Teknik Prosedural Sedasi
Teknik dalam melakukan prosedural sedasi secara garis besar mencakup analisis risiko pasien, pemilihan obat, preparasi pasien, dan persiapan risiko komplikasi termasuk kelengkapan peralatan pendukung. Prosedural sedasi harus dilakukan di tempat yang memiliki peralatan lengkap, serta dilakukan oleh dokter yang kompeten dalam tata laksana jalan napas lanjutan mulai intubasi endotrakeal hingga krikotiroidektomi. Skor Aldrete dapat membantu menentukan apakah pasien sudah siap dipindahkan dari ruang pemulihan.[2,6,8]
Persiapan Pasien
Persiapan yang perlu diperhatikan mencakup informed consent, anamnesis, pemeriksaan kondisi fisik pasien, kondisi khusus pasien, dan potensi kontraindikasi.
Tanyakan kepada pasien atau keluarga mengenai kelainan sistem organ yang pernah diderita, riwayat efek samping terkait sedasi atau analgesia, atau riwayat efek samping saat menjalani prosedur anestesi regional atau umum sebelumnya. Pastikan apakah pasien memiliki alergi obat atau tidak.
Tanyakan kepada pasien asupan oral terakhir, hal ini berguna untuk menentukan lama puasa atau pengosongan lambung sebelum prosedural sedasi dilakukan. Tanyakan kebiasaan merokok, minum alkohol, atau indikasi adanya penyalahgunaan zat.
Periksa tanda-tanda vital pasien serta pemeriksaan fisik general yang berfokus pada penilaian jantung dan paru-paru. Evaluasi juga jalan napas pasien, apakah ada kecenderungan jalan napas sulit atau gigi yang terlepas.[2,3]
Informed Consent
Dilakukan informed consent kepada pasien dan keluarganya untuk tindakan prosedural sedasi. Dokter dapat menjelaskan alasan prosedur yang dilakukan dengan menyampaikan diagnosis yang dicurigai, risiko, manfaat, dan alternatif prosedur. Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarganya untuk bertanya agar diskusi terjadi dua arah.
Pastikan pasien dan keluarga paham mengenai prosedur yang akan dijalani sehingga pasien dapat membuat keputusan yang tepat. Berikan konseling mengenai risiko hipotensi, hipoksia, bradikardia, aritmia, depresi napas, kebutuhan ventilasi, intubasi, reaksi alergi. Sampaikan juga risiko hal-hal tak terduga seperti mencapai sedasi yang lebih dalam dari yang diharapkan.
Yakinkan pasien bahwa efek samping dapat hilang secara spontan atau dengan agen tambahan dan selama prosedur pasien akan ditangani dan diawasi langsung oleh dokter spesialis anestesi yang kompeten. Setelah semua jelas, pastikan pasien dan keluarga menandatangani dan melengkapi berkas informed consent.[3]
Persiapan Pratindakan
Sebelum prosedural sedasi dilakukan, diperlukan puasa makanan padat 6 jam dan puasa minum cairan 2 jam. Puasa dapat ditambah hingga 8 jam apabila pasien memiliki riwayat makan makanan berlemak, daging, atau makanan yang digoreng. Bayi yang menyusui dipuasakan 4 jam sebelum tindakan. Pada prosedur darurat, risiko aspirasi harus dikaji dan dibandingkan dengan manfaat tindakan.[2,6]
Persiapan Pelaksana
Pelaksana prosedural sedasi haruslah orang yang kompeten dalam:
- Memahami detail farmakodinamik, farmakokinetik, dan dosis obat-obatan yang akan digunakan untuk prosedur
- Memahami tata laksana jalan napas tingkat lanjut, serta dapat melakukan bantuan kardiovaskular (cardiovascular support)
- Mampu menyelamatkan pasien yang mengalami sedasi lebih dalam daripada yang telah direncanakan
- Kompeten melakukan tata laksana reversal sedasi dan dalam menangani dan mengatasi komplikasi yang timbul selama berlangsungnya prosedural sedasi
- Mengelola semua potensi komplikasi[2,3]
Peralatan
Sebelum memulai prosedural sedasi, operator harus memastikan peralatan sudah tersedia. Peralatan yang dibutuhkan untuk prosedural sedasi adalah:
- Jalur intravena terpasang dan akses lancar
- Obat-obatan dan peralatan untuk resusitasi jantung paru
- Peralatan untuk oksigenasi mulai dari nasal kanul hingga masker oksigen aliran tinggi
- Suction
- Alat kelengkapan untuk tata laksana jalan napas seperti bag valve mask, laryngeal mask airway, bougie, direct atau video-assisted laringoskopi dengan ukuran blade yang sesuai, serta pipa endotrakeal sesuai ukuran
-
Reversal agents untuk opioid atau benzodiazepin, seperti naloxone dan flumazenil
- Obat-obatan untuk sedasi dan analgesik
- Spuit berbagai ukuran[2]
Posisi Pasien
Posisi pasien bergantung pada posisi prosedur medis yang akan dilakukan selanjutnya. Pada umumnya, pasien dibaringkan posisi supinasi dengan kedua lengan di sisi samping tubuh, Apabila pasien dilakukan anestesi melalui pungsi lumbal, maka biasanya pasien akan diposisikan duduk, kemudian akan dibaringkan supinasi.[2,3,6,8]
Obat Sedasi untuk Pasien Dewasa
Agen ideal untuk prosedural sedasi dan analgesia haruslah memiliki sifat sedatif, analgesik, amnestik, serta awitan yang cepat dengan durasi kerja yang singkat untuk memungkinkan pemulihan dan pelepasan efek samping obat yang aman dan cepat. Obat yang dapat digunakan di antaranya adalah etomidate, midazolam, fentanil, dan propofol.
Obat-obatan dapat dikombinasi untuk mencapai efek yang diinginkan. Umumnya prosedural sedasi dan analgesia menggunakan kombinasi dari benzodiazepin dengan aksi cepat seperti midazolam (sedatif, amnestik, dan ansiolitik namun tidak memiliki efek analgesik) dengan opioid seperti fentanil. Kombinasi lain seperti propofol dan fentanil, atau propofol dan ketamine juga dapat digunakan.[2,3,9]
Midazolam
Midazolam dapat diberikan dalam dosis awal 0,01-0,1 mg/kgBB intravena untuk sedasi sedang, atau 0,1-0,4 mg/kgBB untuk sedasi dalam. Dosis ulangan 25% dari dosis awal dapat diberikan bila sedasi diperlukan lebih lanjut. Dosis ulangan diberikan setelah 3-5 menit dan tidak melebihi 2,5 mg/dosis. Dosis kumulatif tidak boleh melebihi 5 mg.
Perlu diingat bahwa depresi pernapasan, atau hipotensi dapat terjadi, terutama bila obat ini masuk dengan cepat, atau dikombinasikan dengan fentanil. Dalam hal tersebut, dosis midazolam perlu diawasi secara ketat. Obat ini memberikan efek sedasi, namun tidak memiliki efek analgesia.[2,3,9]
Pemberian obat dapat menginduksi reaksi disinhibisi termasuk agresivitas yang tidak terkendali, agitasi, atau halusinasi. Reaksi disinhibisi dimanifestasikan dalam waktu 5 menit setelah pemberian midazolam dan didahului oleh sedasi sementara sebelum agitasi mendadak. Reaksi disinhibisi terkait dengan faktor genetik, penyalahgunaan alkohol, atau gangguan psikologis.[9]
Fentanil
Fentanil termasuk dalam golongan opioid yang dapat memberikan analgesia dan sedasi selama prosedur yang menyakitkan. Fentanil disukai karena awitan yang cepat dengan durasi kerja yang singkat. Dibandingkan morfin, fentanil memiliki efek depresi kardiovaskular minimal dan jarang menyebabkan hipotensi.
Fentanil berikatan dengan reseptor stereospesifik di banyak tempat dalam sistem saraf pusat dan meningkatkan ambang nyeri, mengubah persepsi nyeri, dan menghambat jalur nyeri. Agonis opioid juga dapat menekan refleks batuk dan menyebabkan depresi pernapasan, kantuk, dan sedasi. [3]
Fentanil merupakan opioid sintetis yang dimetabolisme oleh hepar. Fentanil memiliki sifat redistribusi obat yang cepat dari sistem saraf pusat. Dosis awal yang dapat digunakan 1-2 mcg/kgBB, perlahan secara bolus sekitar 1-2 menit. Dosis ulangan dapat diberikan setelah 30 menit kemudian. Awitan kerja obat sekitar 1-2 menit, lama kerja obat sekitar 30-60 menit.[2,3]
Ketamine
Ketamine dapat menimbulkan efek disosiatif dan amnestik yang dalam. Dosis yang digunakan untuk prosedural sedasi dan analgesia tidak mempengaruhi refleks faring-laring, dan memungkinkan jalan napas tetap paten serta respirasi spontan. Karakteristik obat ini sangat membantu jika prosedur darurat harus segera dilakukan sementara pasien belum sempat untuk puasa.[3]
Depresi pernapasan sementara dapat terjadi jika diberikan terlalu cepat atau dalam dosis tinggi. Peningkatan sekresi orofaringeal sering terpicu oleh pemberian ketamine, namun dapat dicegah dengan premedikasi berupa glikopirolat. Dosis ketamine adalah 1-3 mg/kgBB intravena, dan 5-10 mg/kgBB intramuskular.[2,3]
Etomidate
Etomidate merupakan hipnotik nonbarbiturat awitan sangat cepat yang digunakan untuk anestesi. Etomidate menghasilkan induksi cepat tanpa pelepasan histamin dan dengan efek kardiovaskular serta pernapasan minimal. Seperti ketamine atau barbiturat, etomidate secara sementara dapat menurunkan aliran darah otak sebesar 20-30% dan sedikit mengurangi tekanan intrakranial dan intraokular.
Dosis awal yang dapat diberikan adalah 0,1-0,2 mg/kgBB, perlahan secara bolus sekitar 30-60 detik. Awitan obat kurang dari 1 menit. Lama kerja obat sekitar 3-5 menit. Perlu diingat bahwa obat ini digunakan sebagai obat untuk sedasi dan hipnosis, serta dapat digunakan sebagai obat induksi untuk anestesi umum. Obat ini tidak memiliki efek analgesik. Umumnya dapat menyebabkan mioklonus, dan nyeri setelah injeksi.[3]
Propofol
Propofol merupakan obat dengan formulasi berwarna putih susu dengan manfaat anestesi yang cepat dan waktu pemulihan yang singkat. Propofol tidak memiliki efek analgesik sehingga dapat dikombinasikan dengan opioid. Dengan awitannya yang cepat dan tingkat pemulihan yang baik, propofol sering digunakan untuk sedasi pada pasien anak yang akan menjalani prosedur MRI atau CT Scan.[9]
Dosis awal yang dapat diberikan adalah 0,5-1 mg/kgBB, intravena sebagai loading dose. Dosis dapat diulangi dengan kenaikan 0,5 mg/kgBB, tiap 3-5 menit. Awitan kerja obat sekitar < 1 menit. Lama kerja obat sekitar 3-10 menit.[3]
Obat Sedasi untuk Pasien Anak
Prosedural sedasi pada anak selain untuk tindakan medis seringkali dibutuhkan oleh anak yang akan menjalani pemeriksaan diagnostik tertentu. Manajemen sedasi pada anak tidak selalu dengan pendekatan farmakologis saja. Metode non-farmakologis yang dapat digunakan adalah:
- Terapi bermain
- Distraksi
- Imajinasi visual
- Posisi yang nyaman
- Kehadiran orang tua selama berlangsungnya prosedur
- Pada anak yang lebih besar, diberikan penjelasan dan pengertian mengenai prosedur medis yang akan dijalankan anak, beserta tindakan analgesia dan sedasi yang mendahuluinya
Sementara itu, metode farmakologis prosedural sedasi pada anak adalah dengan menggunakan obat-obatan analgesik dan sedatif. Perlu diperhatikan bahwa pada beberapa obat, dosis anak seringkali berbeda dengan dosis dewasa.[5,10]
Midazolam
Midazolam dapat digunakan untuk prosedural sedasi dan analgesia pada anak.
- Rute pemberian per oral: 0,25-0,5 mg/kgBB, diberikan 30-45 menit sebelum prosedur
- Rute pemberian intranasal: 0,2-0,6 mg/kgBB/dosis inhalasi, diberikan 10 menit sebelum prosedur
- Rute pemberian intramuskular: 0,1-0,2 mg/kgBB, diberikan 30-45 menit sebelum prosedur
- Rute pemberian intravena: 0,05-0,1 mg/kgBB, diberikan 3 menit sebelum prosedur. Tidak melebihi dosis kumulatif total, yaitu 0,4 mg/kgBB, atau 6 mg
- Rute pemberian per rektal: 0,3-0,5 mg/kgBB/dosis, diberikan 30-45 menit sebelum prosedur
Dosis diturunkan 30-50%, apabila dikombinasikan dengan analgesik opioid, seperti fentanil. Anak balita, dapat memerlukan dosis yang lebih tinggi, hingga 0,6 mg/kgBB/dosis.
Ketamine
Ketamine per oral dapat diberikan dalam dosis 6-10 mg/kgBB/dosis; dikonsumsi bersama minuman 30 menit sebelum prosedur.
Ketamine intramuskular dapat diberikan dalam dosis 2-5 mg/kgBB/dosis. Sementara itu, ketamine intravena dapat diberikan dalam dosis loading 1-2 mg/kgBB dan dosis lanjutan 0,25-1 mg/kgBB, tiap 10-15 menit, secara perlahan. Dosis tidak melebihi 0,5 mg/kgBB/menit.
Obat ini memberikan efek sedasi dan analgesia yang sangat baik. Obat ini menjadikan pasien berada dalam suatu keadaan yang disosiatif.
Propofol
Propofol intravena dapat diberikan dalam dosis loading 1-1,5 mg/kgBB. Dosis lanjutan 0,25-0,5 mg/kgBB, tiap 3-5 menit. Pilihan lain adalah diberikan dengan dosis 50-150 mcg/kgBB/menit secara kontinu.
Propofol memberikan efek anestesi yang cepat, namun apnea dapat terjadi pada saat induksi. Efek samping lainnya adalah iritasi dan rasa terbakar pada tempat masuknya obat.[2,10]
Pemantauan
Pemantauan sistem kardiorespirasi harus dilakukan secara berkelanjutan mulai dari pre-operasi, durante operasi, hingga post-operasi. Perawatan pemulihan harus dilakukan kepada semua pasien. Selama pemantauan, tim harus mewaspadai kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi seperti posisi manset tekanan darah, elektroda, dan posisi pulse oximetry. Setiap hasil monitoring harus dicatat dengan benar.[2,3,11]
Monitoring yang dapat dilakukan berupa tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, gelombang EKG, dan jika tersedia dapat digunakan kapnografi. Secara berkala juga cek patensi jalan napas. Lihat apakah pasien terlihat biru, cek kesadaran pasien secara berkala, dan jika dibutuhkan ambil sampel untuk analisis gas darah.[3]
Hipotensi merupakan komplikasi dari prosedural sedasi, maka sangat penting untuk memastikan akses intravena selalu terjaga. Perhatikan juga cara memindahkan pasien dari posisi berbaring ke posisi duduk. Operator dan tim yang bertugas harus sigap dalam mengelola potensi lain seperti muntah.[2]
Kriteria Dipindahkan dari Ruang Pemulihan
Pasien dapat dipindahkan dari ruang pemulihan jika jalan napas pasien baik, oksigenasi adekuat, tanda-tanda vital dalam keadaan stabil, dan tingkat responsif pasien kembali seperti semula. Hal ini ditandai dengan:
- Mampu untuk berdiri dan berjalan sendiri, atau dengan bantuan, sesuai dengan usia
- Mampu untuk mengikuti instruksi, sesuai dengan tingkat usia
- Kemampuan verbal kembali seperti semula
- Mampu mentoleransi asupan per oral
Kriteria pasien anak dapat dipindahkan dari ruang pemulihan yaitu:
- Tanda vital normal
- Sadar penuh atau kembali ke tingkat kesadaran awal sebelum tindakan dan tidak ada risiko penurunan kesadaran
- Memiliki kontrol adekuat terhadap mual, muntah, dan nyeri
- Tidak ada perdarahan atau komplikasi lain pasca prosedur
Pasien anak sebaiknya tetap didampingi orang dewasa hingga 8 jam pasca tindakan.[5]
Skor Aldrete
Sistem skoring yang dapat dijadikan acuan untuk melihat apakah pasien sudah layak dipindahkan dari ruang pemulihan ke tempat perawatan lain yaitu Skor Aldrete yang dimodifikasi.
Tabel 1. Skor Aldrete
Kriteria | Skor |
Aktivitas | |
Dapat menggerakkan semua ekstremitas | 2 |
Dapat menggerakkan dua ekstremitas | 1 |
Tidak dapat menggerakkan semua ekstremitas | 0 |
Respirasi | |
Dapat mengambil napas dalam dan batuk | 2 |
Dyspnea atau kesulitan bernapas | 1 |
Apnea | 0 |
Sirkulasi (tekanan darah dibandingkan sebelum prosedur) | |
±20 mmHg | 2 |
±20-50 mmHg | 1 |
±50 mmHg | 0 |
Kesadaran | |
Sadar penuh | 2 |
Merespon jika dipanggil | 1 |
Tidak merespon | 0 |
Saturasi Oksigen | |
>92% room air | 2 |
Memerlukan suplementasi oksigen untuk menjaga saturasi >90% | 1 |
<90% walaupun sudah diberikan suplementasi oksigen | 0 |
Total | 10 |
Sumber: dr. Utari, 2021.[12,13]
Skor Aldrete ≥9 menunjukkan bahwa pasien layak untuk dipindahkan dari ruang pemulihan.[12,13]
Penulisan pertama oleh: dr. DrRiawati MMedPH