamen deltoid dan sindesmosis. Visualisasi tibia secara utuh dan panjang fibula pada pemeriksaan rontgen dapat dilakukan untuk menyingkirkan fraktur fibula proksimal pada cedera Maisonneuve.[25,29,30]
Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT scan pada fraktur ankle berguna untuk menilai permukaan artikular, konfigurasi fraktur, dan tingkat kerusakan tulang. CT scan biasanya dilakukan untuk perencanaan operasi pada fraktur pergelangan kaki yang kompleks.[25,29]
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI pada fraktur pergelangan kaki jarang diindikasikan karena kebanyakan kasus sprain tidak memerlukan pembedahan. MRI bisa berguna untuk perencanaan operasi pada kasus fraktur kompleks, maupun untuk menyingkirkan kemungkinan adanya sprain pada ligamen deltoid, sprain pada kompleks ligamen lateral, disrupsi sindesmosis, lesi kondral, dan fraktur stres, serta evaluasi keadaan jaringan lunak sekitar pergelangan kaki.[25,28,29]
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan pada pasien fraktur pergelangan kaki dengan trauma multipel yang akut sebagai pemantauan upaya resusitasi dan persiapan pasien yang membutuhkan penatalaksanaan dengan intervensi bedah.[22,24,26]