Teknik Digital Rectal Examination
Teknik digital rectal examination, disebut juga rectal toucher atau pemeriksaan colok dubur, meliputi pemberian informed consent secara baik, mengatur posisi pasien sebelum pemeriksaan, persiapan alat, dan teknik pemeriksaan yang sistematis. [3]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien sebelum melakukan digital rectal examination meliputi :
- Pemberian informed consent secara verbal yang dicatat dalam rekam medis
- Gunakan ruangan yang tertutup untuk menjaga privasi pasien
- Memposisikan pasien di ranjang pemeriksaan, tutupi pasien dengan selimut dan hanya buka area yang penting dalam pemeriksaan
- Meminta pasien menurunkan celana dan celana dalam hingga bawah lutut
Pemeriksaan digital rectal examination oleh pemeriksa terhadap pasien lawan jenis sebaiknya didampingi oleh perawat atau tenaga medis lain yang berjenis kelamin sama dengan pasien. Terangkan saat melakukan informed consent apabila akan menggunakan pendamping. [5,6]
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan untuk digital rectal examination adalah :
- Sarung tangan
- Gel untuk lubrikasi (water soluble)
- Sumber pencahayaan yang baik atau lampu sorot
- Kertas tisu [1,3]
Posisi Pasien
Ada beberapa posisi pasien yang dapat diterapkan saat digital rectal examination, yakni :
- Posisi left lateral decubitus : pasien berbaring ke sisi kiri, lutut fleksi mengarah ke abdomen atau dada
- Posisi dorsal litotomi : pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi abduksi dan sendi panggul fleksi
- Posisi lateral recumbent dengan variasi : pasien berbaring ke sisi berlawanan pemeriksa, tungkai di bagian atas difleksikan terhadap sendi lutut dan panggul (recovery position)
- Posisi standing up: pasien berdiri di lantai dengan kedua kaki membuka selebar bahu, jempol kaki sedikit ke arah dalam, tubuh menunduk, dan siku ditumpukan di atas ranjang pemeriksaan
- Posisi kneeling: pasien seperti posisi merangkak di atas ranjang pemeriksaan, tumpuan pada kedua tangan dan lutut [1,7]
Posisi pemeriksaan sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan mobilisasi pasien serta yang paling nyaman untuk pasien. [7]
Prosedural
Prosedural digital rectal examination meliputi langkah-langkah berikut :
- Pasien diposisikan dengan posisi seperti yang sudah disebutkan di atas
- Pemeriksa tidak menggunakan cincin dan memastikan kuku terpotong pendek
- Cuci tangan dan kenakan sarung tangan. Pemeriksaan dilakukan dengan tangan dominan pemeriksa
- Pemeriksaan dimulai dengan membuka lipatan bokong pasien agar tampak anus dan perineum. Inspeksi kelainan yang tampak di perianal dan perineum tersebut, misalnya hemoroid eksterna, abrasi, ulkus, abses, fistula, ekskoriasi, kelainan kulit, skin tag, massa, atau jaringan parut
- Pada saat inspeksi pemeriksa bisa meminta pasien untuk mengedan untuk melihat ada tidaknya prolapsus rekti atau hemoroid interna yang keluar
- Oleskan jelly ke telunjuk tangan dominan dan beritahu pasien bahwa sebentar lagi pemeriksa akan memasukkan jari ke dalam anus. Tempelkan telunjuk di bagian posterior anus kemudian masukkan perlahan jari melalui sphincter ani kemudian rotasi perlahan jari searah jarum jam 180 derajat hingga menuju rektum. Tangan non dominan bisa diletakkan di bagian anterior pelvis untuk menahan gaya yang timbul. Evaluasi ada tidaknya rasa nyeri saat memasukkan jari yang bisa timbul akibat fissura ani
- Nilai kekuatan tonus sphincter ani (resting anal tone). Kemudian pemeriksa bisa meminta pasien untuk mencoba menjepit telunjuk pemeriksa dengan sphincter ani dan nilai kekuatan tonus (anal squeeze tone). Kemudian tunggu beberapa saat hingga sphincter ani kembali relaksasi
- Lanjutkan palpasi struktur internal rektum dan anus secara sistematis memutar searah dan berlawanan jarum jam. Palpasi mukosa rektum bagian anterior, posterior dan lateral untuk mencari ada tidaknya massa. Nilai konsistensi, permukaan, lokasi dan perkiraan ukuran massa yang ditemukan
- Rasa nyeri pada palpasi mukosa rektum dapat juga timbul akibat iritasi pelvis-peritoneum yang dapat dicurigai akibat appendicitis akut atau penyakit radang panggul akibat adanya inflamasi atau pus di kavum Douglas
- Palpasi ada tidaknya feses dan konsistensi feses. Palpasi ada tidaknya benda asing pada rektum
- Setelah selesai, keluarkan jari dari anus dan evaluasi darah, feses, atau lendir yang terdapat pada sarung tangan. Sampel tersebut dapat dikirim ke laboratorium untuk analisis lanjutan
- Bersihkan bagian bokong dan luar anus pasien dengan tisu [1,5,6,8]
Palpasi Prostat
Pada pasien pria, palpasi mukosa anterior rektum dapat dilakukan untuk menilai kelenjar prostat. Prosedural palpasi prostat saat digital rectal examination adalah sebagai berikut :
- Palpasi prostat dapat dimulai dari bagian apeks prostat menuju basal prostat untuk memperkirakan ukuran kelenjar prostat
- Nilai juga konsistensi prostat yang bila dalam keadaan normal konsistensinya sama seperti perabaan bagian tenar telapak tangan dengan posisi ibu jari dan telunjuk abduksi
- Palpasi ada tidaknya nodul pada prostat, serta nilai ukuran, konsistensi, permukaan, dan lokasinya pada prostat. Inspeksi ekspresi pasien apakah tampak nyeri ketika prostat dipalpasi
- Nilai apakah sulkus sentral prostat teraba dan kedua lobus lateral prostat beserta konsistensinya
- Palpasi vesikula seminalis yang terletak di proksimal basal prostat. Vesikula seminalis dapat tidak teraba atau mengalami perubahan pada invasi kanker [1,3]
Sebuah penelitian melaporkan bahwa digital rectal examination dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan PSA (prostate specific antigen) dalam mendeteksi kanker prostat. Namun, berdasarkan bukti ilmiah yang ada, Prostate Cancer Foundation of Australia memberikan rekomendasi C digital rectal examination untuk dilakukan pada setiap pasien yang melakukan skrining PSA untuk deteksi kanker prostat. Guideline National Comprehensive Cancer Network menganjurkan digital rectal examination sebagai skrining hanya pada pasien yang mengalami peningkatan PSA.
Di daerah-daerah dengan fasilitas pemeriksaan terbatas, digital rectal examination merupakan pemeriksaan paling mudah dan murah yang bisa dilakukan untuk mendeteksi secara dini kelainan pada prostat. [2,9-11]
Pasien Wanita
Pada pasien wanita, palpasi bagian anterior mukosa rektum dapat untuk menilai kelainan di posterior rahim, tumor di kavum douglas, dan serviks. Digital rectal examination pada wanita dapat dikombinasi dengan digital vaginal examination atau vaginal toucher. Teknik yang digunakan adalah jari telunjuk tetap di dalam vagina, kemudian jari tengah pasien perlahan masuk melalui anus. Beberapa struktur anatomi yang dapat dinilai menggunakan teknik ini antara lain :
- Kavum Douglas
- Ligamen uterosakrum
- Parametrium
- Septum rektovagina [3]
Pasien Anak-Anak
Digital rectal examination pada pasien anak-anak dilakukan secara selektif sebab termasuk pemeriksaan yang invasif dan dapat menimbulkan trauma. Pemeriksaan dapat menggunakan jari kelingking untuk pasien anak. Digital rectal examination pada pasien anak hanya dilakukan apabila hasil yang ditemukan pada pemeriksaan tersebut dapat mengubah rencana terapi, berdasarkan instruksi atau dikerjakan oleh dokter yang ahli, dan tidak dianjurkan untuk dilakukan berulang. [4]
Pada kasus seperti appendicitis dan perdarahan rektum akibat intususepsi, digital rectal examination tidak rutin dilakukan sebab diagnosis berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan ultrasonografi sudah cukup dan apapun hasil yang ditemukan pada digital rectal examination tidak mengubah rencana terapi. [3,4]
Interpretasi Hasil Pemeriksaan
Ada beberapa hasil pemeriksaan yang dapat diperoleh dari digital rectal examination terkait penyakit tertentu.
Fisura Ani
Fisura ani dapat tampak pada inspeksi ataupun teraba saat palpasi. Pasien fisura ani dapat mengeluhkan nyeri seperti disayat-sayat saat pemeriksa memasukkan jari ke dalam anus. Di akhir pemeriksaan, dapat ditemukan darah berwarna merah terang pada sarung tangan. [4]
Hemoroid
Hemoroid eksterna atau hemoroid interna grade III-IV dapat tampak pada inspeksi. Amati ada tidaknya trombosis pada hemoroid. Digital rectal examination saja tidak cukup untuk mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis hemoroid interna. Di akhir pemeriksaan, dapat ditemukan pula darah berwarna merah terang pada sarung tangan. [4,12]
Konstipasi
Pasien dengan keluhan konstipasi perlu dicari tahu ada tidaknya hiposensitivitas anus atau disinergia dasar pelvis. Hiposensitivitas anus dilakukan dengan memberikan stimulus menggunakan cotton bud pada kulit sekitar anus dan melihat respon kontraksi anus. Disinergia dasar pelvis ditandai dengan kontraksi paradoks anus. Digital rectal examination memiliki sensitivitas 75%, spesifisitas 87%, dan positive predictive value 97% untuk mendiagnosis disinergia pada pasien dengan keluhan konstipasi. [13]
Inkontinensia Alvi
Digital rectal examination adalah pemeriksaan yang dapat digunakan untuk diagnosis inkontinensia alvi dan memiliki korelasi yang signifikan dengan hasil pemeriksaan manometri anus. Pada pasien inkontinensia alvi dapat ditemukan menurunnya tonus otot sphincter anus. Namun demikian high miss rate cukup tinggi yakni 20-30% pasien. [6,13]
Perdarahan Gastrointestinal
Digital rectal examination pada perdarahan gastrointestinal dapat membantu mendeteksi adanya gross blood, darah yang bercampur tinja, atau melena. Darah pada sarung tangan berwarna merah segar kemungkinan berasal dari saluran gastrointestinal bawah, sedangkan bila berwarna kehitaman berasal dari saluran gastrointestinal atas. Bila pada pemeriksaan ditemukan melena di pasien dengan perdarahan gastrointestinal atas (nonvariseal) maka risiko perdarahan ulang dan mortalitas lebih tinggi. [5,14,15]
Kanker Rektum
Untuk kasus kanker rektum, digital rectal examination bermanfaat untuk mendeteksi massa tumor, letak tumor, mobilitas, morfologi serta jarak tumor dari sphincter ani. Pada palpasi juga dapat ditentukan invasi tumor ke organ lain di sekitarnya seperti vagina atau prostat. [4]
Appendicitis
Pada appendicitis pemeriksaan yang dapat ditemukan pada digital rectal examination adalah nyeri pada rektum sisi kanan. Digital rectal examination bermanfaat membantu diagnosis pada apendiks dengan posisi pelvis yang tidak memberikan gejala khas saat palpasi abdomen. Hanya 38% pasien dengan perforasi apendiks yang memberikan kelainan pada digital rectal examination. Tinjauan sistematik oleh Takada et al menyimpulkan digital rectal examination tidak bisa digunakan untuk eksklusi atau inklusi diagnosis appendicitis akut. Oleh karena itu, digital rectal examination tidak perlu rutin dikerjakan untuk pasien yang dicurigai appendicitis. [4,14]
Kelainan Prostat
Kelainan prostat yang sering ditemukan pada digital rectal examination adalah benign prostatic hyperplasia (BPH), kanker prostat, dan prostatitis. Pada BPH, pembesaran terjadi terutama pada lobus medial dan lateral prostat. Digital rectal examination dapat memperkirakan ukuran prostat dan dinilai penonjolannya ke arah rektum untuk grading BPH :
- Grade I : penonjolan 1-2 cm ke arah rectum
- Grade II : penonjolan >2 -<3 cm
- Grade III : penonjolan >3-<4 cm
- Grade IV : penonjolan >4 cm
Perkiraan besarnya tonjolan ke arah rektum dilakukan berdasarkan jari pemeriksa, dengan anggapan lebar jari pemeriksa lebih kurang 1,5 cm. [16]
Kelainan yang dapat dicurigai sebagai kanker prostat pada digital rectal examination yakni berupa nodul pada prostat dengan konsistensi keras, terfiksasi pada mukosa rektum, bentuk prostat asimetri, dan hilangnya sulkus media prostat.
Pada kondisi yang dicurigai prostatitis akut hindari manipulasi berlebihan, apabila pemeriksa sudah meraba prostat yang lebih hangat dan basah lembek, palpasi prostat sudah cukup. Kasus prostatitis kronis dapat memberikan gambaran nodul multipel pada palpasi. [1,11]
Pasien Trauma
Pedoman tata laksana trauma dulunya mengharuskan digital rectal examination untuk setiap pasien trauma. Namun, pedoman terbaru hanya menyarankan digital rectal examination dilakukan sebelum melakukan pemasangan kateter urin pada pasien trauma. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan digital rectal examination tidak memberikan tanda positif pada kasus ruptur uretra posterior.
Digital rectal examination dapat bermanfaat pada pasien trauma yang mengalami fraktur pelvis, nyeri abdomen, atau trauma tembus abdomen yang dicurigai menimbulkan perdarahan gastrointestinal, serta pasien yang menunjukkan kelainan neurologis terkait trauma spinal. Walau demikian, penemuan negatif pada digital rectal examination tidak dapat menyingkirkan kelainan-kelainan yang dapat timbul akibat trauma. [4,17,18]