Indikasi Prosedural Sedasi
Indikasi prosedural sedasi adalah pada semua pasien yang akan menjalani prosedur medis, diagnostik, atau terapeutik, di mana prosedur ini akan memberikan rasa tidak nyaman pada pasien seperti rasa nyeri, takut, atau cemas. Pertimbangan lain yaitu untuk memastikan patient safety, meminimalisir rasa nyeri dan cemas, meminimalisir gerakan pasien selama tindakan, dan memaksimalkan hasil dari tindakan medis.[2,6]
Kedalaman Sedasi
Kedalaman sedasi yang dibutuhkan bergantung pada perkiraan besarnya tingkat nyeri yang mungkin akan dialami, dan durasi diperlukannya pasien dalam keadaan diam selama operasi atau prosedur medis berlangsung. Ada banyak versi tingkat kedalaman sedasi namun secara garis besar dapat dibagi sebagai berikut:
- Sedasi minimal (ansiolisis): kondisi yang diinduksi obat di mana pasien dapat berinteraksi atau merespon secara normal terhadap perintah verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi fisik mungkin terganggu, namun refleks saluran napas, fungsi ventilasi, dan sistem kardiovaskular tidak terpengaruh
- Sedasi sedang: turunnya kesadaran yang diinduksi obat di mana pasien merespon perintah verbal yang disengaja, baik terhadap perintah tunggal atau disertai stimulasi taktil. Tidak ada intervensi yang dibutuhkan untuk mengamankan patensi jalan napas, ventilasi spontan adekuat, dan fungsi kardiovaskular tetap terjaga
- Sedasi dalam: turunnya kesadaran yang diinduksi obat yang mana menyebabkan pasien tidak dapat dengan mudah dibagunkan tetapi dapat merespon perintah yang diberikan secara sengaja setelah stimulasi berulang atau stimulasi nyeri. Kemampuan mempertahankan ventilasi secara spontan dapat terganggu. Pasien mungkin memerlukan bantuan dalam mempertahankan patensi jalan napas, dan ventilasi spontan mungkin tidak memadai. Fungsi kardiovaskular biasanya masih tidak terpengaruh
- Disosiatif: keadaan di mana pasien tetap terjaga tetapi tidak menyadari rasa sakit dan tidak mengingat kejadian tersebut. Pasien tetap dapat mengikuti perintah, dan refleks jalan napas tetap terjaga[2,4,6]
Penilaian Status Medis Pasien Sebelum Memutuskan Sedasi
Pengambilan keputusan untuk dilakukan prosedural sedasi harus dilakukan berdasarkan tanda-tanda vital dan stabilitas pasien. Riwayat penyakit kronis terutama penyakit kardiovaskular atau pernapasan harus dinilai secara teliti. Alergi obat yang akan diberikan harus ditanyakan terlebih dahulu.[2,6]
Sistem klasifikasi yang paling umum digunakan untuk penilaian klinis adalah penilaian status fisik sebelum tindakan medis atau operatif adalah American Society of Anesthesiologist physical status classification system (ASAPS):
- ASA 1: Pasien sehat normal. Contoh: Sehat, tidak obesitas (indeks massa tubuh/IMT di bawah 30 kg/m2), pasien tidak merokok dengan toleransi olahraga yang baik
- ASA 2: Pasien dengan penyakit sistemik ringan. Contoh: pasien tanpa keterbatasan fungsional dan memiliki penyakit yang terkontrol dengan baik, seperti hipertensi terkontrol, obesitas dengan IMT <35 kg/m2, dan perokok
- ASA 3: Pasien dengan penyakit sistemik berat yang tidak mengancam jiwa. Contoh: pasien dengan keterbatasan fungsional karena penyakit, seperti hipertensi atau diabetes tidak terkontrol, obesitas morbid, penyakit ginjal kronis, penyakit bronkospastik dengan eksaserbasi intermiten, angina stabil, atau memiliki implant alat pacu jantung
- ASA 4: Pasien dengan penyakit sistemik berat yang secara konstan dapat mengancam jiwa. Contoh: pasien dengan keterbatasan fungsional dari penyakit berat yang mengancam jiwa, seperti angina tidak stabil, infark miokard, atau stroke kurang dari 3 bulan sebelum tindakan
- ASA 5: pasien kritis yang diperkirakan tidak akan bertahan hidup tanpa operasi. Pada kondisi ini, pasien diperkirakan tidak akan bertahan hidup lebih dari 24 jam berikutnya tanpa adanya tindakan pembedahan. Contohnya adalah ruptur aneurisma aorta abdominalis, trauma masif, dan perdarahan intrakranial ekstensif
- ASA 6: Pasien mati batang otak yang organnya diambil dengan maksud untuk ditransplantasikan ke pasien lain
Penambahan “E” pada penulisan ASAPS (contoh ASA 3E) menunjukkan kebutuhan prosedur bedah darurat. ASA mendefinisikan keadaan darurat sebagai keadaan yang mana jika ada keterlambatan dalam perawatan atau tindakan akan menyebabkan peningkatan signifikan terhadap risiko kematian atau kerusakan bagian tubuh.[7]
Prosedur Kardiologi
Elektrokardioversi untuk terapi atrial fibrilasi membutuhkan prosedural sedasi dengan kedalaman ringan hingga sedang. Pemasangan pacemaker membutuhkan prosedural sedasi dengan kedalaman ringan hingga sedang.
Tindakan lain di bidang kardiologi yang berbasis kateter saat ini semakin berkembang dan semakin dipilih dikarenakan durasi yang lebih singkat. Tingkat sedasi dapat disesuaikan oleh ahli anestesi dengan mempertimbangkan stabilitas pasien dan kondisi komorbid yang dimiliki.[6]
Prosedur Gastroenterologi
Program skrining kanker pencernaan, termasuk kontrol berkala, membutuhkan sedasi dengan tingkat kedalaman sedang hingga dalam. Prosedur yang biasa dilakukan berupa endoskopi, ultrasonografi per endoskopi, endoscopy cholangiopancreatography retrograde (ERCP), endoskopi diseksi submukosal, endoskopi reseksi mukosal, dan ablasi. Tujuan sedasi pada prosedur adalah untuk meningkatkan akurasi prosedur dan imobilitas pasien yang mana dapat dicapai jika dilakukan sedasi dalam atau anestesi umum.[6]
Prosedur di Bidang Pulmonologi
Kombinasi dari bronkoskopi fleksibel dengan berbagai probe seperti brush, jarum, laser, cryo, dan ultrasonografi memungkinkan perkembangan bronkoskopi menjadi sarana terapeutik. Dalam tindakan tersebut, diperlukan manipulasi jalan napas sehingga pasien membutuhkan sedasi dalam.[6]
Prosedur Radiointervensi dan Neuroradiologi
Radiologi intervensi menggunakan pedoman gambar untuk memungkinkan prosedur minimal-invasif serta prosedur yang berbasis. Prosedur seperti insersi kateter, pemasangan stent endovaskular, embolisasi jaringan, dan ablasi tumor walaupun termasuk minimal-invasif namun tetap dapat menyebabkan rasa nyeri yang hebat, sehingga dibutuhkan prosedural sedasi dan analgesia tingkat sedang hingga dalam.
Pemilihan sedasi dibanding anestesi umum memungkinkan pemantauan fungsi neurologi pasien secara lebih baik serta risiko fluktuasi hemodinamik yang lebih rendah.[6]
Ansiolisis dan Trauma
Pada banyak prosedur medis, rasa tidak nyaman dan cemas sering muncul pada pasien. Pada kondisi ini, prosedural sedasi ringan dapat dipilih. Pada pasien trauma, prosedural sedasi dan analgesia dapat mengurangi rasa tidak nyaman akibat nyeri.[8]
Prosedural Sedasi pada Bayi
Beberapa tindakan diagnostik dan terapeutik rutin dibutuhkan pada pasien bayi. Pemberian sedasi dengan tingkat kedalaman sedang selama prosedur sangatlah penting dikarenakan bayi memiliki tingkat kecemasan, agitasi, dan sensitivitas terhadap nyeri yang lebih tinggi.
Sebagai contoh, bayi yang hendak menjalani pemeriksaan CT scan atau MRI dapat diberikan sedasi terlebih dahulu agar lebih tenang ketika pemeriksaan berlangsung sehingga hasil pemeriksaan dapat lebih akurat.[8]
Penulisan pertama oleh: dr. DrRiawati MMedPH