Diagnosis Malaria Serebral
Diagnosis malaria serebral ditegakkan dengan pemeriksaan apus darah tebal atau tipis, di mana akan tampak hiperparasitemia akibat Plasmodium. Selain itu, pemeriksaan radiologi lain seperti computed tomography (CT) scan kepala juga dapat dilakukan bila ada kecurigaan edema serebral atau perdarahan otak.
Anamnesis
Sebelum mengalami malaria serebral, pasien biasanya mengalami gejala malaria terlebih dahulu, seperti demam paroksismal setiap 48–72 jam, flu-like illness, sakit kepala, muntah, malaise, nyeri otot dan sendi.
Bila pasien kemudian mengalami malaria serebral, dapat terjadi penurunan kesadaran dan syok yang terlihat dari tekanan darah sistolik <80 mmHg (dewasa) atau <70 mmHg (anak-anak), perfusi perifer buruk, akral dingin, dan capillary refill time >3 detik. Selain itu, pasien juga dapat mengalami kejang multipel (>2 episode dalam 24 jam).[2,7,10,11]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang paling penting adalah penilaian neurologis seperti penilaian tingkat kesadaran, ukuran pupil, dan tanda lateralisasi. Tingkat kesadaran pada orang dewasa dapat diukur menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS), sedangkan pada anak-anak dapat diukur menggunakan Blantyre Coma Scale (BCS). GCS pada pasien malaria serebral biasanya <11, sedangkan BCS biasanya <3.
Dokter juga dapat menemukan tanda distress respirasi dan pernapasan asidotik sebagai manifestasi dari asidosis metabolik yang berat, di mana pasien tampak bernapas secara cepat dan dalam. Dokter juga dapat menemukan jaundice dan perdarahan, seperti epistaksis, perdarahan di gusi dan di tempat venipuncture, serta hematemesis dan melena. Pada auskultasi toraks dapat terdengar krepitasi sebagai tanda edema paru, dengan saturasi oksigen <92%.[2,7,11]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding malaria serebral adalah hipoglikemia akibat parasitemia berat pada malaria, meningitis bakterial atau viral, ensefalopati metabolik atau toksik, dan perdarahan intrakranial. Untuk membedakan bermacam diagnosis banding ini dari malaria serebral, dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan glukosa darah, apusan darah tebal atau tipis, dan imaging seperti CT scan kepala.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama adalah apusan darah tebal atau tipis untuk menemukan hiperparasitemia Plasmodium pada darah pasien. Selain itu, pemeriksaan radiologi juga dapat dilakukan, terutama bila ada manifestasi klinis respirasi atau kecurigaan ke arah edema serebral dan perdarahan intrakranial.
Pemeriksaan Apusan Darah
Pemeriksaan apusan darah tebal atau tipis dengan pewarnaan Giemsa bermanfaat untuk melihat spesies Plasmodium penyebab malaria dan seberapa parah parasitemia yang terjadi. Pada kasus infeksi Plasmodium falciparum, kondisi dinyatakan sebagai hiperparasitemia bila densitas parasit >10%.[2,7,11]
Rapid Diagnostic Test
Metode rapid diagnostic test (RDT) untuk mendiagnosis malaria bekerja dengan cara mendeteksi antigen Plasmodium di dalam darah pasien. Metode ini bermanfaat bagi pasien yang tinggal di daerah tanpa fasilitas pemeriksaan mikroskopis. Namun, metode ini tidak dapat memperkirakan densitas parasit dengan baik dan sulit mendeteksi parasit dengan densitas rendah. Selain itu, hasil false positive atau false negative akibat kondisi medis yang lain juga bisa terjadi.[12]
Pemeriksaan Darah Lainnya
Selain pemeriksaan apusan darah, pemeriksaan darah lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan hemoglobin untuk menilai komplikasi anemia yang mungkin terjadi, pemeriksaan glukosa darah untuk menilai kondisi hipoglikemia, serta pemeriksaan laktat darah untuk menilai kondisi asidosis.
Selain itu, pemeriksaan bilirubin, kreatinin, urea, dan faktor koagulasi darah juga dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komplikasi lain seperti komplikasi renal dan liver.
Pemeriksaan Radiologis
Rontgen toraks perlu dilakukan bila ada manifestasi klinis respirasi untuk melihat ada tidaknya edema paru. CT scan kepala juga dapat dilakukan bila ada kecurigaan terjadi edema serebral atau perdarahan otak.[2,7,11]