Epidemiologi Osteochondroma
Epidemiologi osteochondroma tidak diketahui secara pasti, karena sifat tumor yang tidak menimbulkan gejala sehingga tidak terdiagnosis. Osteochondroma merupakan 20−50% dari kasus tumor jinak tulang, dan 9% dari seluruh kasus tumor dan keganasan tulang. Prevalensi osteochondroma soliter enam kali lebih tinggi daripada osteochondroma multipel.[6,9]
Global
Insiden osteochondroma di populasi Eropa sekitar 17,2% penduduk, sedangkan di Amerika sekitar 9,9% dan Meksiko sekitar 31.3%. Pada populasi Asia, dilaporkan insiden osteochondroma di India 18,5%, Thailand 21,4%, dan Iran 31,9%. Insiden osteochondroma di populasi Afrika bervariasi antara 15,2−27,7%.[14]
Kelompok umur yang paling sering menderita osteochondroma adalah anak-anak atau remaja, dengan tiga lokasi lesi terbanyak di proksimal tibia, distal femur, dan proksimal fibula. Sebanyak 85% lesi soliter tulang pada usia anak dan remaja terdiagnosis sebagai osteochondroma. Sedangkan insiden osteochondroma multipel adalah 1:50.000 individu, dan 15% dari pasien dengan eksositosis memiliki lesi multipel.[8,12,14]
Indonesia
Insidensi osteochondroma secara nasional tidak ada. Namun, salah satu data epidemiologi kasus osteochondroma di Indonesia adalah hasil penelitian gambaran karakteristik penderita osteochondroma yang berobat ke RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2013−2018. Sebagian besar penderita osteochondroma berjenis kelamin laki-laki (59,4%), dengan rentang usia terbanyak antara 10−20 tahun (62,5%) dan sisanya usia >20 tahun.[5]
Mortalitas
Osteochondroma tidak secara langsung menyebabkan kematian, tetapi dapat terjadi komplikasi fraktur akibat eksositosis bertangkai, gangguan neurologis akibat kompresi saraf perifer, pembentukan bursa, serta transformasi menjadi keganasan. Komplikasi yang paling berbahaya adalah perubahan menjadi chondrosarcoma sekunder.[8]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini