Teknik Pemeriksaan Sistem Koordinasi
Teknik pemeriksaan sistem koordinasi dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan koordinasi keseimbangan dan nonkeseimbangan. Pemeriksaan koordinasi keseimbangan bertujuan untuk menilai koordinasi seluruh tubuh secara utuh. Sedangkan, pemeriksaan koordinasi nonkeseimbangan bertujuan untuk menilai kemampuan pasien menggerakkan ekstremitas sesuai instruksi dokter. Tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan pasien sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan sistem koordinasi dapat membantu menegakkan diagnosis berbagai penyakit, seperti Parkinson, stroke, alcohol use disorder, tumor intrakranial, dan multiple sclerosis.[1,7]
Persiapan Pasien
Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan sistem koordinasi antara lain:
- Melakukan anamnesis secara detail
- Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan dengan bahasa yang mudah dimengerti pasien
- Memastikan keadaan ruangan pemeriksaan tertutup, sehingga menjamin privasi pasien, serta memiliki penerangan yang baik. Mintalah pendampingan oleh perawat, yang dapat bertindak sebagai saksi
- Memberikan instruksi kepada pasien untuk mengatur posisi sesuai pemeriksaan yang akan dilakukan[5,7]
Peralatan
Pada pemeriksaan sistem koordinasi tidak dibutuhkan dan diperlukan peralatan apapun. Dokter hanya memerlukan kamar periksa dengan penerangan yang baik.
Posisi Pasien
Untuk melakukan pemeriksaan sistem koordinasi pasien dapat diposisikan berdiri, duduk, atau berbaring, tergantung tipe pemeriksaan yang akan dilakukan. Namun, apabila pasien tidak dapat berdiri atau duduk, maka pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara berbaring dan pemeriksa berada di sisi kanan pasien.[5,7]
Prosedur
Pada pemeriksaan sistem koordinasi, pemeriksaan terbagi menjadi dua yaitu koordinasi nonkeseimbangan dan keseimbangan.[1,7]
Pemeriksaan Koordinasi Nonkeseimbangan
Pemeriksaan koordinasi nonkeseimbangan bertujuan untuk menilai kemampuan pasien menggerakkan ekstremitas sesuai instruksi. Untuk dapat menguji fungsi koordinasi, komponen sistem saraf lain harus baik.[1,7,8]
- Uji Telunjuk-Hidung-Telunjuk:
Pemeriksaan dapat dilakukan dalam posisi pasien berdiri, duduk, maupun berbaring. Kemudian, pasien diminta meluruskan tangan ke depan, lalu telunjuk pasien diminta menyentuh ujung hidung pasien.
Awalnya, gerakan dilakukan secara perlahan dan lama-kelamaan semakin cepat. Pasien diminta melakukan gerakan ini dalam posisi mata terbuka dan tertutup. Pemeriksa dapat memindah-mindahkan posisi tangan yang lurus ke berbagai sudut atau posisi.
Pasien dapat juga diminta untuk menyentuh ujung hidung dengan jari telunjuk, kemudian menyentuh telunjuk jari pemeriksa, dan kemudian menyentuh ujung hidung kembali. Jari telunjuk pemeriksa dapat dipindah-pindahkan jarak dan posisinya. Posisi meluruskan tangan seperti pada uji telunjuk-hidung-telunjuk dapat menyebabkan sedikit tremor.
Selama pemeriksaan ini, perhatikan kehalusan, keakuratan gerakan, serta temukan adanya osilasi, hentakan, dan tremor. Tremor yang disengaja akan terlihat lebih jelas, kasar, dan irreguler saat jari telunjuk pasien ingin mencapai target. Selama pelaksanaan, mungkin akan ada tremor di tengah gerakan, namun akan hilang saat telunjuk mencapai hidung.
Pada ataksia serebelum, kesulitan untuk melakukan uji ini bervariasi. Mulai dari sedikit inkoordinasi, pergerakan yang salah, atau timbulnya osilasi yang berujung pada ketidakmampuan untuk melakukan gerakan sesuai instruksi.
Pada dismetria, gerakan pasien dapat terhenti sebelum telunjuk mencapai ujung hidung pasien. Kemudian, pasien akan melanjutkan gerakan secara perlahan dan tidak stabil, atau akan menggerakkan telunjuk ke ujung hidung dengan sangat cepat dan sangat kuat.
Pada dissinergia, gerakan yang dibuat tidak halus dan tidak harmonis. Akan banyak hentian ireguler, percepatan, dan defleksi pada gerakan, atau dapat dikatakan gerakan yang dihasilkan tidak terintegrasi.[1,7]
- Uji Tumit-Lutut-Kaki (Heel-Knee-Shin/Toe):
Uji tumit-lutut-kaki serupa dengan uji telunjuk-hidung-telunjuk, namun dilakukan pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi pasien berbaring.
Pada uji ini pasien diminta untuk menempatkan tumit salah satu kaki pada lutut kaki sebelahnya, lalu pasien diminta mendorong ujung tumit kaki sepanjang tibia menuju ibu jari kaki. Kemudian, bawa kembali tumit ke posisi awal (di atas lutut).
Pasien dengan gangguan fungsi serebelum atau ataksia serebelum, akan mengangkat kaki terlalu tinggi dan menekuk lutut. Pergerakan tumit sepanjang tibia akan penuh hentakan dan tidak stabil. Pada ataksia sensorik, pasien mengalami kesulitan mencari lokasi lutut dengan tumit, kesulitan menjaga tumit tetap di atas tibia, dan tumit dapat terpeleset ke bawah saat melakukan gerakan di atas tibia.[1,7,8]
- Uji Toe-Finger:
Pemeriksaan dilakukan dalam posisi pasien berbaring. Pada pemeriksaan ini pasien diminta untuk menyentuh telunjuk pemeriksa dengan menggunakan ibu jari kaki dalam posisi lutut ditekuk. Jika pasien mengalami dismetria, maka pasien akan melewati atau tidak dapat mencapai telunjuk pemeriksa. Pasien juga dapat megalami tremor dan osilasi.
Pada pasien dengan ataksia, apabila diminta untuk menggambar lingkaran atau angka delapan dengan kakinya, baik di lantai atau di udara, gerakan yang dihasilkan tidak stabil dan berbentuk ireguler.[7,8]
Rapid Alternating Movement:
Pada disdiadokokinesia, satu gerakan tidak dapat segera diikuti dengan gerakan serupa atau selanjutnya. Kontraksi dari satu otot agonis dan relaksasi otot antagonis tidak dapat langsung diikuti dengan relaksasi otot agonis dan kontraksi otot antagonis.
Uji yang biasa dilakukan untuk disdiadokokinesia adalah meminta pasien untuk melakukan gerakan pronasi dan supinasi tangan di atas paha pasien. Gerakan tersebut dilakukan berulang dan secepat mungkin. Pasien dengan disdiadokokinesia akan mengalami kesulitan melakukan gerakan pronasi-supinasi sesuai yang diinstruksikan. Pemeriksaan ini dilakukan dalam posisi duduk, apabila pasien tidak dapat duduk maka dapat dilakukan dengan posisi berbaring.[1,8]
Impaired Check and The Rebound Phenomenon:
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengevaluasi gerakan yang melibatkan kontraksi otot antagonis setelah pelepasan beban tidak terduga selama kontraksi kuat otot agonis. Agonis harus relaksasi secepatnya dan antagonis harus berkontraksi untuk dapat menghentikan suatu gerakan akibat pelepasan yang mendadak. Pada pasien dengan disfungsi serebelum, koordinasi antara kerja agonis dengan antagonis terganggu sehingga pasien akan mengalami gangguan respon.
Uji ini juga biasa dikenal dengan Uji Stewart-Holmes. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien duduk. Pasien diminta untuk melakukan adduksi pada bahu dan fleksi pada siku, dengan lengan supinasi, serta telapak tangan mengepal. Siku pasien dapat ditaruh di atas meja atau tidak dialasi apapun. Kemudian, pemeriksa menarik pergelangan tangan pasien, dan meminta pasien untuk melawan tarikan tersebut sekuat-kuatnya. Pemeriksa kemudian melepaskan genggamannya dari pergelangan tangan pasien.
Pada pasien normal, tarikan yang dilepas secara tiba-tiba akan menyebabkan kekuatan kontraksi fleksor siku menurun dan dengan cepat digantikan oleh kontraksi ekstensor siku untuk menghentikan gerakan fleksi mendadak dan mencegah pasien memukul dirinya sendiri. Pada pasien dengan gangguan fungsi koordinasi, pasien tidak dapat menghentikan kontraksi otot fleksor siku dengan melakukan kontraksi otot ekstensor siku, sehingga pasien akan memukul dirinya sendiri. Untuk mencegah terjadi cedera pada pasien, pemeriksa harus menempatkan tangannya di antara wajah dan kepalan tangan pasien.[1,8]
Deviation and Past Pointing:
Pasien dengan gangguan koordinasi sering mengalami kesulitan menjaga keselarasan anggota badan saat melakukan suatu gerakan, seperti saat berjalan dengan mata tertutup. Pasien mungkin mengalami kesulitan meraih suatu barang karena sering melewati titik yang dituju, jatuh ke satu sisi saat berjalan dengan mata tertutup, atau jatuh saat berdiri membentangkan tangan.
Untuk melakukan uji ini, pasien dan pemeriksa harus saling berhadapan, baik duduk atau berdiri. Kemudian ulurkan kedua tangan ke depan dengan jari telunjuk pemeriksa dan pasien saling bersentuhan. Minta pasien untuk mengangkat tangannya ke atas, dengan jari telunjuk menunjuk ke atas, lalu kembali ke posisi awal dengan telunjuk pasien menyentuh telunjuk pemeriksa. Gerakan ini harus dilakukan beberapa kali dengan mata terbuka dan tertutup. Pada pasien dengan gangguan koordinasi, akan sulit untuk dapat menyentuh kembali telunjuk pemeriksa tanpa melewatinya.[1,8]
Pemeriksaan Koordinasi Keseimbangan
Pemeriksaan koordinasi keseimbangan merujuk pada kemampuan pasien menjaga keseimbangan dan koordinasi tubuh secara keseluruhan. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri dari penilaian pasien berdiri dan berjalan. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi pasien berdiri.[1,8]
- Gaya Berdiri (Station)
Pemeriksa harus memperhatikan sikap dan postur saat pasien berdiri. Individu normal akan berdiri tegak, kepala ke atas, dada dibusungkan, dan perut masuk ke dalam. Kelainan sikap atau postur pasien saat berdiri dapat mengindikasikan kelainan neurologi.
Uji yang lebih teliti dapat dilakukan dengan cara meminta pasien berdiri dengan mata tertutup dan terbuka, berdiri dengan satu kaki, jinjit menggunakan jari atau tumit, serta tandem dengan tumit satu kaki berada di depan jari kaki sebelahnya. Kemudian, pemeriksa memperhatikan kecenderungan pasien untuk jatuh ke satu sisi, ke depan, atau ke belakang.
Apabila pasien cenderung untuk jatuh saat berdiri, baik dalam mata terbuka atau tertutup, maka ada kemungkinan kelainan fungsi koordinasi keseimbangan.[1,8]
- Gaya Berjalan (Gait)
Langkah pertama dalam mengevaluasi gaya berjalan adalah memeriksa jarak antara kedua kaki pasien. Semakin lebar dasarnya atau semakin jauh jarak antar kedua kaki, keseimbangan pasien akan semakin baik. Maka, pada pasien dengan gangguan gaya berjalan, jarak antar kedua kaki akan lebih jauh dibandingkan orang normal karena terjadi kompensasi untuk menjaga keseimbangan tubuh.
Terdapat berbagai jenis uji gaya berjalan. Namun secara umum, pasien akan diminta untuk berjalan ke ujung ruangan, kemudian kembali ke tempat semula. Saat pasien melakukan hal ini, pemeriksa harus mengamati postur, keseimbangan, ayunan tangan, dan gerakan kaki pasien. Setelah itu, pasien diminta untuk berjalan tandem yaitu dengan tumit salah satu kaki berada di depan jari kaki sebelahnya. Selain uji jalan tandem, pasien juga dapat diminta untuk melompat dengan satu kaki dan berjalan dengan menekuk lutut.
Sebelum melakukan uji ini, sebaiknya dilakukan anamnesis, pemeriksaan fungsi motorik, dan sensorik. Sehingga, bila ditemukan kelainan gaya berjalan pada pasien, pemeriksa dapat mengetahui kelainan disebabkan oleh gangguan fungsi motorik, sensorik, atau fungsi serebelum.
Ada berbagai jenis gaya berjalan, yaitu :
Spastic gait adalah gaya berjalan dimana pasien tidak mengangkat semua bagian telapak kakinya saat berjalan
High stepping gait adalah ketika pasien mengangkat kakinya tinggi-tinggi kemudian menimbulkan suara saat menapakkan kakinya di tanah saat berjalan
Waddling gait adalah cara berjalan dengan mengayunkan badan dari satu sisi ke sisi lain agar pasien dapat berpindah tempat
Parkinsonian gait merupakan gaya berjalan di mana pasien menekuk panggul dan lutut ke depan, siku tangan menekuk, dan adduksi sendi bahu
Drunken gait adalah gaya berjalan seperti orang mabuk, di mana jarak antar kedua kaki lebih lebar dari biasanya dan saat berjalan tubuh pasien terguncang. Drunken gait merupakan gaya berjalan yang dapat ditemukan pada orang dengan gangguan fungsi serebelum[1,8,9]
Follow Up
Dari hasil pemeriksaan sistem koordinasi dan anamnesis, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi. Hal ini akan membantu menentukan diagnosis kerja dan tata laksana yang dipilih.